Rabu, 16 Mei 2012

Interferon



INTERFERON


I.                   MekanismeKerja Interferon
Interferon memiliki peran penting dalam memerangi infeksi virus RNA.  Interferon disekresika nketika sejumlah besar dsRNA (secara abnormal) ditemukan di dalam sel. Peran dsRNA sendiri adalah sebagai pemicu produksi interferon melalui Toll Like Receptor 3 (TLR 3). Gen yang mengkodekan sitokin ini diaktifkan dalam sel yang terinfeksi, kemudian interferon disintesa dan disekresikan kepada sel-sel yang terdapat disekitarnya.
Ketika sel mati karena virus RNA dan kemudian mengalami lisis, ribuan virus ini akan menginfeksi sel-sel terdekat. Sel-sel yang sebelumnya telah menerima interferon  akan memperingatkan sel-sel yang lain akan adanya “bahaya” virus. Kemudian sel-sel tersebut akan mulai memproduksi sejumlah besar protein yang dikenal dengan protein kinase R (PKR). PKR secara tidak langsung diaktivasi oleh dsRNA (sebenarnyaoleh 2’-5’ oligoadenilat, yang diproduksi oleh 2’-5’ oligoadenilatsintetase yang diaktivasi oleh TLR3) dan kemudian memulai transfer gugus fosfat (fosforilasi) ke suatu protein yang dikenal sebagai elF2  (Eukaryotic Initiation Factor 2/ Faktor Inisiasi Translasi Eukariotik). Setelah fosforilasi, elF2 memiliki kemampuan untuk menginisiasi translasi (memproduksi protein-protein yang dikodekan oleh seluler mRNA). Kemampuan ini dapat mencegah replikasi virus, menghambat fungsi ribosom sel normal, dan membunuh baik virus maupun sel inang jika responnya menjadi aktif untuk waktu yang cukup. Semua RNA di dalam sel juga akan terdegradasi, mencegah mRNA ditranslasikan oleh elF2, jika beberapa elF2 gagal untuk difosforilasi.
Selanjutnya, interferon mengatur MHC I sehingga dapat meningkatkan persentase peptide virus terhadap sel T CD8, juga untuk mengadakan perubahan pada proteasom (pergantian dari beberapa subunit beta oleh b1i, b2i, b5i–yang kemudian dikenal sebagai immuno proteasom) yang meningkatkan produksi dari peptida-peptida yang kompatibel dengan  MHC I.
Interferon dapat menyebabkan meningkatnya aktivitas penginduksi p53 dalam sel-sel yang terinfeksi virus, dan meningkatkan produksi dari produk gen p53. Hal ini akan menyebabkan terjadinya apoptosis, dan membatasi kemampuan virus untuk menyebar. Meningkatnya level transkripsi tidak terlihat dalam sel-sel yang tidak terinfeksi, tetapi hanya sel-sel yang terinfeksi yang menunjukkan peningkatan apoptosis. Transkripsi yang meningkat ini mungkin berperan untuk mempersiapkan sel-sel yang sesuai sehingga dapat merespon dengan cepat ketika terjadi infeksi. Ketika p53 diinduksis ehubungan dengan kehadiran virus, ia berlaku tidak seperti biasanya. Beberapa target gen p53 diekspresikan ketika virus menginfeksi, tetapi lainnya tidak, terutama untuk yang berespon terhadap kerusakan DNA. Salah satu gen yang tidak diaktivasi adalah p21, yang dapat mempertahankan hidup sel. Dengan membiarkan gen ini inaktif, maka akan membantu efek apoptotis. Dengam kata lain, interferon meningkatkan efek apoptotis dari p53, meskipun tidak mutlak diperlukan. Sel-sel normal mengeluarkan respons apoptotis yang lebih kuat dari sel-sel tanpa  p53.
Selain dengan mekanisme seperti di atas, interferon juga memiliki efek immunomodulator. Di mana interferon dapat memperbaiki system kekebalan tubuh, baik sistem kekebalan alamiah maupun yang didapat dengan beberapa cara, yakni:
·         Meningkatkan fagositosis makrofag dan daya sitotoksik sel NK (Natural Killer)
·         Meningkatkan ekspresi Human Leukocyte Antigen (HLA) pada permukaan sel yang terinfeksi oleh virus. HLA tersebut bersama antigen virus pada permukaan sel akan dikenali oleh limfosit  T  sitotoksik  yang  kemudian akan menyebabkan lisis sel
·         Turut berperan dalam lymphokine cascade dan produksi  Interleukin 1, Interleukin 2
·         Menginduksi produksi Prostaglandin (PGE2) oleh hipotalamus dan menimbulkan demam


BAGAN MEKANISME KERJA INTERFERON DALAM MENCEGAH REPLIKASI VIRUS


 





















BAGAN MEKANISME KERJA INTERFERON α DAN INTERFERON β


 



















                                                                                                                                            



II.                Kegunaan Interferon
a.       Sebagai Antivirus
Interferon merupakan sistem kekebalan tubuh kelompok sitokin yang diproduksi oleh tubuh bila mengetahui ada virus yang menempel pada permukaan sel sebelum virus tersebut masuk untuk menginfeksi. Antibodi dalam sirkulasi darah (IgG) akan mencegah virus untuk menempel. Bila virus tersebut lolos dan menginfeksi, sel tubuh akan melepas interferon untuk meresponnya.
Di samping itu, interferon mengaktifkan sel pembunuh alamiah (Natural Killer Cell) yang akan menghancurkan sel yang terinfeksi virus yang dapat dikenali dari perubahan pada permukaannya.
b.      Pengobatan Hepatitis B dan C
Interferon sudah dikenal sejak tahun 1989, tetapi efektivitas pengobatannya masih rendah, yaitu sekitar 20% untuk hepatitis B dan 11-19% untuk hepatitis C. setelah dikembangkan menjadi bentuk terpegilasidari interferon 2a dan terpegilasi dari interferon 2b terjadi peningkatan efektivitas pengobatan menjadi 40-50%. Perbedaannya terletak pada kestabilan protein yang menjadi inti interferon. Dibandingkan yang konvensional, protein yang terpegilasi cenderung lebih stabil sehingga dapat aktif lebih lama membunuh virus.
Saat ini obat Hepatitis C standar adalah kombinasi Interferon dengan Ribavirin. Kombinasi obat Hepatitis C ini memiliki kemampuan untuk menghasilkan respon yang tinggi melawan virus pada penderita Hepatitis C kronis.
Obat Hepatitis C bentuk terpegilasi dari interferon-α dibuat dengan menggabungkan suatu molekul besar yang larut air, yaitu Polietilenglikol (PEG) dengan molekul interferon-α. Penggabungan tersebut memperbesar ukuran interferon-α sehingga dapat bertahan dalam tubuh  lebih lama. Hal tersebut juga dapat melindungi molekul interferon agar tidak dirusak oleh enzim tubuh. Selain itu, obat ini juga memiliki waktu paruh yang lebih panjang sehingga tidak perlu sering-sering dikonsumsi. Interferon-α standar biasa disuntikkan tiga kali dalam seminggu, sedangkan interferon-α  bentuk terpegilasi cukup disuntikkan sekali dalam seminggu.
Obat Hepatitis C ini diberikan pada pasien sesuai dengan berat badan dengan dosis 1,5μg/ kg berat badan.
Obat yang direkomendasikan untuk terapi Hepatitis B kronis adalah PEG Interferon α-2a dan PEG Interferon α-2b.

c.       Pengobatan SARS
Menurut Prof. JindrichCinatl, kombinasi interferon dengan glycyrrhizin mendapatkan hasil yang maksimal dalam melawan virus SARS.
d.      Pengobatan Penyakit  Lain
    • Interferon alfa-2a (Roferon-A) disetujui FDA untuk mengobati Leukemia , AIDS-terkait Sarkoma Kaposi, dan Leukemia Myelogenous kronis. 
·         Interferon alfa-2b telah disetujui untuk pengobatan Sarkoma (tumor yang timbul dari jaringan ikat), hepatitis C kronik, dan  hepatitis B kronik.
    • Interferon beta-1b (Betaseron) dan interferon beta-1a (Avonex) disetujui untuk pengobatan multiple sclerosis (peradangan pada otak dan sumsum tulang belakang). 
    • Interferon-alfa n3 (Alferon-N) disetujui untuk pengobatan genital dan perianal kutil yang disebabkan oleh human papilloma virus (HPV). 
    • Interferon gamma-1B (Actimmune) disetujui untuk pengobatan penyakit granulomatosa (pembentukan granuloma multiple) kronis dan malignant osteopetrosis (kepadatan tulang abnormal).
















DAFTAR PUSTAKA


Hassan, Achmad. 1993. Cermi nDunia Kedokteran No. 85 :Pengobatan Hepatitis B Kronikdengan Interferon. Diunduhdarihttp://www.kalbe.co.id pada 24 April 2011 pukul 11.45
Ogbru, Omud home. Interferons. Diunduh dari
         http ://www.medicinenet.com/interferon/article.htm  pada 24 April 2011 pukul 10.34
Sherwood, Lauralee. 1996. FISIOLOGI MANUSIA DARI SEL KE SISTEM, EDISI 2.  Jakarta : EGC.
www.wikipedia.org/interferon.htm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar