INTERFERON
I.
MekanismeKerja Interferon
Interferon memiliki peran
penting dalam memerangi infeksi virus RNA.
Interferon disekresika nketika sejumlah besar dsRNA (secara abnormal) ditemukan
di dalam sel. Peran dsRNA sendiri adalah sebagai pemicu produksi interferon melalui
Toll Like Receptor 3 (TLR 3). Gen yang mengkodekan sitokin ini diaktifkan
dalam sel yang terinfeksi, kemudian interferon disintesa dan disekresikan kepada
sel-sel yang terdapat disekitarnya.
Ketika sel mati karena
virus RNA dan kemudian mengalami lisis, ribuan virus ini akan menginfeksi sel-sel
terdekat. Sel-sel yang sebelumnya telah menerima interferon akan memperingatkan sel-sel yang lain akan adanya
“bahaya” virus. Kemudian sel-sel tersebut akan mulai memproduksi sejumlah besar
protein yang dikenal dengan protein kinase R (PKR). PKR secara tidak langsung diaktivasi
oleh dsRNA (sebenarnyaoleh 2’-5’ oligoadenilat, yang diproduksi oleh 2’-5’
oligoadenilatsintetase yang diaktivasi oleh TLR3) dan kemudian memulai transfer
gugus fosfat (fosforilasi) ke suatu protein yang dikenal sebagai elF2 (Eukaryotic Initiation Factor 2/
Faktor Inisiasi Translasi Eukariotik). Setelah fosforilasi, elF2 memiliki kemampuan
untuk menginisiasi translasi (memproduksi protein-protein yang dikodekan oleh seluler
mRNA). Kemampuan ini dapat mencegah replikasi virus, menghambat fungsi ribosom sel
normal, dan membunuh baik virus maupun sel inang jika responnya menjadi aktif untuk
waktu yang cukup. Semua RNA di dalam sel juga akan terdegradasi, mencegah mRNA
ditranslasikan oleh elF2, jika beberapa elF2 gagal untuk difosforilasi.
Selanjutnya, interferon
mengatur MHC I sehingga dapat meningkatkan persentase peptide virus terhadap sel
T CD8, juga untuk mengadakan perubahan pada proteasom (pergantian dari beberapa
subunit beta oleh b1i, b2i, b5i–yang kemudian dikenal sebagai immuno proteasom)
yang meningkatkan produksi dari peptida-peptida yang kompatibel dengan MHC I.
Interferon dapat menyebabkan
meningkatnya aktivitas penginduksi p53 dalam sel-sel yang terinfeksi virus, dan
meningkatkan produksi dari produk gen p53. Hal ini akan menyebabkan terjadinya
apoptosis, dan membatasi kemampuan virus untuk menyebar. Meningkatnya level
transkripsi tidak terlihat dalam sel-sel yang tidak terinfeksi, tetapi hanya sel-sel
yang terinfeksi yang menunjukkan peningkatan apoptosis. Transkripsi yang
meningkat ini mungkin berperan untuk mempersiapkan sel-sel yang sesuai sehingga
dapat merespon dengan cepat ketika terjadi infeksi. Ketika p53 diinduksis ehubungan
dengan kehadiran virus, ia berlaku tidak seperti biasanya. Beberapa target gen
p53 diekspresikan ketika virus menginfeksi, tetapi lainnya tidak, terutama untuk
yang berespon terhadap kerusakan DNA. Salah satu gen yang tidak diaktivasi adalah
p21, yang dapat mempertahankan hidup sel. Dengan membiarkan gen ini inaktif,
maka akan membantu efek apoptotis. Dengam kata lain, interferon meningkatkan efek
apoptotis dari p53, meskipun tidak mutlak diperlukan. Sel-sel normal
mengeluarkan respons apoptotis yang lebih kuat dari sel-sel tanpa p53.
Selain dengan mekanisme
seperti di atas, interferon juga memiliki efek immunomodulator. Di mana
interferon dapat memperbaiki system kekebalan tubuh, baik sistem kekebalan alamiah
maupun yang didapat dengan beberapa cara, yakni:
·
Meningkatkan fagositosis
makrofag dan daya sitotoksik sel NK (Natural Killer)
·
Meningkatkan ekspresi
Human Leukocyte Antigen (HLA) pada permukaan sel yang terinfeksi oleh
virus. HLA tersebut bersama antigen virus pada permukaan sel akan dikenali oleh
limfosit T sitotoksik yang kemudian
akan menyebabkan lisis sel
·
Turut berperan dalam
lymphokine cascade dan produksi Interleukin
1, Interleukin 2
·
Menginduksi produksi
Prostaglandin (PGE2) oleh hipotalamus dan menimbulkan demam
BAGAN MEKANISME KERJA
INTERFERON DALAM MENCEGAH REPLIKASI VIRUS
BAGAN MEKANISME KERJA
INTERFERON α DAN INTERFERON β
II.
Kegunaan Interferon
a. Sebagai
Antivirus
Interferon merupakan sistem
kekebalan tubuh kelompok sitokin yang diproduksi oleh tubuh bila mengetahui ada
virus yang menempel pada permukaan sel sebelum virus tersebut masuk untuk
menginfeksi. Antibodi dalam sirkulasi darah (IgG) akan mencegah virus untuk
menempel. Bila virus tersebut lolos dan menginfeksi, sel tubuh akan melepas
interferon untuk meresponnya.
Di samping itu, interferon
mengaktifkan sel pembunuh alamiah (Natural Killer Cell) yang akan
menghancurkan sel yang terinfeksi virus yang dapat dikenali dari perubahan pada
permukaannya.
b. Pengobatan
Hepatitis B dan C
Interferon sudah dikenal sejak
tahun 1989, tetapi efektivitas pengobatannya masih rendah, yaitu sekitar 20%
untuk hepatitis B dan 11-19% untuk hepatitis C. setelah dikembangkan menjadi
bentuk terpegilasidari interferon 2a dan terpegilasi dari interferon 2b terjadi
peningkatan efektivitas pengobatan menjadi 40-50%. Perbedaannya terletak pada
kestabilan protein yang menjadi inti interferon. Dibandingkan yang
konvensional, protein yang terpegilasi cenderung lebih stabil sehingga dapat
aktif lebih lama membunuh virus.
Saat ini obat Hepatitis C standar
adalah kombinasi Interferon dengan Ribavirin. Kombinasi obat Hepatitis C ini
memiliki kemampuan untuk menghasilkan respon yang tinggi melawan virus pada
penderita Hepatitis C kronis.
Obat Hepatitis C bentuk terpegilasi
dari interferon-α dibuat dengan menggabungkan suatu molekul besar yang larut
air, yaitu Polietilenglikol (PEG) dengan molekul interferon-α. Penggabungan
tersebut memperbesar ukuran interferon-α sehingga dapat bertahan dalam
tubuh lebih lama. Hal tersebut juga
dapat melindungi molekul interferon agar tidak dirusak oleh enzim tubuh. Selain
itu, obat ini juga memiliki waktu paruh yang lebih panjang sehingga tidak perlu
sering-sering dikonsumsi. Interferon-α standar biasa disuntikkan tiga kali
dalam seminggu, sedangkan interferon-α
bentuk terpegilasi cukup disuntikkan sekali dalam seminggu.
Obat Hepatitis C ini diberikan pada
pasien sesuai dengan berat badan dengan dosis 1,5μg/ kg berat badan.
Obat yang direkomendasikan untuk
terapi Hepatitis B kronis adalah PEG Interferon α-2a dan PEG Interferon α-2b.
c. Pengobatan
SARS
Menurut Prof. JindrichCinatl,
kombinasi interferon dengan glycyrrhizin mendapatkan hasil yang maksimal dalam
melawan virus SARS.
d. Pengobatan
Penyakit Lain
- Interferon alfa-2a (Roferon-A) disetujui FDA untuk mengobati Leukemia , AIDS-terkait Sarkoma Kaposi, dan Leukemia Myelogenous kronis.
·
Interferon
alfa-2b telah disetujui untuk pengobatan Sarkoma (tumor yang timbul dari jaringan
ikat), hepatitis
C kronik, dan hepatitis
B kronik.
- Interferon beta-1b (Betaseron) dan interferon beta-1a (Avonex) disetujui untuk pengobatan multiple sclerosis (peradangan pada otak dan sumsum tulang belakang).
- Interferon-alfa n3 (Alferon-N) disetujui untuk pengobatan genital dan perianal kutil yang disebabkan oleh human papilloma virus (HPV).
- Interferon gamma-1B (Actimmune) disetujui untuk pengobatan penyakit granulomatosa (pembentukan granuloma multiple) kronis dan malignant osteopetrosis (kepadatan tulang abnormal).
DAFTAR
PUSTAKA
Hassan, Achmad. 1993. Cermi nDunia
Kedokteran No. 85 :Pengobatan Hepatitis B Kronikdengan Interferon.
Diunduhdarihttp://www.kalbe.co.id pada
24 April 2011 pukul 11.45
Ogbru, Omud home. Interferons. Diunduh
dari
Sherwood,
Lauralee. 1996. FISIOLOGI MANUSIA DARI SEL KE SISTEM, EDISI 2. Jakarta : EGC.
www.wikipedia.org/interferon.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar