BAB
I
PENDAHULUAN
Tujuan dasar terapi dalam pemberian
obat adalah mencapai masa tunak dalam darah atau tingkat jaringan yang efektif
secara terapeutik dan tidak menyebabkan efek toksik bila digunakan dalam waktu
lama. Desain rejimen dosis yang tepat adalah elemen penting dalam memenuhi
tujuan ini. Tujuan dasar dari desain sediaan adalah untuk mengoptimumkan
pemberian obat, sehingga mencapai suatu ukuran kontrol dari efek terapi dalam
menghadapi fluktuasi yang tidak tentu dalam lingkungan in vivo di mana
pelepasan obat berlangsung. Hal ini biasanya dilakukan dengan memaksimumkan
availabilitas obat, yaitu dengan berusaha mempertahankan suatu laju maksimum
dan memperbesar absorpsi obat. Kontrol dari aksi obat melalui formulasi juga
termasuk mengontrol bioavalabilitas untuk mengurangi laju absorbsi obat (Lachman,
1986). Agar obat dapat berada dalam tubuh dalam jangka waktu yang cukup lama,
tanpa memberikan efek toksik, maka dibuatlah sediaan sustained release.
Konsep pemberian obat sustained released adalah Pelepasan berkelanjutan, pelepasan
terkontrol, dari sistem pengiriman obat
yang dirancang untuk mencapai efek terapi yang berkepanjangan dengan terus
melepaskan obat selama jangka waktu setelah pemberian dosis tunggal, dengan
efek samping yang minimal dan lebih memberikan kenyamanan terhadap pasien (Wilson,
2011). Industri farmasi menyediakan berbagai bentuk sediaan dan tingkat dosis
obat tertentu, sehingga memungkinkan dokter untuk mengontrol onset dan durasi
terapi obat dengan mengubah dosis dan
atau cara pemberian.
Dalam beberapa kasus,
kontrol terapi obat dapat dicapai dengan mengambil keuntungan dari interaksi
obat yang bermanfaat yang mempengaruhi disposisi obat dan eliminasi, misalnya
dengan efek dari probenesid, yang menghambat ekskresi penisilin sehingga memperpanjang
tingkat darah. Campuran dari obat mungkin digunakan untuk mempotensiasi,
mensinergikan, atau mengantagonis kerja obat yang diberikan. Secara berurutan,
campuran obat mungkin diformulasikan di mana laju dan atau tingkat absorpsi
obat dimodifikasi.
Dokter dapat
memperoleh beberapa keuntungan terapeutik yang diinginkan dengan resep bentuk sustained released. Oleh karena
frekuensi pemberian obat berkurang, kepatuhan pasien dapat ditingkatkan, dan
pemberian obat dapat dibuat lebih nyaman juga. Karakteristik tingkat darah
osilasi dari beberapa bentuk dosis
sediaan konvensional berkurang, karena tingkat darah lebih dipertahankan.
Sebuah keuntungan yang kurang jelas, selengkapnya dalam desain bentuk pelepasan
berkelanjutan, adalah bahwa jumlah total obat yang diberikan dapat dikurangi, sehingga
memaksimalkan ketersediaan dengan dosis minimal.
Selain itu
kontrol yang lebih baik dari penyerapan obat dapat dicapai karena puncak laju
darah yang tinggi dapat diamati setelah pemberian dosis dari ketersediaan obat
yang tinggi dapat dikurangi dengan formulasi dalam bentuk aksi diperpanjang.
Batas keamanan potensi obat yang tinggi dapat ditingkatkan, dan kejadian efek
samping lokal dan sistemik yang merugikan dapat dikurangi pada pasien yang
sensitif. Secara keseluruhan, pemberian bentuk sustained released memungkinkan peningkatan kemampuan terapi. Dalam
mengevaluasi obat sebagai kandidat untuk formulasi sustained released,
kelemahan formulasi tersebut yang harus diperhatikan sebagai berikut:
ü Pemberian
obat sustained released tidak
mengizinkan penghentian terapi yang cepat. Perubahan dengan
segera dalam obat diperlukan selama terapi, seperti mungkin
dihadapi jika efek samping yang signifikan dicatat, tidak
dapat diakomodasi.
ü Dokter kurang memiliki
fleksibilitas dalam menyesuaikan regimen dosis. Ini
ditetapkan oleh desain bentuk sediaan.
ü Bentuk
sustained released yang dirancang
untuk jumlah normal, yaitu atas dasar rata-rata waktu
paruh biologis obat. Akibatnya, keadaan penyakit mengubah
disposisi obat, variasi pasien yang signifikan, dan sebagainya
tidak diakomodasi.
ü faktor-faktor
ekonomi juga harus diperkirakan, karena proses yang lebih mahal
dan peralatan yang terlibat dalam pembuatan berbagai
bentuk sustained released.
Obat-obat dengan tujuan sustained release dapat dibuat dengan polimer-polimer yang
mekanisme kerjanya yaitu dengan cara sistem difusi yang dikontrol.
Polimer-polimer tersebut dapat dibuat sebagai matriks atau dalam bentuk
reservoir. Pada sistem reservoir, terdapat suatu inti yang mengandung obat
tertentu yang terpisah dari cairan biologis dengan adanya lapisan atau
penyalutan dengan polimer yang tidak larut dalam air, dan proses pelepasan dari
obat bergantung dari geometri obat tersebut. Contoh polimer yang umumnya
digunakan sebagai penyalut adalah etil selulosa, polietilenvinilasetat, silikon
dan kopolimer akrilat berbagai jenis. (Jones, 2004)
|
Pada sistem
matriks, terdiri dari satu matriks, dan obat yang akan digunakan untuk tujuan sustained released didispersikan atau
dicampurkan dengan matriks tersebut. Terdapat dua tipe dari sistem matriks
yaitu sistem matrik hidrofilik dan sistem matriks yang tidak terlarut atau
matriks inert. (Wilson, 2011)
Contoh
Matriks yang digunakan dalam sediaan sustained
release:
Karakteristik matriks
|
Bahan
|
Matriks Hidrofobik
|
Polietilen, polivinil klorida (PVC), Kopolimer metil akrilat-metakrilat, etilselulosa
|
Matriks Lemak
|
Lemak karnauba
-
Stearil
alkohol, as.stearat, PEG
Lemak kastor
-
PEG
monostearat
Trigliserida
|
Hidrofilik
|
Metilselulosa, hidroksietilselulosa
(HEC), hidrokspropilmetilselulosa (HPMC), hidroksipropilselulosa (HPC), natrium
karboksimetilselulosa (Na
CMC), Na
alginat, karboksipolimetilen, Asam Hyaluronat, Karagenan, Karbomer
|
BAB
II
MATRIKS
SEDIAAN SUSTAINED RELEASE
Sistem
matriks merupakan sistem yang paling sederhana dan sering digunakan dalam
pembuatan tablet lepas lambat. Matriks obat didefinisikan sebagai dispersi
seragam obat secara homogen di dalam pembawa dan formulasi dikembangkan untuk
mengontrol secara efektif kecepatan ketersediaan obat di mana pelepasan obat
tergantung bahan polimer. Pada sistem matriks, pelepasan obat
difasilitasi oleh disolusi yang bertahap dari matriks dan dikontrol oleh
karakteristik kelarutan dan porositas matriks (Encyclopedia of Pharmaceutical Technology, vol 4, halaman 305).
Mekanisme pelepasan obat secara
sistem matriks terjadi secara difusi dan disolusi. Pada proses difusi, umumnya
terjadi tanpa melalui proses pengembangan dan erosi
dari matriks, jadi obat keluar dengan cara migrasi dari zat aktif yang
bergantung dari sifat dari obat tersebut. Sedangkan, pada mekanisme
secara disolusi, matrik mengalami proses pelarutan atau terlarut dalam medium
atau terjadi proses erosi, yang diikuti pelarutan zat aktif sehingga zat aktif
dapat terlepas atau keluar dari pembawa. Pada sistem matriks dibedakan menjadi
dua tipe pelepasan, yaitu untuk sistem matriks hidrofilik dan sistem matrik
tidak larut atau inert.
Pada sistem matriks hidrofilik,
partikel obat terdispersi atau terlarut dalam polimer yang larut air, dan
pelepasan obat terjadi dengan terbentuknya gel, terjadi pengembangan matriks
dan obat terlarut. Sedangkan pada sistem matriks inert, obat terdapat dalam
polimer yang tidak larut dalam larutan gastrointestinal. Proses pelepasan obat
terjadi dengan penetrasi cairan ke dalam polimer melalui pori-pori atau agen
pembasah dalam matriks yang berfungsi meningkatkan permeasi cairan, sehingga
terjadi prose disolusi dan difusi dari obat. (Wilson, 2011)
Matriks yang digunakan untuk
sediaan sustained release umumnya
adalah polimer-polimer. Polimer ini terbagi menjadi menjadi beberapa
klasifikasi, diantaranya:
a. Polimer berdasarkan asalnya
·
Polimer alam, contoh : xanthan gum, alginat, karagenan
·
Polimer semi sintetik, contoh : metil selulosa, Hidroksi
Propil Metil Selulosa (HPMC), Hidroksi Propil Selulosa (HPC)
·
Polimer sintetik, contoh : karbomer, polietilen
glikol
b. Polimer berdasarkan sifatnya
· Polimer hidrofilik, contoh : metil selulosa, Natrium
Karboksi Metil Selulosa (Na CMC), Hidroksi
Propil Metil Selulosa (HPMC)
· Polimer hidrofobik, contoh : Polietilen, polivinil klorida (PVC), Kopolimer metil
akrilat-metakrilat, etilselulosa
·
Polimer ampifilik, contoh : polietilen
glikol
c. Polimer berdasarkan muatannya
·
Polimer anionik, contoh : Natrium
Karboksi Metil Selulosa (Na CMC)
·
Polimer kationik, contoh : kitosan
·
Polimer nonionik, contoh : metil selulosa, Hidroksi
Propil Metil Selulosa (HPMC), Hidroksi
Propil Selulosa (HPC), polietilen
glikol
d. Polimer berdasarkan sifat degradasinya
·
Polimer
terdegradasi, contoh : metil
selulosa, Natrium Karboksi Metil Selulosa, karagenan, Hidroksi Propil Metil
Selulosa (HPMC), Hidroksi Propil Selulosa (HPC), polietilen glikol
· Polimer tidak terdegradasi, contoh : carnauba wax, bees wax, stearil alcohol.
2.1
Metil
Selulosa
Metil
selulosa merupakan polimer semi sintetik, bersifat hidrofilik, non ionik dan
biodegradabel.
·
Nama kimia :
Cellulose methyl ether
·
Struktur :
BM : 10000 - 220000
·
Kelarutan :
Praktis tidak larut dalam
aseton, metanol, kloroform, etanol (95%), eter, toluen, dan air panas. Larut
dalam asam asetat glasial dan dalam campuran volume yang sama dari etanol dan
kloroform. Dalam air dingin, metil selulosa mengembang dan terdispersi dengan
lambat menjadi bentuk bening sampai seperti opal, melekat, dispersi koloid.
·
Aplikasi dalam
Formulasi Farmasetik :
Metil selulosa secara luas
digunakan pada sediaan oral dan topikal formulasi farmasetika. Metil selulosa
dapat ditambahkan pada formulasi tablet untuk menghasilkan preparasi sustained release. Inti tablet mungkin juga dilapisi
dengan cara penyemprotan dengan salah satu cairan atau larutan organik
pengganti tingkat viskositas yang rendah dari metil selulosa untuk menutupi
rasa tidak enak atau modifikasi pelepasan obat dengan mengontrol sifat fisik
dari granul. Lapisan metil selulosa juga digunakan untuk menutup inti tablet
lebih dulu dengan melapisi gula.
·
Konsentrasi Penggunaan
Konsentrasi yang digunakan
untuk sustained-release tablet
matriks adalah 5.0-75.0 %.
·
Mekanisme sustained
released
Metil selulosa merupakan
turunan selulosa yang tersubstitusi hidroksipropil dan metil. Metil selulosa
merupakan bahan matriks hidrofil yang dapat mengendalikan pelepasan kandungan
obat di dalamnya ke dalam medium pelarut. Metil selulosa dapat membentuk
lapisan hidrogel dengan viskositas tinggi pada sekeliling sediaan setelah
kontak dengan cairan medium pelarut. Gel ini merupakan penghalang fisik
lepasnya obat dari matriks secara cepat.
2.2
Natrium
Karboksi Metil Selulosa
Natrium karboksi metil selulosa merupakan
salah satu polimer yang dapat digunakan untuk sediaan dengan tujuan sustained release. Natrium karboksi
metil selulosa merupakan polimer semi sintetik, yang bersifat anionik,
hidrofilik dan merupakan polimer biodegradable, yang dibuat dengan cara
mereaksikan selulosa dengan natrium monokloroasetat.
• Nama
kimia
Cellulose, carboxymethyl ether, sodium salt.
• Rumus
Struktur
BM
: 90000 - 700000
• Kelarutan
Praktis
tidak larut dalam aseton, etanol (95%), eter dan toluene. Merupakan polimer
semi sintetik yang mudah terdispersi dalam air pada semua temperatur membentuk
larutan koloid yang jernih.
• Aplikasi
dalam formulasi farmasetik
Matriks
sustained release, coating tablet, serta
dapat juga digunakan sebagai agen penstabil, suspending agent, disintegran
tablet atau kapsul, pengikat pada tablet, peningkat viskositas, water-absorbing
agent.
• Mekanisme sebagai sustained release
Secara umum, natrium karboksi metil selulosa stabil pada pH larutan 7-9 dan menunjukkan
viskositas yang maksimum. Namun, sebagai matriks sustained release pH
yang menunjukkan kemampuan sebagai matriks yang dapat mengembang adalah pada pH 4,5 dan 6,8. Pada pH tersebut terbentuk rantai
makromolekular dalam gel yang terdiri dari ikatan yang lemah sehingga pelepasan
obat dapat terjadi dengan cara erosi dari matriks natrium karboksi metil
selulosa. Sedangkan pada pH
1, akan terbentuk gel yang kaku, sehingga memiliki tipe seperti hidrogel ikatan
silang yang menghasilkan pelepasan obat secara difusi.
2.3
Hidroksi
Propil Metil Selulosa
Hidroksi
propil metil selulosa sangat luas digunakan dalam aplikasi sebagai matriks sustained release. Hidroksi propil metil
selulosa merupakan polimer semi sintetik yang bersifat hidrofilik, non ionik
dan merupakan polimer biodegradable. Secara komersial, hidroksi propil metil
selulosa terdiri dari empat tingkatan yaitu A, E, F, dan K yang memiliki
perbedaan dalam subtitusi gugus hidroksipropoksil dan metoksi.
·
Nama Kimia
Cellulose,
Hydroxypropil methyl ether
·
|
BM
= 10000 - 1500000
·
Kelarutan
Larut
dalam air dingin, praktis tidak larut dalam kloroform, etanol (95%) dan eter;
namun larut dalam campuran etanol dan klorometana, campuran metanol dan
diklorometana, dan campuran air dan alkohol. Larut dalam larutan aseton encer,
campuran diklorometana dan propan-2-ol, dan pelarut organik lain.
·
Karakteristik
HPMC
merupakan polimer hidrofilik, dimana ketika terjadi kontak dengan air atau
cairan GIT maka akan terjadi hidrasi dan peregangan rantai sehingga dapat
membentuk lapisan gel kental. Pelepasan obat dapat terjadi melalui difusi dan
atau erosi dari matriks. Semakin meningkatnya konsentrasi HPMC maka akan
meningkatkan kekuatan gel polimer yang terbentuk. HPMC merupakan polimer
biodegradable (biodegradasi) yang dapat terdegradasi oleh enzim sellulose.
Berdasarkan sifat strukturalnya, telah diamati bahwa kecepatan biodegradasi
pada HPMC dipengaruhi oleh derajat subtitusinya. Biodegradasi dari HPMC dengan
derajat subtitusi tinggi relatif lebih lambat daripada HPMC dengan derajat
subtitusi yang lebih rendah.
·
Aplikasi dalam Formulasi
Farmasetik
HPMC
secara luas digunakan dalam formulasi farmasetik sediaan oral dan topikal.
Dalam sediaan oral, HPMC terutama digunakan sebagai bahan matriks sustained release. Tingkat viskositas yang tinggi dapat digunakan
untuk memperlambat pelepasan obat yang mudah larut air dari matriks. Serta
dapat juga digunakan sebagai pengikat baik secara granulasi basah maupun kering
dan sebagai penyalut.
·
Konsentrasi penggunaan
Sebagai
matriks sustained release konsentrasi
yang digunakan adalah pada tingkat viskositas yang tinggi yaitu 10-80% b/b
dalam sediaan tablet atau kapsul.
·
Mekanisme sebagai sustained release
Seperti telah disebutkan di atas bahwa
hidroksi propil metil selulosa merupakan campuran dari alkil hidroksialkil
selulosa eter yang terdiri dari gugus metoksi dan hidroksipropil. Substitusi
dari gugus-gugus tersebutlah yang menyebabkan perbedaan sifat fisika kimia
seperti kecepatan dan lamanya proses hidrasi, biodegradasi, aktivitas permukaan
dan sifat kekenyalannya.
Bahan obat dan bahan tambahan lainnya secara kesatuan
diikat dengan polimer hidrofilik (contoh HPMC) dan kemudian dicetak menjadi
bentuk sediaan. Selama proses pencernaan, cairan gastrointestinal berpenetrasi
ke dalam tablet dan matriks HPMC hidrofilik hidrat, yang menyebabkan terjadinya
hidrasi dan peregangan rantai sehingga matriks tersebut dapat mengembang dan
berubah bentuk seperti lapisan gel kental. Lapisan gel tersebut akan mengontrol
proses difusi air ke dalam sistem dan proses difusi obat keluar dari sistem.
Pada periode yang lama, lapisan tersebut akan pecah dan larut sehingga air
dapat berpenetrasi lebih dalam ke dalam matriks, berubah manjadi lapisan gel
yang baru. Proses ini berlangsung terus-menerus hingga seluruh matriks
hidrofilik larut. Matriks bentuk gel ini secara efektif dapat menjerat bahan
aktif dan memperlambat pelepasannya, yang dapat terjadi dengan proses difusi
melalui lapisan gel dan atau erosi matriks gel itu sendiri.
2.4
Hidroksi
Propil Selulosa
Hidroksi
propil selulosa merupakan polimer semi sintetis, bersifat hidrofilik, non ionik dan
biodegradable. Hidroksi propil selulosa merupakan eter dari selulosa yang
terdiri dari gugus hidroksi yang dihidroksipropilasi.
o
Nama kimia
Cellulose,
2-hydroxypropyl ether
o
Rumus Struktur
BM
: 50000-1250000
o
Kelarutan
Praktis
tidak larut dalam etanol 95% dan eter. Larut dalam larutan NaOH (1 dalam 10) dan
menghasilkan larutan encer. Dalam
air tidak larut, melainkan mengembang.
o
Aplikasi dalam formulasi
farmasetik
Hidroksi
propil selulosa luas digunakan sebagai matriks sediaan sustained release dan
juga dapat digunakan sebagai coating agent, emulsifying agent, stabilizing
agent, suspending agent, pengikat (binder) pada tablet, thickening agent,
viscosity-increasing agent.
o
Konsentrasi penggunaan
Sebagai
matriks sustained release digunakan
konsentrasi antara 15-35 % b/b. Tingkat pelepasan dari obat bertambah seiring
dengan berkurangnya viskositas dari Hidroksi propil selulosa. Penambahan
surfaktan anionik akan meningkatkan viskositas dari hidroksi propil selulosa
dan akhirnya akan mengurangi kecepatan pelepasan obat.
o
Mekanisme sustained release
Hidroksi
propil selulosa merupakan polimer hidrofilik dimana saat mengalami kontak
dengan cairan GIT atau air, maka akan terjadi hidrasi dan peregangan rantai
sehingga matriks akan mengalami proses pengembangan (swelling) dan akan membentuk
lapisan seperti gel. Pada Hidroksi propil selulosa, pelepasan obat dari matriks
dikontrol oleh proses difusi melalui pori-pori dan saluran dalam struktur. Kecepatan
pelepasan obat dari Hidroksi propil selulosa dapat dipengaruhi oleh viskositas
dan pH medium. Dimana, kecepatan pelepasan obat akan meningkat dengan
menurunnya viskositas dan pH medium. Hal ini dikarenakan, semakin tinggi
viskositasnya maka akan membentuk barrier yang kuat sehingga laju pelepasan
obat melambat. Hidroksi propil selulosa
merupakan polimer yang dapat terdegradasi secara enzimatis oleh enzim
sellulose.
2.5
Karbomer
Karbomer adalah polimer asam akrilat bermolekul tinggi, yang
dibuat ikatan silang dengan alil sukrosa atau alil eter dari pentaeritritol.
Karbomer merupakan polimer sintetik, bersifat hidrofilik dan anionik.
Karbomer mengandung asam karboksilat antara 56% hingga 68% pada keadaan kering.
Berat molekulnya secara teoritis diperkirakan sekitar 7 x 105 hingga 4 x 109.
·
Rumus Struktur
·
Kelarutan
Mengembang dalam air
dan gliserin dan dalam etanol 95%. Karbomer tidak terlarut, namun dapat
mengembang sehingga memperpanjang pelepasan.
·
Aplikasi dalam
Formulasi Farmasetik:
Karbomer dapat digunakan sebagai matriks sustained release. Resin karbomer diketahui ada dalam sediaan sustained-release, yaitu di dalam
rangkaian matrix sebagai inhibitor enzim protease di dalam usus (pada sediaan
yang mengandung peptida).
Selain itu karbomer juga dapat digunakan sebagai bioadhesive (pada sediaaan untuk serviks
dan untuk pemberian mikrosfer intranasal), untuk penyampaian obat spesifik pada
esofagus, dan sebagai mucoadhesive untuk
pemberian oral dalam sediaan obat spesifik.
·
Mekanisme
sebagai Sustained Release
Karbomer merupakan
polimer tidak larut dalam air, namun dapat mengembang dan membentuk gel. Namun,
pembentukan gel dan proses mengembangnya berbeda dengan polimer hidrofilik
lainnya, pada polimer asam akrilat, pembentukan permukaan gel adalah tidak
terjadi pemisahan rantai polimer (polimer sudah terjadi ikatan silang) tetapi
terbentuk mikrogel yang mengandung banyak partikel-partikel polimer.
Ikatan silang memungkinkan
obat terjebak dalam hidrogel. Karena
hidrogel tidak larut dalam air, obat tidak terlarut, dan erosi pada polimer
linier ini tidak terjadi. Sebaliknya, ketika hidrogel terhidrasi sepenuhnya,
tekanan osmotik dari dalam bekerja untuk memecah struktur, sehingga terbentuk
pecahan-pecahan dari hidrogel. Kemudian dilanjutkan dengan terjadinya difusi
pada lapisan gel. Bentuk ikatan silang dari polimer dengan viskositas rendah
umumnya lebih efisien sebagai pelepasan sediaan terkontrol dibandingakan dengan
ikatan silang dengan variasi yang besar.
·
Metode Pembuatan
Karbomer diproduksi di dalam campuran kosolven dengan sebuah zat
yang dapat membantu polimerisasi dan resin diikat secara “crosslinked” dengan
polyalkenyl polyether. Polimer Carbopol dibuat dengan proses cross-linking.
Tergantung pada derajat cross-linking dan kondisi pembuatan, sehingga terdapat
berbagai kelas Carbopol. Carbopol 934 P
dibuat melalui cross-linked dengan alil sukrosa dan dipolimerisasi dalam pelarut
benzena. Carbopol 71G, 971 P, 974 P dibuat melalui cross-linked dengan alil
penta erythritol dan dipolimerisasi dalam etil asetat.
2.6 Etilselulosa
Etil
selulosa merupakan polimer semi sintetis, bersifat hidrofobik, non ionik dan
biodegradable. Etil selulosa dibuat melalui proses etilasi
dengan mereaksikan alkali selulosa dengan etil klorida.
o Nama
Kimia
Cellulose
ethyl ether
o Struktur
o Kelarutan
Larut dalam air dingin, praktis tidak
larut dalam kloroform, etanol (95%) dan eter; namun larut dalam campuran etanol
dan iklorometana, campuran metanol dan diklorometana, dan campuran air dan
alkohol. Larut dalam larutan aseton encer, campuran diklorometana dan
propan-2-ol, dan pelarut organik lain.
o Aplikasi
dalam sediaan farmasi
Digunakan
dalam sediaan formulasi oral dan topical. Penyalutan dengan ethylcellulose digunakan
untuk modifikasi pelepasan obat sustained
release. Etilselulosa dengan
viskositas tinggi digunakan dalam obat mikroenkapsulasi.
o Mekanisme
sebagai sustained release
Dalam
saluran cerna akan terbentuk lapisan etilselulosa yang terhidrasi, yang akan
mengontrol difusi air selanjutnya ke dalam metriks. Difusi obat melalui lapisan
matriks yang terhidrasi akan mngontrol kecepatan pelepasan obat. Lapisan
matrils terhidrasi akan mengalami erosi sehingga menjadi terlarut.
o Konsentrasi Penggunaan
Konsentrasi
yang digunakan dalam tablet salut sustained release adalah 3-20%.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Sustained
release yaitu sediaan yang
dirancang untuk memberikan aktivitas terapetik diperlama dengan cara pelepasan
obat secara terus-menerus selama periode tertentu dalam sekali pemberian. Matriks berfungsi untuk menahan obat agar tidak terdegradasi di
tempat yang bukan menjadi sasaran dari obat tersebut.
Penggolongan dari matriks
berdasarkan bagaimana sifat dari matriks tersebut,cara pelepasannya dari obat.
Penggolongan matriks yaitu matriks hidrofilik, matiks hidrofobik, dan matriks
lemak.
3.2. Saran
Pemilihan jenis matriks yang
akan digunakan pada formulasi sediaan sustained
release harus diperhatikan terutama sifat atau karakteristik matrks
tersebut, bagaimana mekanisme kerja matriks agar efek terapi yang kita harapkan
dapat tercapai.
DAFTAR PUSTAKA
Jones, D. 2004. Pharmaceutical Application of polymers for
Drug Delivery Vol. 15. Rapra.
Lachman, Leon, et all. 1986. The
Theory Practice of Industrial Pharmacy. Philadelphia : LEA & FEBIGER.
Ranade, Vasant, et al. 2002. Drug Delivery Systems 2nd edition. London: CRC
Press.
Rowe, Raymond c, et al,.2009. Handbook
of pharmaceutical excipients 6th ed. USA: Pharmaceutical Press.
Swarbick, james, et al. 1991. Encyclopedia of Pharmaceutical Technology
Vol 4. New York: Marcel Dekker Inc.
Wilson. Clive G. 2011. Controlled Release in Oral Drug Delivery.
Springer : London.
http://www.scribd.com/doc/54929416/6/II-1-Definisi-Sustained-Release.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar