Rabu, 16 Mei 2012

Quality control


BAB I
 PENDAHULUAN

I.1  Latar Belakang

Quality control atau pengawasan mutu adalah bagian yang esensial dari cara pembuatan obat yang baik agar tiap obat yang dibuat memenuhi persyaratan mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaannya. Kesinambungan semua unsur dalam semua rangkaian pembuatan mutlak diperlukan untuk menghasilkan obat yang bermutu mulai dari saat obat dibuat sampai pada distribusi obat jadi. Untuk keperluan tersebut harus ada bagian pengawasan mutu yang berdiri sendiri.
Dalam quality control untuk sediaan steril, banyak uji-uji yang dilakukan, seperti uji sterilitas, uji pirogen, uji Limulus Amebocyte Lysate (LAL), uji keseragaman bobot, uji keseragaman volume, uji kebocoran, uji pH, uji kejernihan, dan uji integritas kemasan.


I.2  Rumusan Masalah
            1.  Apa pengertian Quality Control secara umum ?
            2.  Apa syarat-syarat Quality Control untuk Sediaan Steril?
            3. Uji-uji apakah yang dilakukan dalam Qualiy Control Sediaan Steril?
            4.  Bagaimana Prosedur masing-masing uji untuk Quality Control?
           
I.3  Tujuan
Tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui dan mempelajari lebih dalam mengenai Quality Control Sediaan Steril dan prosedur untuk masing-masing uji.

I.4   Metode Penulisan
            Makalah ini disusun menggunakan metode studi literatur.

I.5   Sistematika Penulisan
             Sistematika penulisan dalam makalah ini terdiri dari:
Bab I               Pendahuluan
                        1.1  Latar Belakang
                        1.2  Perumusan Masalah
                        1.3  Tujuan Penulisan
                        1.4  Metode Penulisan
                        1.5  Sistematika Penulisan
Bab II              Isi      
            2.1. Quality Control (Pengawasan Mutu)
            2.2. Quality Control untuk Sediaan Steril
            2.3. Pengujian Pirogen
            2.4. Uji Limulus Amebocyte Lysate (LAL)
Bab III   Penutup
                        III.1  Kesimpulan
Daftar Pustaka
BAB II
ISI



2.1 Quality Control (Pengawasan mutu)
Quality control atau pengawasan mutu adalah bagian yang esensial dari cara pembuatan obat yang baik agar tiap obat yang dibuat memenuhi persyaratan mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaannya. Rasa keterikatan dan tanggung jawab semua unsur dalam semua rangkaian pembuatan adalah mutlak untuk menghasilkan obat yang bermutu mulai dari saat obat dibuat sampai pada distribusi obat jadi. Untuk keperluan tersebut harus ada bagian pengawasan mutu yang berdiri sendiri.
Pengawasan mutu meliputi semua fungsi analisa yang dilakukan di laboratorium termasuk pengambilan sampel, pemeriksaan, dan pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan, dan obat jadi. Pengawasan mutu meliputi juga program uji stabilitas pemantauan lingkungan kerja, validasi, dokumentasi suatu batch, program penyimpanan sampel, dan penyususnan, serta penyimpanan sesuai dengan spesifikasi yang berlaku dari setiap bahan dan produk termasuk metode pengujiannya.
Bagan quality control:
                                    
Pemeriksaan dalam proses
 
                       











Penerimaan dan penyimpanan
 





Pengadaan               
 



 
Distribusi
 
Pengelolaan
 
Penerimaan dan penyimpanan
 
               
                                                                                                














 




                                                                                           

                                                           


 








2.2. Quality Control untuk Sediaan Steril
            Dalam sediaan steril, banyak syarat yang perlu diperhatikan antara lain:
·         Bebas dari mikroorganisme
·         Bebas dari pirogen
·         Bebas dari partikulat
·         Standar yang sangat tinggi dalam hal kemurnian dan kualitas
           
            Dalam quality control untuk sediaan steril, banyak uji-uji yang dilakukan, seperti uji sterilitas, uji pirogen, uji Limulus Amebocyte Lysate (LAL), uji keseragaman bobot, uji keseragaman volume, uji kebocoran, uji pH, uji kejernihan, dan uji integritas kemasan.

2.2.1.  Uji Sterilitas
·  Asas: larutan uji + media perbenihan, inkubasi pada 200-2500C.
· Metode uji pengujian:
1.      Inokulasi langsung ke media uji
2.      Teknik penyaringan membrane

A.    Uji inokulasi langsung ke media uji

·      Prosedur Uji Inokulasi Langsung Dalam Media Uji
Inkubasi
        Jika tidak dinyatakan lain, di dalam monografi atau bab ini, inkubasi campuran uji dengan media tioglikolat cair (atau media tioglikolat alternatif, jika dinyatakan) selama 14 hari pada suhu 30o hingga 35o, dan dengan soybean-casein digest medium pada suhu 20o hingga 25o.
Pengamatan
        Amati pertumbuhan pada media secara visual sesering mungkin sekurang-kurangnya pada hari ke-3 atau ke-4 atau ke-5, pada hari ke-7 atau ke-8 dan pada hari terakhir pada masa uji.
Jika zat uji menyebabkan media menjadi keruh sehingga ada atau tidaknya pertumbuhan mikroba tidak segera dapat ditentukan secara visual, pindahkan sejumlah memadai media ke dalam tabung baru yang berisi media yang sama, sekurangnya 1 kali antara hari ke-3 dan ke-7  sejak pengujian dimulai. Lanjutkan inkubasi media awal dan media baru selama total waktu tidak kurang dari 14 hari sejak inokulasi awal.


1.Cairan
a. Pindahkan cairan dari wadah uji menggunakan pipet atau jarum sunti  steril.
b. Secara aseptik inokulasikan sejumlah tertentu bahan dari tiap wadah uji ke  dalam tabung media.
c. Campur cairan dengan media tanpa aerasi berlebihan dan lakukan inkubasi dan pengamatan.

2.  Salep dan Minyak yang Tidak Larut dalam Isopropil Miristat
Pilih 20 wadah yang mewakili, dibagi atas 2 kelompok terdiri dari 10 wadah, dan perlakukan tiap kelompok sebagai berikut.
a. Secara aseptik pindahkan 100 mg dari tiap wadah dari 10 wadah ke dalam labu berisi 100 ml pembawa air steril yang dapat mendispersi homogen bahan uji dalam seluruh campuran cairan.
b. Campur 10 ml alikot dari campuran cairan yang diperoleh dengan 80 ml tiap media dan lakukan inkubasi dan pengamatan.
Catatan: Pemilihan bahan pendispersi yang bercampur dengan pembawa air, dapat berbeda sesuai dengan sifat salep atau minyak. Sebelum digunakan secara rutin, uji bahan pendispersi untuk memastikan bahwa kadar yang digunakan tidak mempunyai efek antimikroba yang bermakana selama selang waktu inkubasi menggunakan prosedur uji seperti yang tertera pada bakteriostatik dan fungistatik.

3. Zat Padat
a.         Ambil sejumlah tertentu produk dalam bentuk padat kering (atau yang terlebih dahulu dibuat larutan atau suspensi dalam cairan pengencer steril) sesuai dengan tidak kurang dari 300 mg tiap wadah atau seluruh isi wadah jika tiap isi kurang dari 300 mg.
b.         Inokulasikan ke dalam masing-masing tidak kurang dari 40 ml media tioglikolat cair dan soybean-casein digest medium.
c.         Kemudian lakukan inkubasi dan pengamatan.

4. Kapas Murni, Perban, Pembalut, Benang Bedah dan Bahan
    Sejenisnya
a.         Dari setiap kemasan kapas, perban gulung, atau pembalut perban yang diuji ambil secara aseptik dua bagian atau lebih masing-masing 100 sampai 500 mg dari bagian paling dalam, dari individu contoh bentuk kemasan tunggal seperti bantalan perban, ambil aseptik sejumlah 250 mg sampai 500 mg atau keseluruhan contoh bila ukurannya kecil, seperti pembalut serap berperekat 25 mm x 75 mm atau lebih kecil atau benang bedah.
b. Secara aseptik pindahkan bagian bahan uji ini ke dalam sejumlah
tertentu wadah media yang sesuai dan inkubasi seperti yang tertera pada prosedur umum. Kemudian lakukan inkubasi dan pengamatan.

5. Alat Kesehatan Steril
Ketentuan berikut digunakan untuk alat kesehatan steril yang diproduksi dalam lot, masing-masing terdiri dari sejumlah unit. Ketentuan khusus digunakan untuk alat kesehatan steril yang diproduksi dalam jumlah keil atau dalam unit individu yang akan mengalami kerusakan bila dilakukan uji sterilitas biasa. Untuk alat seperti ini, harus dilakukan modifikasi yang sesuai dan dapat diterima pada uji sterilitas.
a.         Untuk alat yang bentuk dan ukurannya memungkinkan dicelupkan keseluruhan ke dalam tidak lebih dari 1000 ml media, uji alat utuh menggunakan media yang sesuai, kemudian lakukan inkubasi dan pengamatan.
b.        Untuk alat yang mempunyai pipa/saluran berlubang seperti alat transfusi atau infus atau yang ukurannya menyebabkan pencelupan tidak dapat dilakukan dan hanya saluran cairannya yang harus steril, bilas lumen masing-masing dari 20 unit dengan sejumlah secukupnya media tioglikolat cair dan soybean-casein digest medium hingga diperoleh kembali tidak kurang dari 15 ml setiap media, dan inkubasi dengan tidak dari 100 ml masing-masing media seperti yang tertera pada prosedur umum. Untuk alat dengan lumen yang sangat kecil sehingga media tioglikolat cair tidak mengalir, gunakan media tioglikolat alternatif, tetapi inkubasi dilakukan secara anaerob.
c.         Jika karena ukuran dan bentuk alat tidak dapat diuji dengan cara pencelupan keselurahannya ke dalam tidak lebih dari 1000 ml media, uji bagian alat yang paling sulit tersterilisasi, dan jika mungkin lepaskan 2 atau lebih bagian yang paling dalam dari alat. Secara aseptik pindahkan bagian tersebut ke dalam sejumlah tertentu tabung berisi tidak kurang dari 1000 ml media yang sesuai, kemudian lakukan inkubasi dan pengamatan.
d.      Jika spesimen uji dalam media mempengaruhi uji karena kerja bateriostatik atau fungistatik, bilas seksama alat dengan cairan pembilas sesedikit mungkin seperti yang tertera pada cairan pengencer dan pembilas. Peroleh kembali cairan bilasan dan uji seperti yang tertera pada alat kesehatan dalam prosedur uji menggunakan penyaring membran.
6. Alat Suntik Kosong atau Terisi Steril
Uji Sterilitas alat suntik terisi dilakukan sama seperti uji untuk produk steril dalam ampul atau vial. Cara inokulasi langsung dapat digunakan jika penetapan bakteriostatik dan fungistatik telah menunjukkan aktivitas yang tidak merugikan dalam kondisi pengujian. Jika sesuai, prosedur penyaringan membran dapat digunakan.
a.       Untuk alat suntik terisi yang dilengkapi jarum steril, keluarkan isi produk melalui lumen.
b.    Untuk alat suntik yang dikemas dengan jarum terpisah, secara aseptik pasang jarum dan pindahkan produk ke dalam media yang sesuai. Beri perhatian khusus yang menunjukkan bahwa bagian luar jarum yang disertakan (bagian yang akan masuk jaringan tubuh) adalah steril.
c.    Untuk alat suntik kosong steril, masukkan media atau pengencer steril ke dalam alat suntik melalui jarum yang disertakan, atau jika tidak disertakan melalui jarum steril yang dipasang untuk tujuan pengujian dan pindahkan isi dengan cepat ke dalam media yang sesuai.


B.   Prosedur Uji Menggunakan Penyaring Membran
Teknik penyaringan membran digunakan untuk bahan cair yang dapat diuji dengan cara inokulasi langsung ke dalam media uji. Jumlah uji tidak kurang dari volume dan jumlah seperti yang tertera pada Pemilihan spesimen uji dan masa inkubasi.
          Peralatan unit penyaring membran yang sesuai terdiri dari:
·      satu perangkat yang dapat memudahkan penanganan bahan uji secara aseptic
·      membran yang telah diproses yang dapat dipindahkan secara aseptik untuk inokulasi ke dalam media yang sesuai atau, satu perangkat yang dapat ditambahkan media steril ke dalam penyaringnya dan membran inkubasi in situ.

Membran yang sesuai umumnya mempunyai porositas 0.45 µm, dengan diameter lebih kurang 47 mm, dan kecepatan penyaringan air 55 ml sampai 75 ml per menit pada tekanan 70 cmHg. Unit keseluruhan dapat dirakit dan disterilkan bersama dengan membran sebelum digunakan, atau membran dapat disterilkan terpisah dengan cara apa saja yang dapat mempertahankan karakteristik penyaring dan menjamin sterilitas penyaring dan perangkatnya.
Jika bahan uji berupa minyak, membran dapat disterilkan terpisah, dan setelah melalui pengeringan, unit dirakit secara aseptic. Adapun jenis-jenis bahan cair yang dapat diuji dengan penyaring membran adalah sebagai berikut :

1.    Cairan yang Dapat Bercampur dengan Pembawa Air
Cairan secara aseptik dipindahkan dengan jumlah volume tertentu yang dibutuhkan untuk kedua media seperti yang tertera pada Tabel Jumlah untuk bahan cair dan Pemilihan spesimen uji dan masa inkubasi. Kemudian  langsung dimasukkan ke dalam satu atau dua corong penyaring membran terpisah, atau ke dalam tabung penampung steril terpisah sebelum dipindahkan.
  Ketentuan :
a.         Jika volume cairan dalam wadah kurang dari 50 ml, atau 50 ml sampai kurang dari 100 ml, dan tidak dimaksudkan intuk pemberian intravena, maka diperlukan volume kurang dari 20 wadah diwakili satu membran, atau setengah bagian membran yang dipindahkan ke dalam tiap media.
b.         Jika volume cairan 50 ml sampai kurang dari 100 ml per wadah dan dimaksudkan untuk pemberian intravena, atau 100 ml sampai 500 ml, secara aseptik pindahkan seluruh isi tidak kurang dari 10 wadah melalui tiap penyaring dari dua rakitan penyaring, atau tidak kurang dari 20 wadah jika hanya digunakan satu rakitan penyaring.
c.         Jika volume cairan lebih dari 500 ml, secara aseptik pindahkan tidak kurang dari 500 ml dari tiap isi wadah dan tidak kurang dari 10 wadah melalui tiap penyaring dari dua rakitan penyaring atau isi tidak kurang dari 20 wadah jika hanya satu rakitan penyaring. Lewatkan segera tiap spesimen melalui penyaring dengan bantuan pompa vakum atau tekanan.
d.        Jika cairan sangat kental dan tidak mudah disaring melalui 1 membran atau 2 membran maka diperlukan lebih dari dua rakitan penyaring. Setengah jumlah membran yang digunakan diinkubasi dalam masing-masing media, asalkan volume dan jumlah wadah per media yang disyaratkan dipenuhi.
e.         Jika produk bersifat bakteriostatik atau fungistatik, maka :
-        Bilas membran 3 kali, tiap kali dengan 100 ml Cairan A.
-        Secara aseptik pindahkan membran dari alat pemegang.
-        potong membran menjadi setengah bagian (jika hanya digunakan satu).
-        Celupkan membran atau setengah bagian membran, ke dalam 100 ml Soybean-Casein Digest Medium dan inkubasi pada 20o hingga 25o selama tidak kurang dari 7 hari.
-        Dengan cara yang sama, celupkan membran atau setengah bagian membran lainnya ke dalam 100 ml Media Tioglikolat Cair dan inkubasi pada 30o hingga 35o selama tidak kurang dari 7 hari.
[Catatan : Jika contoh yang diuji bersifat bakteriostatik, gunakan cakram membran penyaring hidrofobik atau setelah spesimen disaring, potong cakram lebih kurang setengah daerah penyaringan dari pusat membran menggunakan alat pemotong steril, secara aseptik pindahkan potongan setengah cakram membran ke dalam Media Tioglikolat Cair dan sisa potongan cakram ke dalam Soybean-Casein Digest Medium]


2.    Cairan yang Tidak Dapat Bercampur dengan Pembawa Air (Kurang dari 100 ml per Wadah)
Menggunakan isi tidak kurang dari 20 wadah (40 wadah jika masing-masing mengandung volume tidak mencukupi untuk kedua media)
-     Pindahkan volume yang diinginkan untuk ke dua media, seperti yang tertera pada Tabel Jumlah untuk bahan cair dan Pemilihan spesimen uji dan masa inkubasi, langsung ke dalam satu atau dua corong penyaring membran terpisah atau ke dalam tabung penampung steril terpisah sebelum dipindahkan.
-     Diperlukan volume tidak kurang dari 20 wadah untuk satu membran atau setengah bagian membran yang dipindahkan ke dalam tiap media.
-     Lewatkan segera tiap spesimen melalui penyaring dengan bantuan pompa vakum atau tekanan.
Ketentuan :
(1).   Jika bahan uji berupa cairan kental atau suspensi dan tidak sesuai untuk penyaringan cepat : secara aseptik tambahkan cairan pengencer secukupnya ke dalam kumpulan spesimen yang akan disaring untuk menambah kecepatan aliran.
(2).   Jika produk uji bersifat bakteriostatik atau fungistatik atau mengandung pengawet : bilas membran satu sampai tiga kali, tiap kali dengan 100 ml Cairan A.
(3).   Jika bahan uji mengandung lesitin atau minyak
1.    Gunakan Cairan D sebagai pengganti Cairan A.
2.    Setelah penyaringan dan pencucian, pindahkan membran secara aseptik dari alat pemegang
3.    Potong membran menjadi setengah bagian (jika hanya digunakan satu),
4.    Celupkan membran atau setengah bagian membran, ke dalam 100 ml Soybean-Casein Digest Medium dan inkubasi pada 20o hingga 25o selama tidak kurang dari 7 hari.
5.    Dengan cara yang sama, celupkan membran atau setengah bagian membran lainnya ke dalam 100 ml Media Tioglikolat Cair dan inkubasi pada 30o hingga 35o selama tidak kurang dari 7 hari.
3.    Zat Padat yang Dapat Disaring
-     Ambil lebih kurang 6 g produk dalam bentuk padat kering (atau sejumlah larutan atau suspensi produk, yang dibuat dengan menambahkan pengencer steril ke dalam wadah, sebanding dengan 6 g bahan padat), atau
-     tidak kurang dari 300 mg tiap wadah yang diuji, atau seluruh isi wadah jika isi tiap wadah kurang dari 300 mg bahan padat. Ketentuan :
(1).    Kecuali dinyatakan lain dalam monografi, jumlah wadah sama seperti yang tertera pada Cairan yang dapat bercampur dengan pembawa air.
·         Secara aseptik masukkan spesimen ke dalam tabung berisi 200 ml Cairan A, dan aduk hingga larut. Jika spesimen tidak larut sempurna, gunakan 400 ml Cairan A, atau secara aseptik bagi spesimen dalam dua bagian dan uji tiap bagian dengan 200 ml Cairan A.
·         Pindahkan larutan ke dalam satu atau dua corong penyaring membrane.
·         Segera saring dengan bantuan pompa vakum atau tekanan.
(2).    Jika contoh uji bersifat bakteriostatik atau fungistatik
·         Bilas membran tiga kali, tiap kali dengan 100 ml Cairan A.
·         Setelah selesai penyaringan dan pembilasan, pindahkan membran secara aseptik dari alat pemegang,
·         potong membran menjadi setengah bagian (jika hanya digunakan satu)
·         Celupkan membran atau setengah bagian membran, ke dalam 100 ml Soybean-Casein Digest Medium dan inubasi pada 20o hingga 25o selama tidak kurang dari 7 hari.
·         Dengan cara yang sama, celupkan membran atau setengah bagian membran lainnya ke dalam 100 ml Media Tioglikolat Cair dan inkubasi pada 30o hingga 35o selama tidak kurang dari 7 hari
4.    Salep dan Minyak yang Larut Dalam Isopropil Miristat
(1).   Larutkan tidak kurang dari 100 mg dari tiap isi wadah, tidak kurang dari 20 wadah (40 wadah jika masing-masing mengandung volume tidak mencukupi untuk kedua media) dalam tidak kurang dari 100 ml isopropil miristat dengan pH ekstrak air tidak kurang dari 6,5 seperti yang tertera pada Spesifikasi pereaksi dalam Pereaksi, Indikator, dan Larutan yang lebih dulu telah disterilkan dengan penyaringan melalui penyaring membran 0,22 um.
(Catatan Hangatkan pelarut steril, dan jika perlu bahan uji tidak lebih dari 44 sesaat sebelu digunakan).
(2).   Goyang labu untuk melarutkan salep atau minyak, hati-hati untuk mendapatkan permukaan bahan yang lebar terhadap pelarut.
(3).   Saring segera salep yang telah dilarutkan.
(4).   Secara aseptis, pindahkan campuran ke dalam 1 corong atau 2 corong penyaring membran.
(5).   Lewatkan segera tiap spesimen melalui penyaring dengan bantuan pompa vakum atau tekanan. Jaga seluruh penyaring membran ditutupi cairan untuk mendapatkan efisiensi maksimum penyaring.
(6).   Setelah penyaringan spesimen, bilas membran dua kali, tiap kali dengan 200 ml cairan D, kemudian cuci dengan 100 ml Cairan A.
(7).   Lakukan proses inkubasi pada membran uji, kecuali unutk media uji sterilitas yang digunakan mengandung  1 g polisorbat 80 per liter.
(8).   Jika zat yang diuji mengandung petrolatum, gunakan cairan K. Basahi membran dengan lebih kurang 200 ul media pembilas sebelum penyaringan dimulai dan jaga seluruh membran ditutupi cairan untuk mendapatkan effisiensi maksimum penyaring.
(9).   Setelah penyaringan spesimen, bilas membran tiga kali, tiap kali dengan 100 ml media pembilas. Perlakukan membran uji seperti yang tertera diatas.

[catatan. Untuk salep dan minyak yang tidak larut dalam isopropil miristat, lakukan penetapan seperti yang tertera pada salep dan minyak yang tidak larut dalam isopropil miristat dalam prosedur uji inokulasi langsung ke dalam media uji]
5.    Zat padat yang Tidak Dapat Disaring
Uji sterilitas untuk bahan ini dengan cara penyaringan membran tidak dianjurkan, kecuali jika dapat ditunjukkkan bahwa tidak terjadi penyumbatan pada filter. Lakukan seperti yang tertera pada zat padat pada Prosedur Uji Inokulasi Langsung ke dalam Media Uji.
6.    Alat Kesehatan
Alat yang mempunyai saluran kecil steril dapat diuji sterilitas dengan teknik penyaringan membran sebgai berikut.
(1).   Secara aseptik, alirkan sejumlah volume tertentu cairan D melalui tiap lumen tidak kurang dari 20 alat hingga diperoleh tidak kurang dari 100 ml dari tiap alat.
(2).   Kumpulan cairan dalam wadah aseptik dan saring seluruh volume melalui penyaring membran, kemudian lakukan proses inkubasi.
Jika ukuran alat besar, dan ukuran lot kecil, lakukan uji sejumlah unit yang sesuai seperti yang tertera pada kasus serupa dalam Alat kesehatan, pada Prosedur Uji Inokulasi Langsung ke dalam Media Uji


7.    Alat Suntik Kosong
Ringkasan prosedur:
(1).    untuk alat suntik kosong tanpa dipasang jarum steril, keluarkan isi dari tiap alat suntik ke dalam satu atau dua corong membran filter terpisah atau ke dalam bejana terpisah sebelum dipindahkan.
(2).    Jika jarum steril yang terpisah dipasang, secara langsung keluarkan isi suntikan dan proses diarahkan untuk cairan yang dapat dicampur dengan pembawa air. Teknik dilakukan secara aseptis.
8.    Padatan untuk Injeksi Selain antibiotik
Ringkasan prosedur :
-        Pengujian diarahkan seperti pada pengujian sterilitas cairan yang dapat maupun tidak dapat bercampur dengan air yang telah diaplikasikan.
-        Penambahan diluen berlebih untuk membantu kelarutan padatan tersebut dalam pengujian sterilitas.
-        Beberapa padatan untuk injeksi dapat tidak larut dalam pelarut yang sesuai untuk tes sterilitas. Oleh sebab itu, dilakukan uji inokulasi langsung.
9.    Padatan Antibiotik untuk Injeksi
Ringkasan prosedur:
(1).    Untuk kemasan kurang dari 5 g,
a.       Dari tiap 20 wadah, dipindahkan secara aseptik sekitar 300 mg padatan ke dalam botol kerucut steril volume 500 ml,
b.      Larutkan dengan 200 ml cairan A, kemudian campurkan;
atau,
a.       Tiap 20 wadah dipindahkan sebagai larutan atau suspensi yang setara dengan 300 mg padatan, ke dalam botol kerucut steril volume 500 ml
b.      Larutkan dengan 200 ml cairan A, kemudian campurkan.
Proses selanjutnya seperti pada pengujian sterilitas cairan yang dapat maupun tidak dapat bercampur dengan air yang telah diaplikasikan.
(2).    Untuk kemasan 5g atau lebih besar,
a.       dari tiap 6 wadah, dipindahkan secara aseptik sekitar 1 g padatan ke dalam botol kerucut steril volume 500 ml.
b.      larutkan dengan 200 ml cairan A, kemudian campurkan;
  atau
a.  Tiap 6 wadah dipindahkan sebagai larutan atau suspensi yang setara dengan 1 g padatan, ke dalam botol kerucut steril volume 500 ml.
b. Larutkan dengan 200 ml cairan A, kemudian campurkan. Proses seperti pada pengujian sterilitas cairan yang dapat maupun tidak dapat bercampur dengan air yang telah diaplikasikan.
  Perlu diperhatikan bahwa agen antimikroba dari antibiotik hilang atau terinaktivasi saat dilakukan uji sterilitas.
10.          Padatan, Bulk, dan Campuran Antibiotik
Ringkasan Prosedur: Secara aseptik, hilangkan secukupnya sejumlah padatan dari jumlah wadah yang sesuai, aduklah agar diperoleh campuran yang sama sekitar 6 gram padatan, dan pindahkan ke dalam sebuah labu krucut steril 500 ml; larutkan dalam 200 ml cairan A dan aduk. Proses secara langsung untuk larutan yang larut dalam Pembawa air.
Ulasan : Sekali lagi, penting bahwa semua sifat antimikroba pada antibiotik dihilangkan atau diinaktivasi ketika melakukan uji sterilisasi. Keberhasilan Validasi bakteriosatatik/Fungistatik harus ditunjukkan terlebih dahulu pada uji sterilitas.           
11.          Produk aerosol steril
Ringkasan Prosedur: Untuk produk cair dalam bentuk aerosol yang  diatur tekanannya, dinginkan wadah dengan alkohol- campurkan dry ice setidaknya pada suhu -2000C selam satu jam. Jika dapat dilakukan, biarkan propellant lepas atau lolos melalui lubang wadah sebelum secara aseptik ditambahkan bahan ke dalam tempat steril penyimpanan cairan. Tambahkan 100 ml cairan D ke dalam tempat steril penyimpanan cairan dan kemudian aduk kuat. Proses langsung untuk larutan yang larut dalam pembawa air atau larutan yang tidak larut dalam pembawa air.
Ulasan : Korporasi Millipore menawarkan sebuah sistem uji sterilitas yang dapat digunakan untuk produk aerosol. Metode ini menawarkan banyak keuntungan daripada metode diatas, termasuk bahwa sistem uji sterilitas tidak hanya untuk cairan atau produk obat aktif, tetapi juga propellant yang  tidak perlu diloloskan dari wadah aerosol yang menghasilkan kontaminasi tidak sengaja dan juga tidak perlu untuk mendinginkan wadah.
12.          Alat-alat dengan dilabeli steril
Ringkasan Prosedur: Secara aseptik, melewati atau kurang dari 10 jalan volume cairan F yang melewati masing-masing uji alat. Kumpulan cairan pada sebuah tempat penampung cairan yang sesuai dan proses yang secara langsung untuk larutan yang larut dalam pembawa air atau larutan yang tidak larut dalam pembawa air.
Pada kasus  steril, syringe yang kosong, menggambarkan bahwa pelarut steril masuk ke dalam wadah penyimpanan yang melewati jarum steril, jika menempel atau melewati sebuah jarum steril yang menempel untuk tujuan uji serta membuang bahan ke dalam sebuah tempat penampung cairan, kemudian diproses secara langsung seperti tersebut diatas.
Ulasan : Banyak pembuatatn alat-alat bergantung pada parameter pelepasan oleh uji sterilitas yang tidak ditunjukkan dalam penggantinya data indikator biologi. Indikator biologi termasuk masing-masing beban sterilisasi alat untuk diproses dan harus menjadi negatif untuk bertemu peralatan steril.
                                                   
·      Media yang digunakan:
1.       Media tioglikolat cair
2.        Media Tioglikolat Alternatif (untuk alat yang mempunyai lumen kecil)
3.         Soybean-Casein Digest Medium
Jika digunakan Media Tioglikolat Cair dan Soybean-Casein Digest Medium dalam Prosedur Uji Inokulasi Langsung ke Dalam Media Uji  untuk menetapkan spesimen yang mengandung antibiotik golongan penisilin atau sefalosporin, secara aseptik tambahkan sejumlah penisilinase ke dalam tabung media untuk menginaktifkan antibiotik dalam spesimen uji. Tetapkan jumlah penisilinase yang diperlukan dengan menggunakan sediaan penisilinase yang sebelumnya telah diuji daya penginaktif penisilin atau sefalosporin. Atau tetapkan jumlah penisilinase yang diperlukan dengan menambahkannya ke dalam tabung Media Tioglikolat Cair dan sejumlah antibiotik penisilin atau sefalosporin setara jumlah antibiotik dalam spesimen uji, inokulasi media dengan 1 ml pengenceran (1 dalam 1000) biakan 18 jam-24 jam Staphylococcus aureus (ATCC 29737) dalam Media Tioglikolat Cair dan inkubasi selama 24 jam pada suhu 30-350, pada saat ini harus teramati pertumbuhan mikroba yang spesifik. Lakukan uji konfirmasi di daerah yang benar-benar terpisah dari tempat uji sterilitas.
Media uji memenuhi syarat jika terjadi pertumbuhan yang nyata dalam semua wadah media yang diinokulasi dalam kurun waktu 7 hari. Penetapan dapat dilakukan simultan dengan media uji untuk pengujian sterilitas. Sedangkan, uji sterilitas dinyatakan tidak absah, jika media uji menunjukkan respon pertumbuhan yang tidak memadai.
1.      Jika media segar tidak digunakan dalam waktu 2 hari, simpan dalam tempat yang gelap, lebih baik pada suhu 20- 250
2.      Jika media siap pakai disimpan dalam wadah yang tidak tertutup kedap, dapat digunakan selama tidak lebih dari 1 bulan, dengan ketentuan media diuji dalam kurun waktu 7 hari sebelum penggunaan dan indikator warna memenuhi syarat.
3.      Jika disimpan dalam wadah tertutup kedap, media dapat digunakan selama tidak lebih dari 1 tahun, dengan ketentuan fertilitas media diuji setiap 3 bulan dan indikator warna memenuhi syarat.


·           Cairan Pengencer dan Pembilas
1.      Cairan A
Jika Cairan A digunakan untuk uji sterilitas pada spesimen yang mengandung antibiotik golongan penisilin atau sefalosporin, secara aseptik tambahkan sejumlah penisilinase steril ke dalam Cairan A yang digunakan membilas membran untuk menginaktifkan residu antibiotik pada membran setelah larutan spesimen uji di saring.
2.      Cairan D
Jika spesimen uji mengandung lesitin atau minyak, atau untuk uji alat kesehatan steril dengan lumen kecil menggunakan penyaring membran, gunakan cairan A yang ditambah 1 ml polisorbat 80 per L, atur pH hingga 7,1 ±0,2, bagikan dalam labu dan sterilisasi dengan uap air.

3.  Cairan K
pH setelah sterilisasi 6,9±0,2
Sterilisasi dengan uap air

Cairan steril tidak boleh bersifat antibakteri atau antijamur jika digunakan sebagai pelarut, pengencer ataupun pembilas pada uji sterilitas.


·      Bakteriostatik dan Fungistatik
Sebelum melakukan uji sterilitas cara inokulasi langsung terhadap suatu bahan, tetapkan tingkat aktivitas bakteriostatik dan fungistatik dengan prosedur berikut:  
1.      Buat pengenceran biakan bakteri dan jamur tidak kurang dari galur mikroba seperti yang tertera pada Uji Fertilitas.
2.      Inokulasi media uji sterilitas dengan 10 mikroba hingga 100 mikroba viabel, gunakan volume media seperti yang tertera dalam Tabel Jumlah untuk bahan cair pada Pemilihan spesimen uji dan masa inkubasi.
3.      Tambahkan sejumlah tertentu bahan ke dalam setengah dari jumlah wadah yang mengandung inokulum dan media.
4.      Inkubasi wadah pada suhu dan kondisi seperti yang tertera pada tabel selama tidak kurang dari 7 hari.

Tabel  1.Uji Mikroorganisme yang disyaratkan oleh USP untuk Penggunaan dalam meningkatkan Pertumbuhan dan Uji Bakteriostatik / Fungistatik yang digunakan untuk Uji Sterilisasi
Media
Mikroba Uji
Inkubasi

Suhu (0)
Kondisi

Tioglikolat Cair
(1) Bacillus subtilis (ATCC No.6633)*
30-35
Aerobik

(2) Candida albicans (ATCC No.10231)
30-35

(3) Bacteriodes vulgatus (ATCC No.8482)**
30-35

(4) Staphylococcus aureus (ATCC 6538)
30-35

(5) Pseudomonas aeruginosa (ATCC 9027)*
30-35

(6) Clostridium sporogenes (ATCC 11437)
30-35

Tioglikolat alternatif
(1)Bacteriodes vulgatus (ATCC No.8482)**
(2)Clostridium sporogenes (ATCC 11437)**
30-35
Anaerobik


Soybean-Casein Digest
(1) Bacillus subtilis (ATCC No.6633)*
20-25
Aerobik

(2) Candida albicans (ATCC No.10231)
20-25

(3) Aspergillus niger (ATCC 16404)
20-25

                       

Semua organisme yang diperlukan untuk menunjukkan pertumbuhan terlihat dalam waktu tidak lebih dari 7 hari dari uji asli.
Catatan: teknik pemeliharaan biakan lot benih mikroba hidup yang digunakan untuk inokulasi harus digunakan tidak lebih dari 5 bagian dari biakan ATCC.
*) Jika tidak diinginkan mikroba pembentuk spora, gunakan Micrococcus luteus (ATCC No.9341) dengan suhu inkubasi seperti yang tertera dalam Tabel 1.
**) Jika diinginkan mikroba pembentuk spora, gunakan Clostridium sporogenes (ATCC No.11437) dengan suhu inkubasi seperti yang tertera dalam Tabel 1.

Tabel 2. Uji Mikroorganisme yang disyaratkan oleh EP untuk Penggunaan dalam meningkatkan Pertumbuhan dan Uji Bakteriostatik / Fungistatik yang digunakan untuk Uji Sterilisasi
Media
Mikroba Uji
Inkubasi
Suhu (0)
Kondisi
Tioglikolat Cair
(1)Staphylococcus aureus (ATCC 6538)
30-35
Aerobik
(2) Pseudomonas aeruginosa (ATCC 9027)
30-35
(3) Clostridium sporogenes (ATCC 19404)
30-35
Soybean-Casein Digest
(1) Bacillus subtilis (ATCC No.6633)
30-35
Aerobik
(2) Candida albicans (ATCC No.10231)
20-25
(3) Aspergillus niger (ATCC 16404)
20-25

Catatan : pemeliharaan biakan lot benih mikroba hidup yang digunakan untuk inokulasi harus digunakan tidak lebih dari 5 bagian dari biakan ATCC.
Tidak ada media alternatif thioglycollate cairan seperti pada USP XXV. Semua bakteri yang diminta untuk menunjukkan kekeruhan terlihat alam kurun waktu 3 hari inkubasi, sedangkan semua jamur diperlukan untuk menunjukkan kekeruhan terlihat dalam waktu 5 hari inkubasi.
1.      Jika pertumbuhan mikroba uji dalam campuran media bahan secara visual sebanding dengan pertumbuhan dalam tabung kontrol, gunakan jumlah bahan dan media seperti yang tertera pada Tabel Jumlah untuk bahan cair dalam Pemilihan spesimen uji dan masa inkubasi
2.      Jika bahan yang diuji dengan cara seperti di atas adalah bakteriostatik dan atau fungistatik, gunakan sejumlah zat penetral steril yang sesuai, jika tersedia. Kesesuaian zat penetral ditetapkan seperti yang tertera pada uji di bawah ini.
3.      Jika zat penetral tidak tersedia, tetapkan jumlah bahan dan media yang sesuai digunakan seperti yang tertera di bawah.
4.      Ulangi pengujian di atas, gunakan sejumlah tertentu bahan dan volume media yang lebih besar untuk menetapkan perbandingan bahan dan media yang tidak merugikan pertumbuhan mikroba uji.

·         Ketentuan Penambahan atau pengurangan dalam menentukan perbandingan bahan dan media :
1.      Jika sejumlah tertentu bahan dalam 250 ml media masih mempunyai daya bakteriostatik atau fungistatik, kurangi jumlah bahan hingga diperoleh jumlah maksimum yang tidak menghambat pertumbuhan mikroba uji dalam 250 ml media.
2.      Untuk cairan dan suspensi yang jumlahnya kurang dari 1 ml, perbesar jumlah media hingga cukup untuk mengencerkan dan mencegah hambatan pertumbuhan.
3.       Untuk bahan padat yang tidak segera larut atau dapat terdispersi, jika jumlahnya kurang dari 50 mg, perbesar jumlah media hingga cukup untuk mengencerkan dan mencegah hambatan pertumbuhan. Dalam setiap kasus, gunakan perbandingan jumlah bahan dan media yang telah diketahui untuk uji sterilitas.
4.      Jika digunakan penyaringan membran, buat perbandingan yang sama menggunakan sejumlah tertentu bahan uji dan cairan pengencer dan pembilas yang sesuai, bilas membran 3 kali, tiap kali dengan 100 ml cairan pengencer dan pembilas. Inokulasikan sejumlah tertentu mikroba viabel pada cairan pengencer dan pembilas terakhir yang digunakan untuk menyaring bahan uji dan pada cairan pengencer dan pembilas saja. Pertumbuhan mikroba uji dari membran yang digunakan untuk menyaring bahan diikuti cairan pengencer dan pembilas yang telah diinokulasi secara visual sebanding dengan pertumbuhan dari membran yang hanya digunakan untuk menyaring cairan pengencer dan pembilas yang telah diinokulasi.
Karena sifat bahan yang akan diuji bervariasi dan faktor lain yang mempengaruhi pada waktu melakukan uji sterilitas maka perlu diperhatikan ketentuan berikut dalam melakukan uji sterilitas.

1.      Cara Membuka Wadah
a.       Bersihkan permukaan luar ampul, tutup vial, tutup botol menggunakan bahan dekontaminasi yang sesuai, dan ambil isi secara aseptik.
b.      Jika isi vial dikemas dalam hampa udara, masukkan udara steril dengan alat steril yang sesuai, seperti alat suntik dengan jarum yang dilengkapi bahan penyaring untuk sterilisasi.
c.       Untuk kapas murni, perban, pembalut, benang bedah dan bahan farmakope sejenis, buka kemasan atau wadah secara aseptik.

2.      Pemilihan Spesimen Uji dan Masa Inkubasi
a.       Untuk bahan cair, gunakan volume bahan dan media untuk setiap unit dan jumlah wadah per media tidak kurang dari seperti yang tertera pada Tabel Jumlah untuk bahan cair dalam bab ini.
b.       Jika kuantitas isi cukup, bahan dapat dibagi dan ditambahkan pada kedua media.
c.       Jika volume setiap wadah tidak cukup untuk kedua media, gunakan wadah sejumlah dua kali.
d.       Untuk bahan selain cairan, uji 20 unit bahan dengan masing-masing media.
e.        Untuk bahan yang hanya lumennya harus steril, bilas lumen dengan sejumlah media yang sesuai hingga diperoleh kembali tidak kurang dari 15 ml media.
Catatan : Jika tidak dinyatakan lain di dalam monografi atau bab ini, inkubasi campuran uji dengan Media Tioglikolat Cair (atau Media Tioglikolat Alternatif, jika dinyatakan) selama 14 hari pada suhu 300 hingga 350,dan dengan Soybean-Casein Digest Medium pada suhu 200 hingga 250.

A.  Penafsiran Uji Sterilitas
Jika tidak ada bukti nyata pertumbuhan mikroba dalam suatu media kultur uji tabung, setelah memperlakukan  sampel dan  media dengan prosedur yang benar dan kondisi uji sterilitas yang sesuai ketentuan dari USP dan EP, bisa diartikan bahwa terdapat sampel yang banyak mewakili kontaminasi intrinsik. Interpretasi  harus dilakukan oleh orang-orang yang memiliki pelatihan formal dalam  mikrobiologi dan memiliki pengetahuan dasar yang terlibat dalam pengujian kontrol kualitas :
1.      metode sterilisasi Industri dan keterbatasan mereka
2.      Pemrosesan aseptik
3.      Konsep statistik yang melibatkan banyak sampling untuk perwakilan artikel
4.      Prosedur pengendalian Lingkungan yang digunakan dalam fasilitas uji
Jika pertumbuhan mikroba ditemukan atau jika uji sterilitas dinilai tidak valid karena kondisi lingkungan yang tidak memadai, uji sterilitas dapat diulang.
Berdasarkan FI 4, penafsiran uji sterilitas terdiri dari dua tahap:
1.    Tahap pertama
a.       Pada interval waktu tertentu dan pada akhir periode inkubasi, amati isi semua wadah akan adanya pertumbuhan mikroba seperti kekeruhan dan /atau pertumbuhan pada permukaan. Jika tidak terjadi pertumbuhan, maka bahan uji memenuhi syarat.
b.      Jika ditemukan pertumbuhan mikroba, tetapi peninjauan dalam pemantauan fasilitas pengujian steriitas, bahan yang digunakan, prosedur pengujian dan kontrol negatif menunjukkan tidak memadai atau teknik aseptik yang salah digunakan dalam pengujian, tahap pertama dinyatakan tidak absah dan dapat diulang.
c.       Jika pertumbuhan mikroba teramati tetapi tidak terbukti, uji tahap pertama tidak absah, lakukan tahap kedua.

2.    Tahap Kedua
Jumlah spesimen uji yang diseleksi minimum dua kali jumlah dari jumlah tahap pertama. Volume minimum tiap spesimen yang diuji dan media dan periode inkubasi sama seperti yang tertera apada tahap pertama.
a.       Jika tidak ditemukan pertumbuhan mikroba, bahan yang diuji memenuhi syarat.
b.      Jika ditemukan pertumbuhan, hasil yang diperoleh membuktikan bahwa bahan uji tidak memenuhi syarat.
c.       Jika dapat dibuktikan bahwa uji pada tahap kedua tidak absah karena kesalahan atau teknik aseptik tidak memadai, maka tahap kedua dapat diulang.
[Catatan. Jika uji sterilitas digunakan sebagai bagian penilaian terhadap produksi lot atau bets atau serentak sebagai satu kriteria pengawasan mutu untuk melepas lot atau bets, seperti yang tertera pada Sterilitas dan Jaminan sterilitas Bahan Kompendia]

·         Rimgkasan Uji Sterilitas
























2.3. PENGUJIAN PIROGEN

Pirogen merupakan substansi yang mampu menyebabkan demam dan sering mencemari sediaan farmasi. Ketika Diinjeksikan ke dalam tubuh manusia dalam jumlah cukup besar, pirogen dapat menyebabkan beberapa raksi samping fisiologi dan reaksi yang paling umum yang ditimbulkan yaitu peningkatan temperatur tubuh, dimana hal ini berdasarkan nama “pirogen” dari pngertian arti Yunani (Piro= panas, gen = permulaan/awal).  Reaksi pirogen umumnya jarang berakibat fatal sampai pasien merasa sakit dengna adanya peningkatan dosis.

Tabel 3. Reaksi Samping Pirogen pada Manusia
Primer
Sekunder
Peningkatan suhu tubuh
Vasokonstriksi Kutan
Dilatasi pupil
Nausea dan Malaaise
Diare
Sakit kepala
Hiperglikemis
Berkeringat
Penurunan motilitas lambung
Penurunan tekanan darah arteri
Leukositosit

Pirogen berasal dari mikroorganisme. Semua mikroba pada umumnya menghasilkan pirogen, namun pirogen yang berdaya paling poten yaitu yang dihasilkan oleh bakteri gram negatif yang berasal dari lipopolisakarida (LPS)  atau yang dikenal juga dengan endotoksin. yang berasal dari membran terluar bakteri gram negatif.








Gambar 1. Skema 3 lapisan dinding sel bakteri gram negatif
 
 














Oleh karena pirogen cukup berbahaya jika terkontaminasi ke dalam tubuh manusia, maka dilakukanlah uji pirogenitas pada sediaan steril. Uji pirogenitas dimaksudkan untuk membatasi resiko reaksi demam yang dapat diterima oleh pasien apabila diinjeksi dengan suatu sediaan farmasi. Sampai saat ini, substansi pirogenik yang diketahui paling aktif dan paling sering mencemari sediaan farmasi adalah endoktoksin.
Uji pirogenitas umumnya menggunakan kelinci. Pengujian pada kelinci ini pertama kali dilakukan oleh Hort dan Penfold pada tahun 1911. Kemudian pengujian ini ditetapkan di USP pertama kali pada tahun 1942 dan merupakan pengujian resmi untuk menentukan non-pirogenitas sediaan farmasi. Dengan demikian lebih dari 40 tahun perusahaan farmasi telah melakukan pengujian pirogenitas dengan menggunakan kelinci. Sejak diketahui bahwa endotoksin ternyata mampu menggumpalkan sel darah Limulus, kemudian dikembangkan suatu pengujian untuk mendeteksi adanya endotoksin dengan menggunakan reagensia yang dibuat dari sel darah Limulus. Pengujian ini kemudian dikenal sebagai metode Limulus Amebocyt Lysate (LAL).
Metode LAL merupakan pengujian in vitro; maka mulailah perusahaan-perusahaan melihat kemungkinan untuk menggantikan uji pirogenitas kelinci dengan metode LAL. Mulai saat itu muncullah argumentasi-argumentasi sebagai akibat perbandingan antara uji kelinci dan uji LAL. Sebagian menyatakan keuntungan-keuntungan menggunakan uji LAL dan kerugian-kerugian uji kelinci. Dilain pihak ingin mempertahankan kelinci dalam melakukan pengujian pirogenitas suatu sediaan

2.3. 1. Uji Pirogenitas Menggunakan Kelinci
            Uji pirogenitas menggunakan kelinci pertama kali diperkenalkan oleh Hort dan Penfold pada tahun 1911. Dalam percobaan mereka dengan kelinci didapatkan hasil bahwa faktor terkait yang menyebabkan peningkatan temperature pada kelinci  yaitu setelah penginjeksian ekstrak kultur bakteri, sedangkan dengan larutan steril bebas dari endotoksin tidak menyebabkan efek samping terebut.

·      Tes Hewan
            Kelinci digunakan sebagai model uji pirogen dikarenakan kelinci menghasilkan respons fisiologi yang serupa dengan manusia terhadap pirogen. Griesman dan Hornick menunjukkan bahwa kelinci dan manusia menghasilkan respon yang sama terhadap kuantitas nanogram/kilogram dari pirogen. Untuk uji tersebut digunakan kelinci dewasa sehat yang ditempatkan masing-masing satu kelinci dalam satu kandang pada suhu 20-23 dan bebas dari gangguan yang menimbulakan kegelisahan. Untuk kelinci yang belum pernah digunakan untuk uji pirogen, adaptasikan kelinci tidak lebih drai 7 hari dengan uji pendahuluan yang me;iputi tahap pengujian yang tertera pada prosedur, kecuali penyuntikan. Kelinci tidak boleh digunakan untukuji pirogen lebih dari sekali dalam waktu 48 jam atau sebelum 2 minggu setelah digunakan untuk uji pirogen bila menunjukkan kenaikan suhu maksimum 0, 60 atau lebih, atau bila setelah digunakan untuk melakukan uji sediaan uji yang mengandung pirogen.

·         Prosedur uji pirogen FI IVdan USP
Lakukan pengujian dalam ruang terpisah yang khusus untuk uji pirogen dan dengan kondisi lingkungan yang sama dengan ruang pemeliharaan, bebas dari keributan yang menyebabkan kegelisahan. Kelinci tidak diberi makan selama waktu pengujian. Minum dibolehkan pada setiap saat, tetapi dibatasi saat pengujian. Apabila pengujian menggunakan termistor, masukkan kelinci ke dalam kotak penyekap sedemikian rupa sehingga kelinci tertahan dengan letak leher yang longgar sehingga dapat duduk dengan bebas. Tidak lebih dari 30 menit sebelum penyuntikan larutan uji, tentukan “suhu awal” masing-masing kelinci yang merupakan dasar untuk menentukan kenaikan suhu. Beda suhu tiap kelinci dalam satu kelompok tidak boleh lebih dari 10 C dan suhu awal setiap kelinci tidak boleh lebih dari 39,80 C.
Kecuali dinyatakan lain pada masing-masing monografi, suntikkan 10 ml per kg BB, melalui vena tepi telinga 3 ekor kelinci dan penyuntikan dilakukan dalam waktu 10 menit. Larutan uji berupa sediaan yang bila perlu dikonstitusi seperti yang tertera pada etiket maupun bahan uji yang diperlakukan seperti yang tertera pada masing-masing monografi dan disuntikkan dengan dosis seperti yang tertera. Untuk uji pirogen alat atau perangkat injeksi, gunakan sebagai larutan uji hasil cucian atau bilasan dari permukaan alat yang berhubungan langsung dengan sediaan parenteral, tempat penyuntikkan atau jaringan tubuh pasien. Semua larutan harus bebas dari kontaminasi. Hangatkan larutan pada suhu 370 ± 20 C  sebelum penyuntikan. Rekam suhu berturut-turut antara jam ke-1 dan jam ke-3 setelah penyuntikan dengan selang waktu 30 menit.


·         Prosedur Uji Kelinci
  1. Istirahatkan telinga dengan cara memegang telinga kelinci dengan tangan kiri dan kondisikan telinga kea rah bawah dengan ibu jari seperti pada gambar berikut:
  1. Mengenalkan jarum dimana  ujung jaum diposisikan ke atas dekat ujung vena telinga.
  2. Perlahan-lahan menyuntikkan sejumlah kecil sampel untuk menentukan apakah jarum berada dalam lumen pembuluh darah. Jika tidak, gelembung akan terbentuk atau akan dirasakan backpressure.
  3. Menjaga tekanan stabil pada plunger alat suntik dan injeksi dilakukan selama  10 menit. Biasanya, waktu durasi untuk infus kurang dari 10 menit.
  4.  Tarik jarum dan tekan dengan ibu jari di tempat injeksi untuk menghambat pendarahan dan jaringan parut.



·         Penafsiran Berdasarkan FI IV
Setiap penurunan suhu dianggap nol. Sediaan memenuhi syarat apabila tak seekor kelincipun menunjukkan kenaikan suhu 0,50 C atau lebih. Jika ada kelinci yang menunjukkan kenaikan suhu 0,50 C atau lebih lanjutkan pengujian dengan menggunakan 5 ekor kelinci. Jika tidak lebih dari 3 ekor dari 8 ekor kelinci masing-masing menunjukkan kenaikan suhu 0,50 C atau lebih dan jumlah kenaikan suhu maksimum 8 ekor kelinci tidak lebih dari 3,30 C sediaan dinyatakan memenuhi syarat bebas pirogen.

·         Penafsiran Berdasarkan USP
Berdasarkan Issue of Pharmacopeial Forum Juli/Agustus 1991, larutan dapat dinilai bebas pirogen jika tidak ada kelinci yang menunjukkan kenaikan suhu 0,5°C atau lebih di atas suhu kontrolnya. Jika kondisi ini tidak terpenuhi, uji harus dilanjutkan ke tahap kedua. Tidak ada lagi kondisi kedua yang melibatkan jumlah suhu individu. Pada tahap kedua, ditambahkan lima kelinci yang diberi persiapan baru yang sama dengan tiga kelinci sebelumnya. Larutan dapat dinilai bebas pirogen jika tidak lebih dari tiga dari delapan kelinci menunjukkan kenaikan suhu individu sebesar 0,5°C atau lebih.
The U.S. Public Health Requirements for Biological Products, menilai larutan mengandung pirogen jika setidaknya setengah dari kelinci yang diuji menunjukkan kenaikan suhu 0,6°C atau lebih, atau jika kenaikan suhu rata-rata semua kelinci adalah 0,5°C atau lebih.
Pada BP, uji pirogen menggunakan skala geser yang didasarkan pada 3 kelinci dan tambahan kelompok dari 3 kelinci, jika diperlukan, untuk total 12 kelinci. Skala ini ditunjukkan pada Tabel 2.1 dengan uji pada USP untuk perbandingan.

Tabel 4. Perbandingan Persyaratan Tes Pirogen USP (Farmakope Amerika) dan BP (Farmakope Inggris)
Jumlah Kelinci
Maximum Total Peak Response (0C) to pass the test
Maximum Total Peak Response (0C) to fail the test
USP
BP
USP
BP
3
1,4
1,15
1,4
2,65
6
-
2,80
-
4,30
8
3,7
-
3,7
-
9
-
4,45
-
5,95
12
-
6,60
-
6,60


·         Keterbatasan Uji Pirogen Kelinci USP
Pada USP, uji pirogen kelinci memiliki beberapa keterbatasan, dimana yang ditetapkan kesempatan untuk uji Limulus Amebocyte Lysate sebagai alternatif yang mungkin untuk uji kelinci sebagai prosedur uji pirogen resmi.

Model In Vivo
Sebuah metode pengujian (model in vivo) yang menggunakan hewan hidup sebagai model, tentu memberikan sejumlah masalah yang ditawarkan oleh sistem biologi. Variabilitas dalam sistem biologi menimbulkan masalah besar. Tidak ada dua kelinci akan memiliki suhu tubuh yang persis sama atau identik merespon terhadap sampel pirogenik yang sama. Kelinci sangat sensitif dan rentan terhadap lingkungannya. Hal Ini diartikan menjadi sebuah proposisi mahal dalam hal fasilitas, kontrol lingkungan, dan penyesuaian hewan.
Pengujian pirogen kelinci tidak hanya mahal, tetapi juga melelahkan. Beberapa jam dihabiskan dalam melakukan uji pirogen, termasuk sejumlah besar perlakuan awal dalam penyiapan hewan. Kelinci harus diberi makan dan minum dengan benar, kandang dibersihkan untuk mencegah penyakit, dan waktu yang dihabiskan dalam penyesuaian hewan untuk beradaptasi dengan kondisi fasilitas pengujian pirogen dan uji itu sendiri.



► Sensitivitas Kelinci terhadap Pirogen
Respon pirogen pada kelinci bergantung pada dosis. Semakin besar jumlah pirogen yang disuntikkan per kg BB, maka semakin besar kenaikan suhu pada kelinci. Hal ini ditunjukkan pada Tabel 2.4, diambil dari sebuah laporan oleh Mascoli dan Weary.
Studi kolaboratif dimulai di bawah naungan Asosiasi Produsen Industri Kesehatan (HIMA) yang ditunjukkan bahwa kelinci dari 12 laboratorium secara konsisten gagal uji pirogenik pada dosis 1,0 ng per ml (10 ml/kg dari 10 ng/kg endotoksin) dari endotoksin Escherichia coli 055:B5, dan semua koloni lulus (tidak pirogenitas) pada 0,156 ng/kg dosis (atau 0,156 ng/ml menggunakan 10 ml/kg dosis). Penelitian yang sama dilaporkan bahwa "rata-rata" koloni kelinci akan mencapai 50% lulus/gagal dengan tingkat kepercayaan 95% pada tingkat endotoksin di atas 0,098 ng/ml (10 ml/kg dosis). Uji LAL umumnya akan mendeteksi tingkat endotoksin dari 0,025 ng/ml atau kurang. Dengan demikian, uji kelinci kurang sensitif terhadap endotoksin dibandingkan dengan pengujian LAL.
Variasi dari kelinci-ke-kelinci dalam menanggapi banyak larutan pirogenik yang sama ditunjukkan oleh Mascoli dan Weary. Seperti terlihat pada Tabel 2.2, standar deviasi dan koefisien  dari variasi nilai-nilai yang agak tinggi di antara delapan kelinci yang diberikan dosis endotoksin identik. Penelitian HIMA melaporkan bahwa dari 12 laboratorium melakukan uji kelinci pirogen, 4 melewati tingkat 2,5 ng endotoksin per kg.


Tabel 5. Hasil Uji Pirogen Delapan Kelinci dalam Saline dengan Escherichia coli 055: BS Menggunakan Kelinci 3-5 kg
E. coli endotoxin concentration (ng/ml)
Volume Solution Injected (ml/kg)
USP Total Temperature increase (0C)
Mean Temperature increase (0C)a
Standard Deviation (0C)b
Coefficient of Variation (%)
3,125
1,0
7,80c
0,975
0,246
25,2
1,56
1,0
4,75c
0,594
0,218
36,7
1,00
1,0
3,70c
0,462
0,158
34,2
0,78
1,0
1,40
0,144
0,208
144,4
0,39
1,0
1,00
0,088
0,187
212,5
0,195
1,0
1,20
0,150
0,065
43,3
a Nilai negatif suhu kelinci dikeluarkan dari penentuan jumlah kenaikan suhu menurut USP.
b Nilai negatif suhu kelinci termasuk penentuan jumlah dan standar deviasi untuk mengambarkan total variabilitas.
c Kriteria gagal uji USP dari total peningkatan sebesar 3,7°C

Sensitivitas dari bioassay kelinci untuk endotoksin muncul jatuh dalam kisaran 1 sampai 10 ng/kg. Greisman dan Hornick menemukan bahwa ambang batas dosis pirogenik dari endotoksin E. coli baik untuk kelinci dan manusia adalah 1,0 ng/kg BB. Sensitivitas pada uji kelinci bergantung pada besarnya dosis yang diberikan.
Sensitivitas kelinci terhadap endotoksin bervariasi dengan hari (sirkadian) dan tahun (cirannual). Kenaikan terbesar suhu untuk setiap dosis pemberian endotoksin terjadi pada sore hari, sementara kenaikan paling rendah terjadi pada tengah malam. Pada tengah malam, sensitivitas terbesar terlihat pada akhir Oktober, sedangkan yang paling rendah terlihat pada akhir April. Namun, ini berlawanan pada pukul 10:00 pagi. Meskipun tidak praktis sama sekali, disarankan dalam laporan ini bahwa koloni kelinci diuji untuk sensitivitasnya pada awal setiap bulan dan pada jam-jam ketika produk akan diuji secara normal. Dengan demikian, variabilitas musiman dalam sensitivitas dapat dikendalikan.


·         Gangguan dari Uji Pirogen Kelinci
Banyak produk parenteral yang diberikan tidak dapat diuji untuk pirogen dengan uji kelinci karena gangguan yang mereka buat dalam respon kelinci terhadap pirogen jika mereka hadir dalam produk tersebut. Setiap produk memiliki efek samping menurunkan suhu badan, seperti prostaglandin dan agen kemoterapi kanker, akan mengganggu respon kelinci. Beberapa produk secara inheren toksik untuk kelinci (lihat Tabel 2.3) dan harus diencerkan dengan konsentrasi jauh di bawah dosis farmakologis efektif obat.

Tabel 6. Contoh Obat dan Produk Obat yang Tidak Cocok untuk Pengujian Pirogen menurut USP
Most cancer chemotherapeutic agents
Most anesthetics, muscle relaxants, and sedatives
Sterile betamethasone sodium phosphate solution
Chlorpheniramine injection
Magnesium sulfate
Metocurine iodide injection
Perphenazine
Thiopental sodium for injection

            Meskipun sebagian besar keterbatasan dan kekacauan hari ini uji LAL, tidak boleh dilupakan bahwa uji pirogen kelinci USP selama beberapa dekade telah dianggap sebagai test yang cukup sensitif untuk pirogen dan telah membantu untuk menghilangkan kontaminasi pirogenik dari obat-obat  yang telah mencapai pasar, walaupun sebagian besar farmasetikal dan produsen peralatan farmasi saat ini menggunakan uji LAL untuk tes pirogen.


2.4.      UJI LIMULUS AMEBOCYTE LYSATE (LAL)

·         Sejarah dan Latar Belakang
Levin dan Bang meneliti studi mekanisme pembekuan darah lobster, ikan, dan kepiting. Otopsi kepiting tapal kuda mati mengungkapkan koagulasi intravaskuler. Darah beku dikultur dan ditemukan mengandung bakteri gram negatif, seperti E. coli dan Pseudomonas. Uji lebih lanjut menunjukkan bahwa sel amebocyte darah dari darah kepiting tapal kuda itu sangat sensitif terhadap kehadiran endotoksin, zat beracun dibebaskan oleh disintegrasi sel bakteri. Substansi dalam amebocytes bertanggung jawab untuk bereaksi dengan endotoksin yang dikenal sebagai clottable protein. Dalam gambaran sel amebocyte oleh efek osmotik, indikator biokimia paling sensitif dari adanya endotoksin diproduksi, maka diberi nama uji Limulus Amebocyte Lysate.
Limulus polyphemus (lihat Gambar 2) hanya ditemukan di lokasi tertentu di sepanjang Pantai Timur Amerika Utara dan pantai-pantai di sepanjang Asia Tenggara. Hati dari kepiting dewasa yang tertusuk dan berdarah untuk mengumpulkan sel-sel darah amebocyte yang beredar. Hati-hati dilakukan, prosedur ini tidak fatal bagi kepiting, dan di restorasi yang tepat, kepiting dapat digunakan lagi. Sejak amebocytes bertindak sebagai aktivator dari mekanisme koagulasi dalam kepiting, agen antiaggregating harus ditambahkan untuk menghambat agregasi. N-Ethylmaleimade adalah yang paling umum digunakan sebagai anti-aggregant.



Gambar 2  Limulus polyphemus, sumber dari reagen Limulus Amebocyte Lysate

 
 
Uji LAL adalah cara yang paling sensitif dan spesifik tersedia untuk layar obat manusia, biologis, obat hewan, peralatan medis dan bahan baku untuk tingkat berbahaya dari kehadiran endotoksin. Reagen LAL disusun dari sel-sel darah yang beredar dari kepiting tapal kuda (Limulus Polyphemus). Limulus Amebocyte Lysate (LAL) digunakan untuk mendeteksi endotoksin yang terkait dengan bakteri gram negatif. Lysate ini disusun dari amebocytes beredar dari kepiting horsehoe (Limulus Polyphemus).
Deteksi endotoksemia dengan uji LAL pertama kali dilakukan oleh Fossard, dkk pada tahun 1974. Mereka menyimpulkan bahwa uji LAL cepat dan dapat diandalkan, metode sederhana untuk mendeteksi endotoksemia. Deteksi dini dan pengobatan infeksi yang kuat dengan uji LAL digunakan untuk memantau efektivitas pengobatan.

Ada empat metode LAL saat ini dilisensi oleh FDA. Yang pertama, disebut sebagai metode gel-clot didasarkan pada kenyataan bahwa LAL gumpalan di hadapan endotoksin. Metode turbidimetrik kinetik adalah metode kuantitatif yang digunakan LAL kekeruhan penampilan untuk menentukan konten endotoksin. Metodologi yang ketiga dan keempat, disebut sebagai chromogenic assaysemploy, sebuah chromogenic substrat sintetis yang, di hadapan LAL dan endotoksin, menghasilkan warna kuning yang berhubungan linier terhadap konsentrasi endotoksin.
DeMurphy dan Aneiros menggunakan uji LAL metode mikro untuk mendeteksi pirogen di radiofarmasi, termasuk koloid belerang, pirofosfat, piridoxiliden glutamat, albumin serum manusia, dan makroagregat albumin manusia. Mereka menyimpulkan bahwa tes ini terbukti ekonomis, mudah, cepat, sensitif, dan dapat diandalkan. Uji dimasukkan ke dalam program pengawasan mutu rutin tidak hanya untuk radiofarmasi tetapi juga untuk semua cairan parenteral dan larutan yang digunakan dalam penyusunan kit dalam kedokteran nuklir.
Rhodes dan Croft mencantumkan enam alasan mengapa uji LAL lebih disukai daripada uji kelinci untuk pengujian pirogen radiofarmasi dan kit reagen:
1.      Lebih sensitif.
2.      Lebih cepat.
3.      Membutuhkan jumlah yang lebih kecil dari bahan uji.
4.      Kedua kontrol positif dan negatif dapat dilakukan bersama dengan masing-masing tes.
5.      Tidak menghasilkan radioaktivitas dalam kelinci sehingga lebih disukai dari sudut pandang keamanan radiologis.
6.      Lebih murah dan lebih mudah dalam penyimpanan.

Uji LAL untuk pirogen dalam sediaan parenteral pertama kali digunakan oleh Cooper et al. Uji LAL ditemukan lebih sensitif dan lebih bijaksana daripada uji pirogen kelinci dalam pengujian produk obat radioaktif. Mallinckrodt, Incorporated, pendiri pertama yang berhasil, fasilitas produksi skala besar untuk LAL di Chincoteague, Virginia, pada tahun 1971.
Pada 12 Januari 1973 (Federal Register 38, 1404), Food and Drug Administration (FDA) menyatakan bahwa LAL adalah produk biologis dan oleh karena itu harus mengacu pada lisensi di bawah Pasal 351 dari Undang-Undang Dinas Kesehatan. Spesifikasi tentang kemurnian dan potensi LAL diusulkan oleh FDA Bureau of Biologics (sekarang CBER) pada akhir tahun itu (September 18, 1973; 38 FR 26130). Pada tahun-tahun berikutnya, data yang tersedia dan pengalaman dengan uji LAL terakumulasi, dengan penggunaan utama sebagai sebuah uji in-process endotoxin. Akhirnya, FDA mengumumkan kondisi di mana uji LAL dapat digunakan sebagai tes produk akhir untuk produk-produk biologi berlisensi dan alat kesehatan (November 4, 1977; 42 FR 57749). Hal ini diikuti oleh draft pedoman yang diterbitkan oleh Office of Medical Devices for using the LAL test for medical secara eksklusif (20 Maret 1979).
Dalam Federal Register 18 Januari 1980 (45 FR 3668), FDA menerbitkan pemberitahuan untuk mengumumkan draft pedoman yang dapat diterima yang menjelaskan kondisi untuk memvalidasi uji LAL sebelum digunakan sebagai uji endotoksin akhir untuk produk akhir untuk manusia dan injeksi produk obat veterinary. Komentar pada dua pedoman rancangan (Maret 1979 dan Januari 1980) menghasilkan draft pedoman tunggal untuk memvalidasi uji LAL sebagai uji endotoksin produk akhir obat parenteral manusia dan hewan, produk-produk biologi, dan alat-alat kesehatan; ini diterbitkan pada 2 Februari 1983, dan diumumkan pada 29 Maret 1983 (48 FR 13096).

·         Mekanisme Reaksi
Elusidasi dari reaksi endotoksin-LAL telah dihasilkan terutama dari karya oleh Liu et al., Takagi et al., dan Mosesson et al. Menggabungkan hasil dari peneliti ini menghasilkan reaksi yang diusulkan sebagai berikut:
  1. Endotoksin atau disusun sesuai lipid A dari derivate endotoksin mengaktifkan proenzyme dari LAL yang memiliki berat molekul 150.000
  2. Aktivasi juga tergantung adanya kation logam divalen seperti kalsium, mangan, atau magnesium. Telah terbukti bahwa sensitivitas LAL assay untuk deteksi endotoksin dapat meningkat 10 sampai 30 kali dengan menggunakan reagen LAL yang mengandung 50 mM magnesium.
  3. Aktivasi proenzyme, terkait dengan kelas protease serin seperti enzim trombin, tripsin, dan faktor Xa, kemudian bereaksi dengan fraksi protein berat molekul rendah (MW_ 19.000-25.000) yang terdapat juga dalam substansi LAL.
  4. Fraksi berat molekul lebih rendah, yang disebut coagulogen, dipotong oleh proenzyme ke dalam subunit larut dan tak larut. Subunit tak larut muncul sebagai gumpalan padat, endapan, atau larutan keruh, tergantung pada jumlah coagulogen tak larut oleh produk yang dibentuk.

 Ringkasan Standar FDA Mengatur Pembuatan Reagen Limulus Amebocyte Lysate
·         Penggunaan Endotoksin Standar AS untuk menentukan sensitivitas LAL.
·         Penggunaan LAL Referensi AS untuk menetapkan potensi LAL.
·         Perhitungan potensi tiap sejumlah LAL dan LAL Referensi AS menggunakan Endotoksin Standar AS.
a.       Uji minimum 20 dari maksimum 28 botol per setiap bejana pengeringan.
b.      99% batas atas fiducial dari standar deviasi rasio log referensi dan uji lysates untuk 20 vial tidak lebih besar dari 0,73.
·         Persyaratan umum.
a.      Menangani kepiting tapal kuda sedemikian rupa untuk memungkinkan mereka dikembalikan hidup pada lingkungan alam mereka setelah single collection of blood.
b.      Lakukan uji sterilitas massal dan pada setiap pengisian.
c.       Jalankan uji kontrol negatif dari lysate.
d.      Uji untuk kelembaban residual.
·         Berbagai pelabelan.
·         Jumlah sampel yang tepat (tidak kurang dari 28 botol) dan dokumentasi pembuatan pada setiap pengisian, tanggal pengujian, dan hasil dari semua uji harus disampaikan kepada Director, Bureau of Biologics, FDA.
Oleh karena itu, reaksi koagulasi membutuhkan tiga faktor selain endotoksin. Ketiga faktor itu-enzim pembekuan darah, clottable protein (coagulogen), dan beberapa kation divalen-ditemukan pada reagen LAL. Skema reperesentasi mekanisme reaksi LAL ditemukan pada Gambar..3.

·         Prosedur Uji LAL
Cooper adalah orang pertama yang menggambarkan metode dan bahan yang dibutuhkan untuk melakukan uji LAL untuk pirogen secara benar. Sementara itu, meskipun uji LAL merupakan prosedur yang relatif sederhana, terutama bila dibandingkan dengan uji kelinci menurut USP, namn kondisi spesifik tertentu harus dipenuhi. Hal yang haus diperhatikan antara lain. :

Gambar. 3 Skema Representasi dari mekanisme reaksi LAL.

1.      Semua bahan yang akan berkontak dengan reagen LAL atau sampel uji harus dibersihkan dan didepirogenasi secara menyeluruh.
2.      Suhu reaksi tidak dapat diluar rentang 36-380C.
3.      Campuran reaksi harus berada dalam kisaran pH 5-7.
4.      Waktu reaksi harus tidak lebih dari 1 jam.
5.      Setiap pengujian harus disertai dengan kontrol positif dan negatif

Prosedur dasar pengujian LAL adalah kombinasi 0,1 ml sampel uji dengan 0,1 ml reagen LAL. Setelah 1 jam inkubasi pada suhu 370C, campuran dianalisis untuk melihat adanya sebuah gumpalan gel. Uji LAL positif, menunjukkan adanya endotoksin, jika gumpalan gel menjaga integritasnya setelah inversi lambat dari tabung reaksi berisi campuran (lihat Gambar.4).
Petunjuk lengkap untuk melakukan uji LAL ditemukan pada kit uji LAL dari produsen komersial. USP (edisi 22) juga berisi petunjuk untuk menggunakan uji LAL untuk memperkirakan konsentrasi endotoksin bakteri dalam sampel bahan. Instruksi-instruksi ini diringkas dengan komentar di bawah ini:
Gambar 4. Sebuah tes gel LAL bekuan positif ditandai oleh pembentukan gel padat yang tetap utuh di dasar tabung pada inversi. (Courtesy of BioWhittaker, Inc, Walkersville, Maryland).

►Pendahuluan
1.        Teknik aseptik yang ketat harus digunakan untuk menghindari kontaminasi mikroba selama melakukan tes.
2.        Semua wadah dan peralatan yang digunakan harus bebas pirogen. Pemanasan pada 2500C atau lebih untuk minimal 60 menit untuk mendepirogenasi barang tersebut
3.        Semua barang pecah belah harus dicuci dengan deterjen sebelum depirogenasi panas kering. Jika deterjen tidak sepenuhnya dicuci, akan mengganggu dan menyebabkan reaksi hasil negatif yang salah
4.        Mematuhi semua tindakan pencegahan dalam merekonstitusi dan menyimpan reagen uji. Jangan simpan endotoksin encer digunakan untuk menentukan sensitivitas LAL karena hilangnya aktivitas oleh adsorpsi pada permukaan kaca. Masa simpan normal untuk reagen LAL adalah 4 minggu pada suhu dingin setelah rekonstitusi.


·         Prosedur Tes Limulus Amoebisit Lysate (LAL Test)
Copper yang pertama kali memperkenalkan metode dan bahan apa saja yang dibutuhkan dalam tes LAL untuk pirogen.
Kondisi khusus yang butuhkan dalam proses pelaksanaan tes LAL:
·         Semua bahan yang kontas langsung dengan reagen LAL seluruhnya harus bersih dan bebas dari pirogen. Pemanasan dilakukan pada suhu 2500C atau lebih sekurang –kurangnya selama 1 jam.
·         Semua peralatan kaca harus dibersihkan dahulu dengan detergen sebelum dilakukan depirogenasi panas kering.
·         Suhu yang dibutuhkan saat reaksi harus dalam interval 360-380C
·         pH dalam reaksi pencampuran harus berada dalam interval pH 5-7
·         Setiap reaksi yang dilakukan harus disertai blanko positif dan negatifnya

Prosedur pelaksanaan:
1.      Siapkan 0,1 ml sampel tes dan 0,1 ml reagen LAL
2.      Campur keduanya kemudian di inkubasi selama 1 jam pada suhu 370C
3.      Setelah di inkubasi, campuran tersebut kemudian dianalisis untuk mengetahui ada atau tidaknya gumpalan gel
4.      Tes LAL dikatakan positif berarti ada indikasi adanya endotoksin jika gumpalan gel tetap bertahan tidak jatuh saat tabung dibalikkan.


► Standard Penentuan Endotoksin
Referensi Standard Endotoksin (RSE) yang pertama kali adalah Lot-EC2 yang didefinisikan 1 Endotoxin Unit (EU) dalam 0,2 ng standard dan dalam 1 vial terdapat 10.000 EU.
Standard lain yang umumnya digunakan adalah CSE (Control Standard Endotoxin) yang harus di standardisasi kembali terhadap RSE. Berikut standardisasi yang dilakukan:
·         Minimal 4 vial yang mengandung gumpalan di uji dengan menentukan titik akhir dengan LAL.
·         Konversi titik akhir CSE yang berupang/ml kedalam RSE yang memiliki satuan endotoxin unit per milliliter. Jadi, jika titik akhir LAL pada CSE 0,018 ng/ml dan titik akhir LAL pada RSE 0,3 EU/ml maka,
o   RSE 0,3 EU/ml = 16,6 EU/ng CSE,
o   CSE 0,018 ng/ml
Jadi, 0,018 ng CSE setaradengan 0,3 EU RSE.

►Prosedur Manual Tes LAL
Lakukan pengulangan sampling minimal 4 kali pada sampel yang akan digunakan. pH yang akan digunakan dalam reaksi pencampuran berada dalam range 6-7,5 kecuali dinyatakan lain secara spesifik dalam monografi. Perubahan pH dapat dikendalikan dengan penambahan buffer tertentu atau campuran endotoksin bebas 0,1 NaCl dan 0,1 HCl.
Tes pipa, menggunakan 10 pipa dengan ukuran 7,5 mm dimana semuanya dimasukkan aliquot biasanya sebanyak 0,1 ml. Kemudian, reagen LAL di siapkan sebanyak volume aliquot yang digunakan sebelumnya. Dalam tes pipa lainnya, jumlah volume reagen LAL dan endotoksin starndard dijumlahkan.
Kontrol positif adalah reagen LAL dengan sampel yang mengandung konsentrasi endotoksin yang telah diketahui. Sedangkan kontrol negatif adalah reagen LAL ditambah jumlah volume sampel steril yang sama yaitu jumlah pirogen dan pelarut bebas.
Saat jumlah volume yang sama tersebut dicampurkan, tes pipa dimulai dengan diputar perlahan-lahan. Kemudian pipa tersebut ditempatkan pada temperatur yang konstan pada water bath menggunakan kontrol suhu 370C ± 10C. Waktu inkubasi idealnya 60 menit. Pada saat inkubasi, pipa jangan sampai terjadi gangguan seperti digerakkan dan sebagainya khawatir akan ada gumpalan yang akan lepas secara irreversibel sehingga mengurangi hasil akhirnya. Setelah inkubasi, keluarkan pipa secara hati-hati.
Analisis hasil inkubasi dengan menggunakan microskop. Satu kaca objek dapat mengidentifikasi 12 sampel menggunakan volume mikroliter 0,1 mikroliter. Tambahkan toluidin biru 0,1% dalam etanol ke dalam kaca tersebut. Positif uji LAL ditandai dengan adanya drople-droplet biru sedangkan hasil negatifnya berupa warna biru yang homogen tanpa adanya droplet.

► Sensitivitas dari LAL
Sensitivitas dari LAL didefinisikan sebagai konsentrasi terendah dari endotoksin yang murni yang memproduksi gel keras yang akan tetap utuh ketika ditelungkupkan secara hati-hati selama 1 jam inkubasi pada suhu 370 C. Pada umumnya, terlihat bahwa uji LAL sensitif terhadap satuan pictogram dari endotoksin, dan LAL test ini 5-50 kali lebih sensitif dibandingkan dengan uji kelinci terhadap keberadaan endotoksin, bergantung pada jenis studi perbandingan yang dilakukan.
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh cooper et al menunjukkan bahwa uji LAL  setidaknya lima kali lebih sensitif terhadap endotoksin murni dibandingkan dengan uji kelinci. Hal ini kemudian  ditegaskan kembali oleh Elin dan Wolff.  Perbaikan dalam produksi LAL dan metode formulasi akan meningkatkan sensitivitas dari LAL 10 sampai 50 kali lebih besar dibandingkan dengan uji kelinci.
Ronneberger menemukan bahwa LAL test memberikan hasil yang sama atau 10 kali lebih sensitif dibandingkan dengan uji kelinci menggunakan lipopolisakarida dari bakteri gram negatif yang berbeda (table 2.5). Pada lebih dari 300 sampel obat, uji LAL dan uji kelinci memberikan hasil yang sama, meskipun injeksi dalam volume besar menghasilkan sensitivitas yang rendah dalam uji kelinci.
                                



Tabel 7. Spesifisitas dan sensitivitas LAL untuk deteksi Lipopolysakarida


Marcus and Nelson mengatakan bahwa uji pirogen pada kelinci akan mendeteksi 1 sampai 10 ng endotoksin enterobakterial, sedangkan uji LAL akan mendeteksi 0,01 sampai 0,1 ng endotoksin per milliliter larutan. Kemampuan dari LAL dalam mendeteksi endotoksin E.coli dalam air terdestilasi yang bebas pirogen ditemukan mencapai 100 kali lebih sensitif dibandingkan dengan uji kelinci.
Sensitivitas dari LAL terhadap endotoksin begantung pada pembawa dimana terkandung  endotosin tersebut. Misalnya LAL hanya dapat mendeteksi 5-10 µg/ml endotoksin dalam plasma, sedangkan 0,05 µg/ml endotoksin dideteksi dalam cairan serebrospinal. Banyak produk obat menghalangi uji LAL dan sangat menghambat kepekaannya.

►Spesifikasi Tes
Sensitivitas merupakan kemampuan uji untuk memberikan reaksi positif terhadap kehadiran dari material yang diuji, sedangkan spesifisitas merupakan kemampuan dari tes untuk memberikan reaksi positif hanya pada material yang diuji. Sensitivitas dari LAL terhadap endotoksin tidak perlu dipermasalahkan. Namun, spesifisitasnya dalam bereaksi hanya pada endotoksin tertentu merupakan karakteristik penting yang diperdebatkan.
Pada 1973, Elin and Wolff pertama kali melaporkan kekurangan yang mungkin dari spesifisitas pada uji LAL untuk endotoksin bakteri. Pemberian immunoglobulin intravena telah ditemukan untuk menghasilkan hasil positif palsu pada uji LAL. Peningkatkan jumlah imunoglobulin yang diberikan akan meningkatkan level material LAL reaktif dalam plasma.
amibocyte lysate mengandung zat yang disebut factor sensitive (1–3) β-D-glucan. Faktor ini dapat mengaktivasi LAL untuk memproduksi hasil positif palsu terhadap keberadaan endotoksin.   Menariknya, jumlah kecil dari β-glucan (1–1000 ng/ml plasma) akan memicu gelasi, sementara jumlah yang lebih besar β-glucan (1 mg/ml plasma) tidak dapat melakukannya.
Pearson and Weary menyebutkan bahwa reaksi positif palsu itu disebabkan oleh zat non endotoksin. Mereka menyimpulkan bahwa zat tersebut tidak memerlukan perhatian dari produsen obat parenteral dikarenakan:
  1. Banyak zat (termasuk zat sintetik) tidak akan ditemukan dalam produk parenteral.
  2. Zat tersebut mungkin saja ada, namun konsentrasinya tidak cukup untuk memproduksi gelation in lysate atau demam pada kelinci.
  3. Hasil belum dikonfirmasi oleh peneliti lain.
  4. Hasil negatif dari uji LAL menunjukan dengan tegas ketiadaan endotoksin. Mengenai kesalahan negatif palsu, dapat dieliminasi dengan proses validasi.

·         Keuntungan Dibandingkan Dengan USP Uji kelinci
Pendukung dari uji LAL menyatakan bahwa uji tersebut memberikan setidaknya tujuh keuntungan dibandingkan dengan penggunaan uji kelinci untuk mendeteksi pirogen dalam produk injeksi parenteral dan peralatan medis:
1.      Sensitivitas yang lebih besar
2.      Reliabilitas yang lebih besar
3.      Spesifisitas yang lebih baik
4.      Variasi yang lebih sedikit
5.      Aplikasi penggunaan yang lebih luas
6.      Digunakan sebagai alat pemecahan masalah
7.      Biaya lebih sedikit.
Sebagian besar keuntungan adalah akibat langsung dari kesederhanaan yang luar biasa dari uji LAL. Uji in vitro membutuhkan jumlah item minimal untuk menyelesaikan uji, LAL menawarkan kecepatan dan kehandalan yang tak tertandingi oleh sistem in vivo.
Kontrol teknik, penanganan, dan faktor lingkungan eksternal jauh lebih mudah diatur dengan uji LAL. Hal ini meminimalkan peluang kesalahan dan variasi dalam pengujian hasil. Kemudahan dan kemampuan beradaptasi dari uji LAL memungkinkan untuk digunakan dalam berbagai situasi dimana penerapan uji kelinci akan tidak dapat atau tidak mungkin dipraktekkan.
Uji LAL telah menjadi pengganti yang diterima untuk uji kelinci dalam mengontrol pirogen dalam proses-fraksi plasma.  Empat keuntungan yang diberikan jika mengganti uji LAL dengan uji kelinci adalah sebagai berikut:
  1. uji in vitro, bila tersedia, lebih digunakan daripada uji pada hewan.
  2. Hasil tersedia dalam waktu 90 menit setelah awal prosedur uji.
  3. Uji yang dapat dilakukan dengan LAL bila uji menggunakan kelinci tidak masuk akal karena faktor waktu.
  4. Uji LAL sederhana untuj dilakukan dan tidak mahal.
Fumarola dan Jirillio menyatakan bahwa menurut beberapa literatur yang berhubungan dengan uji LAL serta berdasarkan pengalaman, uji dapat diterima, spesifik, cepat, dan metode yang sensitif untuk uji endotoksin obat parenteral dan produk biologi dan untuk pengujian dalam larutan parenteral.
Peneliti di Laboratorium Travenol telah menerbitkan banyak artikel penyediaan data untuk mendukung keunggulan uji LAL atas uji kelinci untuk pengujian pirogen dari LVPs. Argumen mereka dirangkum oleh Mascoli dan weary:
  1. Pirogen penting dalam produk LVP dan perangkatnya merupakan endotoksin yang terdapat di alam.
  2. Beberapa endotoksin pirogen yang terdeteksi oleh LAL, terdeteksi juga dengan uji kelinci.
  3. Dalam beberapa kasus, hasil uji kelinci hanya gagal pada awalnya untuk mendeteksi pirogen yang dikonfirmasi kemudian oleh uji kelinci, tapi selalu dikonfirmasi terlebih dahulu dengan uji LAL.
Keuntungan uji LAL yang dikemukakan oleh beberapa perusahaan produsen produk parenteral antara lain yaitu:
  1. sensitivitas yang lebih besar
  2. variasi yang lebih kecil
  3. hasil yang diperoleh kuantitatif
  4. waktu yang diperlukan lebih sedikit
  5. lebih murah
  6. pelaksanaan tes lebih mudah

·         Keterbatasan Dari Uji LAL
Tidak diragukan lagi, uji LAL memenuhi kebutuhan akan suatu metode yang berguna, sensitif, akurat, dan murah untuk mendeteksi endotoksin bakteri. Namun, bukan berarti tanpa keterbatasan atau masalah.
Keterbatasan terbesar uji LAL adalah masalah gangguan interaksi lysate-endotoksin yang disebabkan oleh berbagai obat dan zat lainnya. Dari 10 perwakilan kontrol kualitas dari industri parenteral yang disurvei, 7 mengidentifikasi hambatan dari interaksi lysate-endotoksin sebagai faktor pembatas nomor satu dari penerapan uji LAL. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, reaksi gelasi LAL ditengahi oleh enzim pembekuan yang thermolabil, sensitif terhadap pH, dan secara kimia terkait dengan tripsin. Inhibisi disebabkan oleh bahan yang diketahui dapat mendenaturasi protein atau menghambat kerja enzim. Daftar beberapa obat dan bahan-bahan yang dikenal dapat mengubah atau menghambat interaksi lysate-endotoksin diberikan dalam Tabel 8. Hambatan oleh banyak komponen obat dapat diatasi dengan pengenceran atau penyesuaian pH. Tentu saja, pengenceran mengurangi konsentrasi endotoksin dan tempat yang dibutuhkan lebih besar untuk mendeteksi jumlah endotoksin yang diencerkan.

Tabel 8 contoh dari SPVs yang dilaporkan dapat menghambat tes LAL

Pengujian inhibisi atau aktivasi pada dasarnya melibatkan penggunaan kontrol positif. Hasil akhir dari deteksi pada sampel produk tidak boleh berbeda dari titik akhir pada standar seri. Dengan kata lain, jika jumlah terendah endotoksin yang terdeteksi adalah 0,025 ng / ml, jumlah ini juga harus terdeteksi oleh banyak sama reagen LAL dalam sampel produk. Jika ditemukan tejadi inhibisi, dilakukan pengenceran terhadap sampel produk sampai tidak ada lagi modifikasi pada reaksi gelasi.

·         Hambatan
Menurut Cooper, 30% dari produk obat tidak menghambat uji LAL. Mayoritas produk yang menghambat uji, 97% dari masalah dapat diatasi karena hambatan bergantung pada konsentrasi.

Reaksi LAL-Endotoksin
Uji inhibisi LAL dianggap signifikan jika kontrol positif bervariasi lebih dari dua kali lipat dari pengenceran standar dalam air.
Penyebab utama produk obat menghambat uji LAL adalah dengan:
1.      pH yang tidak optimal
2.      Agregasi atau adsorpsi endotoksin control
3.      Konsentrasi kation yang tidak sesuai
4.      Modifikasi enzim atau protein
5.      Aktivasi LAL non spesifik
Keterbatasan uji LAL adalah sebagai berikut:
1.      LAL hanya dapat diandalkan untuk mendeteksi pirogen yang berasal dari bakteri gram negatif.
2.      Sebagai uji in vitro, uji LAL tidak dapat mengukur potensi demam yang memproduksi endotoksin yang terdapat dalam sampel.
3.      Sensitivitas LAL dengan endotoksin bervariasi pada berbagai sumber mikroba.
4.      Sulit untuk membandingkan sensitivitas uji LAL dan uji kelinci karena uji kelinci bergantung pada dosis, sedangkan uji LAL adalah tergantung konsentrasi.
5.      Pembentukan gel sulit untuk menafsirkan dan dapat rusak dengan adanya sedikit getaran.
6.      Uji LAL terlalu sensitif yang dapat mendeteksi endotoksin pada tingkat rendah yang dibutuhkan untuk memproduksi demam pada mamalia.
7.      Potensial terganggu oleh β-glucans.
8.      Studi yang lebih ekstensif diperlukan untuk memvalidasi uji LAL sebagai uji pirogen pada produk akhir


·         Variabilitas Uji
Ada beberapa sumber variabilitas yang dapat mempengaruhi keakuratan dan keandalan uji LAL. Hal ini menjawab kenapa validasi sangat penting dan mengapa FDA membuat pedoman validasi untuk uji LAL. Pearson dan Mc. Cullough telah menulis ulasan mengenai masalah ini.
1.      Variabilitas reagen
Ada perbedaan yang signifikan dalam formulasi reagen LAL dari tiap produsen. Walaupun semua reagen LAL telah dibakukan berdasarkan  RSE USP, proses pembuatan yang baik dan perbedaan formulasi terlihat dalam kondisi endotoksin. perbedaan utama dalam persiapan pereaksi meliputi penambahan bahan-bahan sebagai berikut: kation divalen, albumin, buffer, dan bahan aktif permukaan.
2.      Variabilitas metode
Reagen LAL dirancang khusus untuk menghasilkan aktivitas yang optimal dalam setiap uji LAL. Jadi, lysate–drug product compatibility dapat berubah bila beralih dari satu metode uji ke metode uji yang lain dengan menggunakan produsen lysate yang sama.
3.      Variabilitas produk
Telah diketahui bahwa banyak produk parenteral  akan terganggu reaksi lisis-endotoksin, meskipun sebagian besar gangguan tersebut dapat diatasi dengan pengenceran.
4.      Variabilitas laboratorium
Tipe dari peralatan gelas dan lastik yang digunakan, prosedur kalibrasi peralatan, prosedur kalibrasi ulang, kemurnian air yang digunakan, prosedur pengenceran, dan prosedur laboratorium yang berbeda akan menghasilkan variabilitas uji LAL. Seperti dijelaskan sebelumnya, perbedaan dalam penanganan dan penyimpanan produk parenteral sebelum analisis uji LAL nyata dapat mempengaruhi hasil uji.
Sebagai pengulangan, untuk mengendalikan semua sumber-sumber variabilitas, FDA menulis panduan pada validasi dari uji LAL. Pedoman mengatakan, "inhibition/uji perangkat tambahan harus diulang pada satu unit produk yang jika pabrik lysate berubah. Ketika lysate banyak berubah, kontrol positif dua lambda digunakan untuk kembali memverifikasi validitas uji LAL untuk produk. 










BAB III
PENUTUP



3.1.      Kesimpulan
Quality control atau pengawasan mutu adalah bagian yang esensial dari cara pembuatan obat yang baik agar tiap obat yang dibuat memenuhi persyaratan mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaannya. Kesinambungan semua unsur dalam semua rangkaian pembuatan mutlak diperlukan untuk menghasilkan obat yang bermutu mulai dari saat obat dibuat sampai pada distribusi obat jadi.
Dalam quality control untuk sediaan steril, banyak uji-uji yang dilakukan, seperti uji sterilitas, uji pirogen, uji Limulus Amebocyte Lysate (LAL), uji keseragaman bobot, uji keseragaman volume, uji kebocoran, uji pH, uji kejernihan, dan uji integritas kemasan.
Sedangkan uji pirogenitas yang umumnya dilakukan terhadap kelinci dimaksudkan untuk membatasi resiko reaksi demam yang dapat diterima oleh pasien apabila diinjeksi dengan suatu sediaan farmasi. Sampai saat ini, substansi pirogenik yang diketahui paling aktif dan paling sering mencemari sediaan farmasi adalah endoktoksin.
Kontaminasi substansi pirogenik selain dari bahan baku, juga dapat berasal dari berbagai sumber, di mana pada akhirnya substansi pirogenik dan endotoksin yang berasal dari berbagai sumber tersebut akan terakumulasi dalam sediaan jadi. LAL dapat digunakan untuk mendeteksi endotoksin, tetapi tidak dapat digunakan untuk memutuskan bahwa sediaan tersebut tidak menimbulkan kenaikan suhu yang berarti setelah disuntikkan. Untuk itu, setiap pengujian baik pengujian dengan kelinci maupun pengujian LAL mempunyai kelebihan dan kekurangan. Apabila ditempatkan pada bagiannya keduanya akan dapat saling melengkapi. LAL mampu membatasi kandungan` endotoksin sebagai substansi pirogenik yang kuat, sedangkan pengujian kelinci mampu merangkum akumulasi berbagai substansi pirogenik.

Perbandingan Uji Kelinci dengan Uji LAL
Perbedaan
Uji kelinci
LAL test
Metode pengujian
Model Pengujian in vivo yang menggunakan hewan yang hidup sebagai modelnya.
Model Pengujian invitro. Uji in vitro, bila tersedia, lebih digunakan daripada tes .in vivo. Model ini lebih menguntungkan, karena tidak ada kesalahan/kegagalan akibat variasi biologis.
Prinsip
Injeksi intravena ke tubuh kelinci di bawah kondisi tetentu dan selanjutnya dipantau dan dicatat temperature kelinci tersebut dalam jangka waktu tetentu.
Koagulasi protein yang ada dalam reagensia LAL oleh endotoksin. Pengujian tersebut ialah dinyatakan positif apabila terjadi pembentukan gel dan dinyatakan negatip bila tidak terjadi pembentukan gel. Pembentukan gel akan terjadi apabila kandungan endotoksin dalam contoh sediaan lebih besar daripada sensitivitas reagen yang dinyatakan dalam Endotoksin Unit per ml (EU/ml) atau ng/ml.
Sensitivitas
Sensitivitas kelinci dan manusia terhadap substansi pirogenik relative sama. Kenaikan suhu kelinci akibat substansi-pirogenik, sampai batas tertentu masih dapat diterima oleh manusia, sehingga kenaikan suhu kelinci tersebut dapat distandardisasi terhadap substansi pirogenik yang dapat diterima manusia. Sensitivitas sangat dipengaruhi oleh musim, kegaduhan, kegelisahan, makanan dan lain sebagainya
tidak dapat digunakan untuk memeriksa beberapa sediaan secara langsung, seperti:
>> Sediaan yang tidak dapat dinetralkan menjadi pH 6-7, 5; misalnya potasium kanrenoate.
>> Sediaan yang mengandung zat-zat penghambat pembentukan gel misalnya konsentrasi Ca tinggi, tetrasiklin, streptomisin, polimisin, kloramfenikol, penisilin semisintetik, sitrat, fosfat dan lain-lain

Sensitivitas tes kelinci bergantung pada dosis.
Sensitivitas uji LAL adalah tergantung konsentrasi.
Objek yang dapat dideteksi
Mampu mendeteksi semua pyrogen termasuk endotoksin
LAL hanya mendeteksi endotoksin dan tidak mampu mendeteksi pirogen eksogen yang lain seperti virus, fungi, bakteri dan lain-lain. Selain itu, LAL hanya dapat diandalkan untuk mendeteksi pirogen yang berasal dari bakteri gram-negatif.
Waktu
Membutuhkan waktu lebih lama dalam perlakuan awal penyiapan hewan dan waktu yang dihabiskan dalam penyesuaian hewan untuk beradaptasi dengan kondisi fasilitas pengujian pirogen dan tes itu sendiri.
Waktu yang dipergunakan untuk melakukan pengujian lebih singkat, baik pada waktu pelaksanaan maupun waktu persiapannya. Hasil tersedia dalam waktu 90 menit setelah awal prosedur uji
Fasilitas yang dibutuhkan
Memerlukan pemeliharaan dan perawatan hewan dan laboratorium yang lebih intensif. Karena hewan uji yang digunakan, yaitu kelinci, sangat sensitif dan rentan terhadap lingkungannya. Hewan harus dipelihara dalam ruangan dengan temperatur tidak jauh berbeda dengan tempat percobaan. Pemeliharaan hewan harus dilakukan dengan sebaik mungkin untuk menghindari infeksi penyakit yang dapat mengganggu percobaan atau mengacaukan interpretasi hasil. Berat badan kelinci harus dijaga jangan sampai mengalami penurunan yang berarti dalam 1 minggu menjelang digunakan.
Ruangan yang digunakan relatif lebih kecil dan personil yang dibutuhkan relatip sedikit.
Variabilitas
Variabilitas sistem biologis yang besar Misalnya, tidak ada dua kelinci akan memiliki suhu tubuh yang persis sama atau identik merespon terhadap sampel pirogenik yang sama. Respon setiap kelinci terhadap substansi yang sama belum tentu sama, sehingga terdapat variasi kenaikan suhu pada tiap kelinci.
Kontrol teknik, penanganan, dan faktor lingkungan eksternal jauh lebih mudah diatur dengan uji LAL. Hal ini, meminimalkan peluang kesalahan dan variasi dalam pengujian hasil.
Biaya
Memerlukan biaya yang mahal yang banyak digunakan dalam perlakuan awal penyiapan hewan. Kelinci harus diberi makan dan minum dengan benar, kandang dibersihkan untuk mencegah penyakit, dan waktu yang dihabiskan dalam penyesuaian hewan untuk beradaptasi dengan kondisi fasilitas pengujian pirogen dan tes itu sendiri.
Memerlukan biaya lebih sedikit
Sensitivitas
Respon pirogenik pada kelinci bergantung dosis. Semakin besar jumlah pirogen yang disuntikkan per kg BB, maka semakin besar kenaikan suhu pada kelinci. Sensitivitas dari bioassay kelinci untuk endotoksin muncul jatuh dalam kisaran 1 sampai 10 ng/kg

LAL mendeteksi endotoksin lebih sensitif dibandingkan kelinci. Pada umumnya, terlihat bahwa test LAL sensitive terhadap satuan pictogram dari endotoksin, dan LAL test ini 5-50 kali lebih sensitive dibandingkan dengan uji kelinci terhadap keberadaan endotoksin. Sensitivitas LAL mencapai 0,01 - 0,04 ng/ml atau lebih kecil.

Sensitivitas kelinci terhadap endotoksin bervariasi dengan hari (sirkadian) dan tahun (cirannual)
Sensitivitas LAL dengan endotoksin bervariasi pada berbagai sumber mikroba.
Gangguan pada proses pengujian
Gangguan dari Uji Pirogen Kelinci Banyak produk parenteral yang diberikan tidak dapat diuji untuk pirogen dengan uji kelinci karena gangguan yang mereka buat dalam respon kelinci terhadap pirogen jika mereka hadir dalam produk tersebut. Setiap produk memiliki efek samping menurunkan suhu badan, seperti prostaglandin dan agen kemoterapi kanker, akan mengganggu respon kelinci. Beberapa produk secara inheren toksik untuk kelinci dan harus diencerkan dengan konsentrasi jauh di bawah dosis farmakologis efektif obat.
gangguan interaksi lisis-endotoksin yang disebabkan oleh berbagai obat dan zat lainnya.
Bahan yang digunakan
Jumlah bahan uji yang dibutuhkan lebih banyak.
Jumlah bahan uji yang dibutuhkan lebih sedikit

1 komentar: