BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Quality control atau pengawasan mutu adalah bagian yang
esensial dari cara pembuatan obat yang baik agar tiap obat yang dibuat memenuhi
persyaratan mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaannya. Kesinambungan semua unsur dalam semua
rangkaian pembuatan mutlak
diperlukan untuk menghasilkan obat yang bermutu mulai dari saat obat dibuat sampai pada distribusi
obat jadi. Untuk keperluan tersebut harus ada bagian pengawasan mutu yang
berdiri sendiri.
Dalam quality
control untuk sediaan steril, banyak uji-uji yang dilakukan, seperti uji
sterilitas, uji pirogen, uji Limulus Amebocyte Lysate (LAL), uji keseragaman
bobot, uji keseragaman volume, uji kebocoran, uji pH, uji kejernihan, dan uji
integritas kemasan.
I.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Quality Control
secara umum ?
2. Apa syarat-syarat Quality Control untuk
Sediaan Steril?
3. Uji-uji apakah yang
dilakukan dalam Qualiy Control Sediaan Steril?
4. Bagaimana Prosedur
masing-masing uji untuk Quality Control?
I.3 Tujuan
Tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui dan mempelajari lebih dalam mengenai Quality Control Sediaan Steril dan
prosedur untuk masing-masing uji.
I.4 Metode Penulisan
Makalah ini disusun menggunakan
metode studi literatur.
I.5 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam makalah ini terdiri dari:
Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
1.2 Perumusan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan
1.4 Metode Penulisan
1.5 Sistematika Penulisan
Bab
II Isi
2.1. Quality Control (Pengawasan Mutu)
2.2.
Quality Control untuk Sediaan Steril
2.3. Pengujian Pirogen
2.4. Uji Limulus Amebocyte Lysate (LAL)
Bab III Penutup
III.1
Kesimpulan
Daftar
Pustaka
BAB II
ISI
2.1 Quality Control (Pengawasan mutu)
Quality control atau
pengawasan mutu adalah bagian yang esensial dari cara pembuatan obat yang baik
agar tiap obat yang dibuat memenuhi persyaratan mutu yang sesuai dengan tujuan
penggunaannya. Rasa keterikatan dan tanggung jawab semua unsur dalam semua
rangkaian pembuatan adalah mutlak untuk menghasilkan obat yang bermutu mulai
dari saat obat dibuat sampai pada distribusi obat jadi. Untuk keperluan
tersebut harus ada bagian pengawasan mutu yang berdiri sendiri.
Pengawasan mutu meliputi
semua fungsi analisa yang dilakukan di laboratorium termasuk pengambilan
sampel, pemeriksaan, dan pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan,
dan obat jadi. Pengawasan mutu meliputi juga program uji stabilitas pemantauan
lingkungan kerja, validasi, dokumentasi suatu batch, program penyimpanan
sampel, dan penyususnan, serta penyimpanan sesuai dengan spesifikasi yang
berlaku dari setiap bahan dan produk termasuk metode pengujiannya.
Bagan quality
control:
|
|
|||||||
|
|||||||
|
|
|
2.2. Quality Control untuk Sediaan Steril
Dalam sediaan steril, banyak
syarat yang perlu diperhatikan antara lain:
·
Bebas dari mikroorganisme
·
Bebas dari pirogen
·
Bebas dari partikulat
·
Standar yang sangat tinggi dalam hal kemurnian
dan kualitas
Dalam quality control untuk sediaan
steril, banyak uji-uji yang dilakukan, seperti uji sterilitas, uji pirogen, uji
Limulus Amebocyte Lysate (LAL), uji keseragaman bobot, uji keseragaman volume,
uji kebocoran, uji pH, uji kejernihan, dan uji integritas kemasan.
2.2.1. Uji Sterilitas
· Asas: larutan uji
+ media perbenihan, inkubasi pada 200-2500C.
· Metode uji
pengujian:
1.
Inokulasi langsung ke media uji
2.
Teknik penyaringan membrane
A. Uji inokulasi langsung ke media uji
·
Prosedur
Uji Inokulasi Langsung Dalam Media Uji
Inkubasi
Jika tidak dinyatakan lain, di dalam
monografi atau bab ini, inkubasi campuran uji dengan media tioglikolat cair (atau media tioglikolat alternatif, jika dinyatakan)
selama 14 hari pada suhu 30o hingga 35o, dan dengan soybean-casein digest medium pada suhu
20o hingga 25o.
Pengamatan
Amati pertumbuhan pada media
secara visual sesering mungkin sekurang-kurangnya pada hari ke-3 atau ke-4 atau
ke-5, pada hari ke-7 atau ke-8 dan pada hari terakhir pada masa uji.
Jika zat uji menyebabkan
media menjadi keruh sehingga ada atau tidaknya pertumbuhan mikroba tidak segera
dapat ditentukan secara visual, pindahkan sejumlah memadai media ke dalam
tabung baru yang berisi media yang sama, sekurangnya 1 kali antara hari ke-3
dan ke-7 sejak pengujian dimulai.
Lanjutkan inkubasi media awal dan media baru selama total waktu tidak kurang
dari 14 hari sejak inokulasi awal.
1.Cairan
a. Pindahkan cairan dari wadah uji menggunakan pipet
atau jarum sunti steril.
b. Secara aseptik inokulasikan sejumlah tertentu bahan
dari tiap wadah uji ke dalam tabung media.
c. Campur cairan dengan media tanpa aerasi berlebihan
dan lakukan inkubasi dan pengamatan.
2. Salep dan Minyak yang Tidak Larut dalam
Isopropil Miristat
Pilih 20 wadah yang mewakili, dibagi atas 2 kelompok
terdiri dari 10 wadah, dan
perlakukan tiap kelompok sebagai berikut.
a. Secara aseptik pindahkan 100 mg dari tiap wadah
dari 10 wadah ke dalam labu berisi 100 ml pembawa air steril yang dapat
mendispersi homogen bahan uji dalam seluruh campuran cairan.
b. Campur 10 ml alikot dari campuran cairan yang
diperoleh dengan 80 ml tiap media dan lakukan inkubasi dan pengamatan.
Catatan:
Pemilihan bahan pendispersi yang bercampur dengan pembawa air, dapat
berbeda sesuai dengan sifat salep atau minyak. Sebelum digunakan secara rutin,
uji bahan pendispersi untuk memastikan bahwa kadar yang digunakan tidak
mempunyai efek antimikroba yang bermakana selama selang waktu inkubasi menggunakan
prosedur uji seperti yang tertera pada bakteriostatik
dan fungistatik.
3. Zat Padat
a.
Ambil sejumlah tertentu produk dalam bentuk padat
kering (atau yang terlebih dahulu dibuat larutan atau suspensi dalam cairan
pengencer steril) sesuai dengan tidak kurang dari 300 mg tiap wadah atau
seluruh isi wadah jika tiap isi kurang dari 300 mg.
b.
Inokulasikan ke dalam masing-masing tidak kurang dari
40 ml media tioglikolat cair dan soybean-casein digest medium.
c.
Kemudian lakukan inkubasi dan pengamatan.
4. Kapas Murni, Perban, Pembalut, Benang
Bedah dan Bahan
Sejenisnya
a.
Dari setiap kemasan kapas, perban gulung, atau pembalut
perban yang diuji ambil secara aseptik dua bagian atau lebih masing-masing 100
sampai 500 mg dari bagian paling dalam, dari individu contoh bentuk kemasan
tunggal seperti bantalan perban, ambil aseptik sejumlah 250 mg sampai 500 mg
atau keseluruhan contoh bila ukurannya kecil, seperti pembalut serap berperekat
25 mm x 75 mm atau lebih kecil atau benang bedah.
b. Secara
aseptik pindahkan bagian bahan uji ini ke dalam sejumlah
tertentu wadah media yang sesuai dan inkubasi seperti yang
tertera pada prosedur umum. Kemudian lakukan inkubasi dan pengamatan.
5. Alat Kesehatan Steril
Ketentuan berikut
digunakan untuk alat kesehatan steril yang diproduksi dalam lot, masing-masing
terdiri dari sejumlah unit. Ketentuan khusus digunakan untuk alat kesehatan
steril yang diproduksi dalam jumlah keil atau dalam unit individu yang akan
mengalami kerusakan bila dilakukan uji sterilitas biasa. Untuk alat seperti
ini, harus dilakukan modifikasi yang sesuai dan dapat diterima pada uji
sterilitas.
a.
Untuk alat yang bentuk dan ukurannya memungkinkan
dicelupkan keseluruhan ke dalam tidak lebih dari 1000 ml media, uji alat utuh
menggunakan media yang sesuai, kemudian lakukan inkubasi dan pengamatan.
b.
Untuk alat yang mempunyai pipa/saluran berlubang
seperti alat transfusi atau infus atau yang ukurannya menyebabkan pencelupan
tidak dapat dilakukan dan hanya saluran cairannya yang harus steril, bilas
lumen masing-masing dari 20 unit dengan sejumlah secukupnya media tioglikolat cair dan soybean-casein digest medium hingga
diperoleh kembali tidak kurang dari 15 ml setiap media, dan inkubasi dengan
tidak dari 100 ml masing-masing media seperti yang tertera pada prosedur umum.
Untuk alat dengan lumen yang sangat kecil sehingga media tioglikolat cair tidak mengalir, gunakan media tioglikolat alternatif, tetapi inkubasi dilakukan secara
anaerob.
c.
Jika karena ukuran dan bentuk alat tidak dapat diuji
dengan cara pencelupan keselurahannya ke dalam tidak lebih dari 1000 ml media,
uji bagian alat yang paling sulit tersterilisasi, dan jika mungkin lepaskan 2
atau lebih bagian yang paling dalam dari alat. Secara aseptik pindahkan bagian
tersebut ke dalam sejumlah tertentu tabung berisi tidak kurang dari 1000 ml
media yang sesuai, kemudian lakukan inkubasi dan pengamatan.
d. Jika
spesimen uji dalam media mempengaruhi uji karena kerja bateriostatik atau
fungistatik, bilas seksama alat dengan cairan pembilas sesedikit mungkin
seperti yang tertera pada cairan
pengencer dan pembilas. Peroleh kembali cairan bilasan dan uji seperti yang
tertera pada alat kesehatan dalam
prosedur uji menggunakan penyaring membran.
6. Alat Suntik Kosong atau Terisi Steril
Uji Sterilitas alat suntik
terisi dilakukan sama seperti uji untuk produk steril dalam ampul atau vial.
Cara inokulasi langsung dapat digunakan jika penetapan bakteriostatik dan
fungistatik telah menunjukkan aktivitas yang tidak merugikan dalam kondisi
pengujian. Jika sesuai, prosedur penyaringan membran dapat digunakan.
a.
Untuk alat suntik terisi yang dilengkapi jarum steril,
keluarkan isi produk melalui lumen.
b.
Untuk alat suntik yang dikemas dengan jarum terpisah,
secara aseptik pasang jarum dan pindahkan produk ke dalam media yang sesuai.
Beri perhatian khusus yang menunjukkan bahwa bagian luar jarum yang disertakan
(bagian yang akan masuk jaringan tubuh) adalah steril.
c.
Untuk alat suntik kosong steril, masukkan media atau
pengencer steril ke dalam alat suntik melalui jarum yang disertakan, atau jika tidak
disertakan melalui jarum steril yang dipasang untuk tujuan pengujian dan
pindahkan isi dengan cepat ke dalam media yang sesuai.
B. Prosedur Uji Menggunakan Penyaring Membran
Teknik penyaringan membran digunakan untuk
bahan cair yang dapat diuji dengan cara inokulasi langsung ke dalam media uji. Jumlah uji tidak kurang dari
volume dan jumlah seperti yang tertera pada Pemilihan
spesimen uji dan masa inkubasi.
Peralatan
unit penyaring membran yang
sesuai terdiri dari:
·
satu perangkat yang dapat memudahkan penanganan
bahan uji secara aseptic
·
membran yang telah diproses yang dapat dipindahkan secara aseptik untuk
inokulasi ke dalam media yang sesuai atau, satu perangkat yang dapat ditambahkan
media steril ke dalam penyaringnya dan membran inkubasi in situ.
Membran yang sesuai
umumnya mempunyai porositas 0.45 µm, dengan diameter lebih kurang 47 mm, dan
kecepatan penyaringan air 55 ml sampai 75 ml per menit pada tekanan 70 cmHg.
Unit keseluruhan dapat dirakit dan disterilkan bersama dengan membran sebelum
digunakan, atau membran dapat disterilkan terpisah dengan cara apa saja yang
dapat mempertahankan karakteristik penyaring dan menjamin sterilitas penyaring
dan perangkatnya.
Jika bahan uji berupa
minyak, membran dapat disterilkan terpisah, dan setelah melalui pengeringan,
unit dirakit secara aseptic. Adapun
jenis-jenis bahan cair yang dapat diuji dengan penyaring membran adalah sebagai
berikut :
1.
Cairan yang Dapat Bercampur dengan Pembawa
Air
Cairan secara aseptik dipindahkan dengan jumlah volume tertentu yang dibutuhkan untuk kedua media
seperti yang tertera pada Tabel Jumlah
untuk bahan cair dan Pemilihan
spesimen uji dan masa inkubasi. Kemudian langsung
dimasukkan ke dalam satu atau
dua corong penyaring membran terpisah, atau ke dalam tabung penampung steril
terpisah sebelum dipindahkan.
Ketentuan :
a.
Jika
volume cairan dalam wadah kurang dari 50 ml, atau 50 ml sampai kurang dari 100
ml, dan tidak dimaksudkan intuk pemberian intravena, maka diperlukan volume kurang dari 20
wadah diwakili satu membran, atau setengah bagian membran yang dipindahkan ke
dalam tiap media.
b.
Jika
volume cairan 50 ml sampai kurang dari 100 ml per wadah dan dimaksudkan untuk
pemberian intravena, atau 100 ml sampai 500 ml, secara aseptik pindahkan
seluruh isi tidak kurang dari 10 wadah melalui tiap penyaring dari dua rakitan
penyaring, atau tidak kurang dari 20 wadah jika hanya digunakan satu rakitan
penyaring.
c.
Jika
volume cairan lebih dari 500 ml, secara aseptik pindahkan tidak kurang dari 500
ml dari tiap isi wadah dan tidak kurang dari 10 wadah melalui tiap penyaring
dari dua rakitan penyaring atau isi tidak kurang dari 20 wadah jika hanya satu
rakitan penyaring. Lewatkan segera tiap spesimen melalui penyaring
dengan bantuan pompa vakum atau tekanan.
d.
Jika cairan sangat kental dan tidak mudah
disaring melalui 1 membran atau 2 membran maka diperlukan lebih dari dua
rakitan penyaring. Setengah jumlah
membran yang digunakan diinkubasi dalam masing-masing media, asalkan volume dan
jumlah wadah per media yang disyaratkan dipenuhi.
e.
Jika produk bersifat bakteriostatik atau
fungistatik, maka :
-
Bilas membran 3 kali, tiap kali dengan 100 ml Cairan A.
-
Secara aseptik pindahkan membran dari alat
pemegang.
-
potong membran menjadi setengah bagian (jika
hanya digunakan satu).
-
Celupkan membran atau setengah bagian membran,
ke dalam 100 ml Soybean-Casein Digest
Medium dan inkubasi pada 20o hingga 25o selama tidak
kurang dari 7 hari.
-
Dengan cara yang sama, celupkan membran atau
setengah bagian membran lainnya ke dalam 100 ml Media Tioglikolat Cair dan inkubasi pada 30o hingga 35o
selama tidak kurang dari 7 hari.
[Catatan : Jika contoh yang diuji
bersifat bakteriostatik, gunakan cakram membran penyaring hidrofobik atau
setelah spesimen disaring, potong cakram lebih kurang setengah daerah
penyaringan dari pusat membran menggunakan alat pemotong steril, secara aseptik
pindahkan potongan setengah cakram membran ke dalam Media Tioglikolat Cair dan
sisa potongan cakram ke dalam Soybean-Casein Digest Medium]
2.
Cairan yang Tidak Dapat Bercampur dengan
Pembawa Air (Kurang dari 100 ml per Wadah)
Menggunakan
isi tidak kurang dari 20 wadah (40 wadah jika masing-masing mengandung volume
tidak mencukupi untuk kedua media)
-
Pindahkan
volume yang diinginkan untuk ke dua media, seperti yang tertera pada Tabel Jumlah untuk bahan cair dan Pemilihan spesimen uji dan masa inkubasi,
langsung ke dalam satu atau dua corong penyaring membran terpisah atau ke dalam
tabung penampung steril terpisah sebelum dipindahkan.
-
Diperlukan
volume tidak kurang dari 20 wadah untuk satu membran atau setengah bagian
membran yang dipindahkan ke dalam tiap media.
-
Lewatkan
segera tiap spesimen melalui penyaring dengan bantuan pompa vakum atau tekanan.
Ketentuan :
(1).
Jika
bahan uji berupa cairan kental atau suspensi dan tidak sesuai untuk penyaringan
cepat : secara aseptik
tambahkan cairan pengencer secukupnya ke dalam kumpulan spesimen yang akan
disaring untuk menambah kecepatan aliran.
(2).
Jika
produk uji bersifat bakteriostatik atau fungistatik atau mengandung pengawet : bilas membran satu sampai tiga kali, tiap
kali dengan 100 ml Cairan A.
(3). Jika bahan uji mengandung lesitin atau
minyak
1. Gunakan Cairan D sebagai pengganti Cairan
A.
2. Setelah penyaringan dan pencucian,
pindahkan membran secara aseptik dari alat pemegang
3. Potong membran menjadi setengah bagian
(jika hanya digunakan satu),
4. Celupkan membran atau setengah bagian
membran, ke dalam 100 ml Soybean-Casein
Digest Medium dan inkubasi pada 20o hingga 25o selama
tidak kurang dari 7 hari.
5. Dengan cara yang sama, celupkan membran
atau setengah bagian membran lainnya ke dalam 100 ml Media Tioglikolat Cair dan inkubasi pada 30o hingga 35o
selama tidak kurang dari 7 hari.
3.
Zat Padat yang Dapat Disaring
-
Ambil lebih kurang 6 g produk dalam bentuk padat
kering (atau sejumlah larutan atau suspensi produk, yang dibuat dengan
menambahkan pengencer steril ke dalam wadah, sebanding dengan 6 g bahan padat),
atau
-
tidak kurang dari 300 mg tiap wadah yang diuji,
atau seluruh isi wadah jika isi tiap wadah kurang dari 300 mg bahan padat. Ketentuan :
(1).
Kecuali dinyatakan lain dalam monografi, jumlah wadah
sama seperti yang tertera pada Cairan
yang dapat bercampur dengan pembawa air.
·
Secara aseptik masukkan spesimen ke dalam tabung
berisi 200 ml Cairan A, dan aduk
hingga larut. Jika spesimen tidak larut sempurna, gunakan 400 ml Cairan A, atau secara aseptik bagi
spesimen dalam dua bagian dan uji tiap bagian dengan 200 ml Cairan A.
·
Pindahkan larutan ke dalam satu atau dua corong
penyaring membrane.
·
Segera saring dengan bantuan pompa vakum atau
tekanan.
(2). Jika
contoh uji bersifat bakteriostatik atau fungistatik
·
Bilas membran tiga kali, tiap kali dengan 100 ml
Cairan A.
·
Setelah selesai penyaringan dan pembilasan,
pindahkan membran secara aseptik dari alat pemegang,
·
potong membran menjadi setengah bagian (jika
hanya digunakan satu)
·
Celupkan membran atau setengah bagian membran,
ke dalam 100 ml Soybean-Casein Digest
Medium dan inubasi pada 20o hingga 25o selama tidak
kurang dari 7 hari.
·
Dengan cara yang sama, celupkan membran atau
setengah bagian membran lainnya ke dalam 100 ml Media Tioglikolat Cair dan inkubasi pada 30o hingga 35o
selama tidak kurang dari 7 hari
4.
Salep dan Minyak yang Larut Dalam
Isopropil Miristat
(1). Larutkan tidak kurang dari 100 mg dari
tiap isi wadah, tidak kurang dari 20 wadah (40 wadah jika masing-masing
mengandung volume tidak mencukupi untuk kedua media) dalam tidak kurang dari
100 ml isopropil miristat dengan pH ekstrak air tidak kurang dari 6,5 seperti
yang tertera pada Spesifikasi pereaksi dalam Pereaksi, Indikator, dan Larutan
yang lebih dulu telah disterilkan dengan penyaringan melalui penyaring membran
0,22 um.
(Catatan
Hangatkan pelarut steril, dan jika perlu bahan uji tidak lebih dari 44 sesaat
sebelu digunakan).
(2).
Goyang labu untuk melarutkan salep atau minyak,
hati-hati untuk mendapatkan permukaan bahan yang lebar terhadap pelarut.
(3).
Saring segera salep yang telah dilarutkan.
(4).
Secara aseptis, pindahkan campuran ke dalam 1 corong
atau 2 corong penyaring membran.
(5).
Lewatkan segera tiap spesimen melalui penyaring dengan
bantuan pompa vakum atau tekanan. Jaga
seluruh penyaring membran ditutupi cairan untuk mendapatkan efisiensi maksimum
penyaring.
(6).
Setelah penyaringan spesimen, bilas membran dua kali,
tiap kali dengan 200 ml cairan D, kemudian
cuci dengan 100 ml Cairan A.
(7).
Lakukan proses inkubasi pada membran uji, kecuali unutk
media uji sterilitas yang digunakan mengandung
1 g polisorbat 80 per liter.
(8).
Jika zat yang diuji mengandung petrolatum, gunakan
cairan K. Basahi membran dengan lebih kurang 200 ul media pembilas sebelum
penyaringan dimulai dan jaga seluruh membran ditutupi cairan untuk mendapatkan
effisiensi maksimum penyaring.
(9).
Setelah penyaringan spesimen, bilas membran tiga kali,
tiap kali dengan 100 ml media pembilas. Perlakukan membran uji seperti yang
tertera diatas.
[catatan.
Untuk salep dan minyak yang tidak larut dalam isopropil miristat, lakukan
penetapan seperti yang tertera pada salep dan minyak yang tidak larut dalam
isopropil miristat dalam prosedur uji inokulasi langsung ke dalam media uji]
5.
Zat padat yang Tidak Dapat Disaring
Uji sterilitas untuk
bahan ini dengan cara penyaringan membran tidak dianjurkan, kecuali jika dapat
ditunjukkkan bahwa tidak terjadi penyumbatan pada filter. Lakukan seperti yang tertera pada zat padat pada Prosedur
Uji Inokulasi Langsung ke dalam Media Uji.
6.
Alat Kesehatan
Alat yang mempunyai
saluran kecil steril dapat diuji sterilitas dengan teknik penyaringan membran
sebgai berikut.
(1).
Secara aseptik, alirkan sejumlah volume tertentu cairan
D melalui tiap lumen tidak kurang dari 20 alat hingga diperoleh tidak kurang
dari 100 ml dari tiap alat.
(2). Kumpulan
cairan dalam wadah aseptik dan saring seluruh volume melalui penyaring membran,
kemudian lakukan proses inkubasi.
Jika ukuran alat besar, dan ukuran lot kecil,
lakukan uji sejumlah unit yang sesuai seperti yang tertera pada kasus serupa dalam
Alat kesehatan, pada Prosedur Uji Inokulasi Langsung ke dalam Media Uji
7.
Alat Suntik Kosong
Ringkasan
prosedur:
(1). untuk
alat suntik kosong tanpa dipasang jarum steril, keluarkan isi dari tiap alat
suntik ke dalam satu atau dua corong membran filter terpisah atau ke dalam
bejana terpisah sebelum dipindahkan.
(2). Jika
jarum steril yang terpisah dipasang, secara langsung keluarkan isi suntikan dan
proses diarahkan untuk cairan yang dapat dicampur dengan pembawa air. Teknik
dilakukan secara aseptis.
8.
Padatan untuk Injeksi Selain antibiotik
Ringkasan
prosedur :
-
Pengujian
diarahkan seperti pada pengujian sterilitas cairan yang dapat maupun tidak
dapat bercampur dengan air yang telah diaplikasikan.
-
Penambahan diluen berlebih untuk membantu
kelarutan padatan tersebut dalam pengujian sterilitas.
-
Beberapa padatan untuk injeksi dapat tidak larut
dalam pelarut yang sesuai untuk tes sterilitas. Oleh sebab itu, dilakukan uji
inokulasi langsung.
9.
Padatan Antibiotik untuk Injeksi
Ringkasan
prosedur:
(1). Untuk kemasan kurang dari 5 g,
a.
Dari tiap 20 wadah, dipindahkan secara aseptik sekitar
300 mg padatan ke dalam botol kerucut steril volume 500 ml,
b.
Larutkan dengan 200 ml cairan A, kemudian campurkan;
atau,
a.
Tiap 20 wadah dipindahkan sebagai larutan atau suspensi
yang setara dengan 300 mg padatan, ke dalam botol kerucut steril volume 500 ml
b.
Larutkan dengan 200 ml cairan A, kemudian campurkan.
Proses selanjutnya seperti pada pengujian
sterilitas cairan yang dapat maupun tidak dapat bercampur dengan air yang telah
diaplikasikan.
(2).
Untuk
kemasan 5g atau lebih besar,
a.
dari
tiap 6 wadah, dipindahkan secara aseptik sekitar 1 g padatan ke dalam botol
kerucut steril volume 500 ml.
b.
larutkan dengan 200 ml cairan A, kemudian campurkan;
atau
a. Tiap 6
wadah dipindahkan sebagai larutan atau suspensi yang setara dengan 1 g padatan,
ke dalam botol kerucut steril volume 500 ml.
b. Larutkan dengan
200 ml cairan A, kemudian campurkan.
Proses seperti pada pengujian sterilitas cairan yang dapat maupun tidak dapat
bercampur dengan air yang telah diaplikasikan.
Perlu
diperhatikan bahwa agen antimikroba dari antibiotik hilang atau terinaktivasi
saat dilakukan uji sterilitas.
10.
Padatan,
Bulk, dan Campuran Antibiotik
Ringkasan Prosedur: Secara aseptik, hilangkan secukupnya
sejumlah padatan dari jumlah wadah yang sesuai, aduklah agar diperoleh campuran
yang sama sekitar 6 gram padatan, dan pindahkan ke dalam sebuah labu krucut
steril 500 ml; larutkan dalam 200 ml cairan A dan aduk. Proses secara
langsung untuk larutan yang larut dalam Pembawa air.
Ulasan
: Sekali lagi, penting bahwa
semua sifat antimikroba pada antibiotik dihilangkan atau diinaktivasi ketika
melakukan uji sterilisasi. Keberhasilan Validasi bakteriosatatik/Fungistatik
harus ditunjukkan terlebih dahulu pada uji sterilitas.
11.
Produk
aerosol steril
Ringkasan
Prosedur: Untuk produk cair dalam bentuk aerosol yang diatur tekanannya, dinginkan wadah dengan
alkohol- campurkan dry ice setidaknya pada suhu -2000C selam satu
jam. Jika dapat dilakukan, biarkan propellant lepas atau lolos melalui lubang
wadah sebelum secara aseptik ditambahkan bahan ke dalam tempat steril
penyimpanan cairan. Tambahkan 100 ml cairan D ke dalam tempat steril
penyimpanan cairan dan kemudian aduk kuat. Proses langsung untuk larutan yang
larut dalam pembawa air atau larutan yang tidak larut dalam pembawa air.
Ulasan
: Korporasi Millipore menawarkan sebuah sistem uji sterilitas yang dapat
digunakan untuk produk aerosol. Metode ini menawarkan banyak keuntungan
daripada metode diatas, termasuk bahwa sistem uji sterilitas tidak hanya untuk
cairan atau produk obat aktif, tetapi juga propellant yang tidak perlu diloloskan dari wadah aerosol
yang menghasilkan kontaminasi tidak sengaja dan juga tidak perlu untuk
mendinginkan wadah.
12.
Alat-alat
dengan dilabeli steril
Ringkasan
Prosedur: Secara aseptik, melewati atau kurang dari 10 jalan volume cairan
F yang melewati masing-masing uji alat. Kumpulan cairan pada sebuah tempat
penampung cairan yang sesuai dan proses yang secara langsung untuk larutan yang
larut dalam pembawa air atau larutan yang tidak larut dalam pembawa air.
Pada kasus
steril, syringe yang kosong, menggambarkan bahwa pelarut steril masuk ke
dalam wadah penyimpanan yang melewati jarum steril, jika menempel atau melewati
sebuah jarum steril yang menempel untuk tujuan uji serta membuang bahan ke
dalam sebuah tempat penampung cairan, kemudian diproses secara langsung seperti
tersebut diatas.
Ulasan
: Banyak pembuatatn alat-alat bergantung pada parameter pelepasan oleh uji
sterilitas yang tidak ditunjukkan dalam penggantinya data indikator biologi.
Indikator biologi termasuk masing-masing beban sterilisasi alat untuk diproses
dan harus menjadi negatif untuk bertemu peralatan steril.
·
Media
yang digunakan:
1.
Media tioglikolat cair
2.
Media Tioglikolat Alternatif (untuk alat yang
mempunyai lumen kecil)
3.
Soybean-Casein Digest Medium
Jika digunakan Media Tioglikolat Cair dan Soybean-Casein Digest Medium dalam Prosedur Uji Inokulasi Langsung ke Dalam
Media Uji untuk menetapkan spesimen
yang mengandung antibiotik golongan penisilin atau sefalosporin, secara aseptik
tambahkan sejumlah penisilinase ke dalam tabung media untuk menginaktifkan
antibiotik dalam spesimen uji. Tetapkan jumlah penisilinase yang diperlukan
dengan menggunakan sediaan penisilinase yang sebelumnya telah diuji daya
penginaktif penisilin atau sefalosporin. Atau tetapkan jumlah penisilinase yang
diperlukan dengan menambahkannya ke dalam tabung Media Tioglikolat Cair dan sejumlah antibiotik penisilin atau
sefalosporin setara jumlah antibiotik dalam spesimen uji, inokulasi media dengan
1 ml pengenceran (1 dalam 1000) biakan 18 jam-24 jam Staphylococcus aureus (ATCC 29737) dalam Media Tioglikolat Cair dan inkubasi selama 24 jam pada suhu 30-350,
pada saat ini harus teramati pertumbuhan mikroba yang spesifik. Lakukan uji
konfirmasi di daerah yang benar-benar terpisah dari tempat uji sterilitas.
Media uji memenuhi syarat jika terjadi
pertumbuhan yang nyata dalam semua wadah media yang diinokulasi dalam kurun
waktu 7 hari. Penetapan dapat dilakukan simultan dengan media uji untuk
pengujian sterilitas. Sedangkan, uji sterilitas dinyatakan tidak absah, jika media uji menunjukkan respon pertumbuhan yang
tidak memadai.
1.
Jika media segar tidak digunakan dalam waktu 2 hari,
simpan dalam tempat yang gelap, lebih baik pada suhu 20- 250
2.
Jika media siap pakai disimpan dalam wadah yang tidak
tertutup kedap, dapat digunakan selama tidak lebih dari 1 bulan, dengan
ketentuan media diuji dalam kurun waktu 7 hari sebelum penggunaan dan indikator
warna memenuhi syarat.
3.
Jika disimpan dalam wadah tertutup kedap, media dapat
digunakan selama tidak lebih dari 1 tahun, dengan ketentuan fertilitas media
diuji setiap 3 bulan dan indikator warna memenuhi syarat.
·
Cairan
Pengencer dan Pembilas
1.
Cairan A
Jika Cairan A digunakan
untuk uji sterilitas pada spesimen yang mengandung antibiotik golongan
penisilin atau sefalosporin, secara aseptik tambahkan sejumlah penisilinase
steril ke dalam Cairan A yang digunakan membilas membran untuk menginaktifkan
residu antibiotik pada membran setelah larutan spesimen uji di saring.
2.
Cairan D
Jika spesimen uji mengandung lesitin atau minyak, atau untuk
uji alat kesehatan steril dengan lumen kecil menggunakan penyaring membran,
gunakan cairan A yang ditambah 1 ml polisorbat 80 per L, atur pH hingga 7,1
±0,2, bagikan dalam labu dan sterilisasi dengan uap air.
3. Cairan K
pH setelah sterilisasi
6,9±0,2
Sterilisasi dengan uap air
Cairan steril tidak boleh
bersifat antibakteri atau antijamur jika digunakan sebagai pelarut, pengencer
ataupun pembilas pada uji sterilitas.
·
Bakteriostatik
dan Fungistatik
Sebelum melakukan uji
sterilitas cara inokulasi langsung terhadap suatu bahan, tetapkan tingkat
aktivitas bakteriostatik dan fungistatik dengan prosedur berikut:
1.
Buat pengenceran biakan bakteri dan jamur tidak kurang
dari galur mikroba seperti yang tertera pada Uji Fertilitas.
2.
Inokulasi media uji sterilitas dengan 10 mikroba hingga
100 mikroba viabel, gunakan volume media seperti yang tertera dalam Tabel Jumlah untuk bahan cair pada Pemilihan spesimen uji dan masa inkubasi.
3.
Tambahkan sejumlah tertentu bahan ke dalam setengah
dari jumlah wadah yang mengandung inokulum dan media.
4.
Inkubasi wadah pada suhu dan kondisi seperti yang
tertera pada tabel selama tidak kurang dari 7 hari.
Tabel 1.Uji Mikroorganisme
yang disyaratkan oleh USP untuk Penggunaan dalam meningkatkan Pertumbuhan
dan Uji Bakteriostatik / Fungistatik yang digunakan
untuk Uji Sterilisasi
Media
|
Mikroba
Uji
|
Inkubasi
|
||
Suhu
(0)
|
Kondisi
|
|||
Tioglikolat
Cair
|
(1)
Bacillus subtilis (ATCC No.6633)*
|
30-35
|
Aerobik
|
|
(2)
Candida albicans (ATCC No.10231)
|
30-35
|
|||
(3)
Bacteriodes vulgatus (ATCC No.8482)**
|
30-35
|
|||
(4)
Staphylococcus aureus (ATCC 6538)
|
30-35
|
|||
(5)
Pseudomonas aeruginosa (ATCC 9027)*
|
30-35
|
|||
(6)
Clostridium sporogenes (ATCC 11437)
|
30-35
|
|||
Tioglikolat
alternatif
|
(1)Bacteriodes vulgatus (ATCC
No.8482)**
(2)Clostridium sporogenes (ATCC
11437)**
|
30-35
|
Anaerobik
|
|
Soybean-Casein
Digest
|
(1)
Bacillus subtilis (ATCC No.6633)*
|
20-25
|
Aerobik
|
|
(2)
Candida albicans (ATCC No.10231)
|
20-25
|
|||
(3) Aspergillus niger (ATCC
16404)
|
20-25
|
Semua organisme yang diperlukan untuk menunjukkan
pertumbuhan terlihat dalam waktu tidak lebih dari 7 hari dari uji asli.
Catatan: teknik pemeliharaan biakan lot benih
mikroba hidup yang digunakan untuk inokulasi harus digunakan tidak lebih dari 5
bagian dari biakan ATCC.
*) Jika
tidak diinginkan mikroba pembentuk spora, gunakan Micrococcus luteus (ATCC
No.9341) dengan suhu inkubasi seperti yang tertera dalam Tabel 1.
**)
Jika diinginkan mikroba pembentuk spora, gunakan Clostridium sporogenes (ATCC
No.11437) dengan suhu inkubasi seperti yang tertera dalam Tabel 1.
Tabel
2. Uji
Mikroorganisme yang disyaratkan oleh EP untuk Penggunaan dalam meningkatkan
Pertumbuhan dan Uji Bakteriostatik / Fungistatik
yang digunakan untuk Uji Sterilisasi
Media
|
Mikroba Uji
|
Inkubasi
|
|
Suhu (0)
|
Kondisi
|
||
Tioglikolat Cair
|
(1)Staphylococcus aureus (ATCC 6538)
|
30-35
|
Aerobik
|
(2) Pseudomonas aeruginosa (ATCC 9027)
|
30-35
|
||
(3) Clostridium sporogenes (ATCC 19404)
|
30-35
|
||
Soybean-Casein Digest
|
(1) Bacillus subtilis (ATCC No.6633)
|
30-35
|
Aerobik
|
(2) Candida albicans (ATCC No.10231)
|
20-25
|
||
(3) Aspergillus niger (ATCC 16404)
|
20-25
|
Catatan : pemeliharaan
biakan lot benih mikroba hidup yang digunakan untuk inokulasi harus digunakan
tidak lebih dari 5 bagian dari biakan ATCC.
Tidak ada media alternatif thioglycollate cairan seperti pada USP XXV.
Semua bakteri yang diminta untuk
menunjukkan kekeruhan terlihat alam kurun waktu 3 hari inkubasi, sedangkan semua jamur diperlukan untuk menunjukkan kekeruhan terlihat dalam waktu 5 hari inkubasi.
1.
Jika pertumbuhan
mikroba uji dalam campuran media bahan secara visual sebanding dengan
pertumbuhan dalam tabung kontrol, gunakan jumlah bahan dan media seperti
yang tertera pada Tabel Jumlah untuk
bahan cair dalam Pemilihan spesimen
uji dan masa inkubasi
2.
Jika bahan yang
diuji dengan cara seperti di atas adalah bakteriostatik dan atau fungistatik, gunakan
sejumlah zat penetral steril yang sesuai, jika tersedia. Kesesuaian zat
penetral ditetapkan seperti yang tertera pada uji di bawah ini.
3.
Jika zat penetral
tidak tersedia, tetapkan jumlah bahan dan media yang sesuai digunakan
seperti yang tertera di bawah.
4.
Ulangi pengujian di atas, gunakan sejumlah tertentu
bahan dan volume media yang lebih besar untuk menetapkan perbandingan bahan dan
media yang tidak merugikan pertumbuhan mikroba uji.
·
Ketentuan Penambahan atau pengurangan dalam
menentukan perbandingan bahan dan media :
1.
Jika sejumlah
tertentu bahan dalam 250 ml media masih mempunyai daya bakteriostatik atau
fungistatik, kurangi jumlah bahan hingga diperoleh jumlah maksimum yang
tidak menghambat pertumbuhan mikroba uji dalam 250 ml media.
2.
Untuk cairan dan
suspensi yang jumlahnya kurang dari 1 ml, perbesar jumlah media hingga
cukup untuk mengencerkan dan mencegah hambatan pertumbuhan.
3.
Untuk bahan padat yang tidak segera larut atau
dapat terdispersi, jika jumlahnya kurang dari 50 mg, perbesar jumlah media
hingga cukup untuk mengencerkan dan mencegah hambatan pertumbuhan. Dalam setiap
kasus, gunakan perbandingan jumlah bahan dan media yang telah diketahui untuk
uji sterilitas.
4.
Jika digunakan
penyaringan membran, buat perbandingan yang sama menggunakan sejumlah
tertentu bahan uji dan cairan pengencer dan pembilas yang sesuai, bilas membran
3 kali, tiap kali dengan 100 ml cairan pengencer dan pembilas. Inokulasikan
sejumlah tertentu mikroba viabel pada cairan pengencer dan pembilas terakhir
yang digunakan untuk menyaring bahan uji dan pada cairan pengencer dan pembilas
saja. Pertumbuhan mikroba uji dari membran yang digunakan untuk menyaring bahan
diikuti cairan pengencer dan pembilas yang telah diinokulasi secara visual sebanding dengan pertumbuhan dari
membran yang hanya digunakan untuk menyaring cairan pengencer dan pembilas yang
telah diinokulasi.
Karena sifat bahan yang akan diuji bervariasi dan
faktor lain yang mempengaruhi pada waktu melakukan uji sterilitas maka perlu
diperhatikan ketentuan berikut dalam melakukan uji sterilitas.
1. Cara Membuka Wadah
a.
Bersihkan permukaan luar ampul, tutup vial, tutup botol
menggunakan bahan dekontaminasi yang sesuai, dan ambil isi secara aseptik.
b.
Jika isi vial dikemas dalam hampa udara, masukkan udara
steril dengan alat steril yang sesuai, seperti alat suntik dengan jarum yang
dilengkapi bahan penyaring untuk sterilisasi.
c.
Untuk kapas murni, perban, pembalut, benang bedah dan
bahan farmakope sejenis, buka kemasan atau wadah secara aseptik.
2. Pemilihan Spesimen Uji dan Masa Inkubasi
a.
Untuk bahan cair, gunakan volume bahan dan media untuk
setiap unit dan jumlah wadah per media tidak kurang dari seperti yang tertera
pada Tabel Jumlah untuk bahan cair
dalam bab ini.
b.
Jika kuantitas
isi cukup, bahan dapat dibagi dan ditambahkan pada kedua media.
c.
Jika volume setiap wadah tidak cukup untuk kedua media,
gunakan wadah sejumlah dua kali.
d.
Untuk bahan
selain cairan, uji 20 unit bahan dengan masing-masing media.
e.
Untuk bahan yang
hanya lumennya harus steril, bilas lumen dengan sejumlah media yang sesuai
hingga diperoleh kembali tidak kurang dari 15 ml media.
Catatan
: Jika tidak dinyatakan lain di dalam monografi atau bab ini, inkubasi
campuran uji dengan Media Tioglikolat
Cair (atau Media Tioglikolat
Alternatif, jika dinyatakan) selama 14 hari pada suhu 300 hingga
350,dan dengan Soybean-Casein
Digest Medium pada suhu 200 hingga 250.
A. Penafsiran Uji Sterilitas
Jika tidak ada bukti
nyata pertumbuhan mikroba dalam suatu media kultur uji tabung, setelah
memperlakukan sampel dan media dengan prosedur
yang benar dan kondisi uji sterilitas yang sesuai ketentuan dari USP dan EP,
bisa diartikan bahwa terdapat sampel yang banyak mewakili kontaminasi intrinsik.
Interpretasi harus dilakukan oleh orang-orang yang memiliki pelatihan formal dalam mikrobiologi dan memiliki pengetahuan dasar yang terlibat dalam pengujian kontrol kualitas :
1.
metode
sterilisasi Industri dan keterbatasan mereka
2.
Pemrosesan
aseptik
3.
Konsep
statistik yang melibatkan banyak sampling untuk perwakilan artikel
4.
Prosedur pengendalian
Lingkungan yang digunakan dalam fasilitas uji
Jika pertumbuhan mikroba ditemukan atau jika uji
sterilitas dinilai tidak valid
karena kondisi lingkungan yang
tidak memadai, uji sterilitas dapat diulang.
Berdasarkan FI 4, penafsiran uji
sterilitas terdiri dari dua tahap:
1. Tahap pertama
a.
Pada interval waktu tertentu dan pada akhir periode
inkubasi, amati isi semua wadah akan adanya pertumbuhan mikroba seperti
kekeruhan dan /atau pertumbuhan pada permukaan. Jika tidak terjadi pertumbuhan,
maka bahan uji memenuhi syarat.
b.
Jika ditemukan pertumbuhan mikroba, tetapi peninjauan
dalam pemantauan fasilitas pengujian steriitas, bahan yang digunakan, prosedur
pengujian dan kontrol negatif menunjukkan tidak memadai atau teknik aseptik
yang salah digunakan dalam pengujian, tahap pertama dinyatakan tidak absah dan
dapat diulang.
c.
Jika pertumbuhan mikroba teramati tetapi tidak
terbukti, uji tahap pertama tidak absah, lakukan tahap kedua.
2. Tahap Kedua
Jumlah spesimen uji yang diseleksi minimum
dua kali jumlah dari jumlah tahap
pertama. Volume minimum tiap spesimen yang diuji dan media dan periode inkubasi
sama seperti yang tertera apada tahap pertama.
a.
Jika tidak ditemukan pertumbuhan mikroba, bahan yang
diuji memenuhi syarat.
b.
Jika ditemukan pertumbuhan, hasil yang diperoleh
membuktikan bahwa bahan uji tidak memenuhi syarat.
c.
Jika dapat dibuktikan bahwa uji pada tahap kedua tidak
absah karena kesalahan atau teknik aseptik tidak memadai, maka tahap kedua
dapat diulang.
[Catatan.
Jika uji sterilitas digunakan sebagai bagian penilaian terhadap produksi lot
atau bets atau serentak sebagai satu kriteria pengawasan mutu untuk melepas lot
atau bets, seperti yang tertera pada Sterilitas dan Jaminan sterilitas Bahan
Kompendia]
·
Rimgkasan
Uji Sterilitas
2.3. PENGUJIAN PIROGEN
Pirogen merupakan substansi yang mampu menyebabkan
demam dan sering mencemari sediaan farmasi. Ketika Diinjeksikan ke dalam tubuh
manusia dalam jumlah cukup besar, pirogen dapat menyebabkan beberapa raksi
samping fisiologi dan reaksi yang paling umum yang ditimbulkan yaitu
peningkatan temperatur tubuh, dimana hal ini berdasarkan nama “pirogen” dari
pngertian arti Yunani (Piro= panas, gen = permulaan/awal). Reaksi pirogen umumnya jarang berakibat fatal sampai pasien merasa sakit
dengna adanya peningkatan dosis.
Tabel 3. Reaksi Samping
Pirogen pada Manusia
Primer
|
Sekunder
|
Peningkatan suhu
tubuh
Vasokonstriksi
Kutan
Dilatasi pupil
Nausea dan
Malaaise
Diare
Sakit kepala
|
Hiperglikemis
Berkeringat
Penurunan motilitas
lambung
Penurunan tekanan
darah arteri
Leukositosit
|
Pirogen
berasal dari mikroorganisme. Semua mikroba pada umumnya menghasilkan pirogen,
namun pirogen yang berdaya paling poten yaitu yang dihasilkan oleh bakteri gram
negatif yang berasal dari lipopolisakarida (LPS) atau yang dikenal juga dengan endotoksin.
yang berasal dari membran terluar bakteri gram negatif.
|
Oleh
karena pirogen cukup berbahaya jika terkontaminasi ke dalam tubuh manusia, maka
dilakukanlah uji pirogenitas pada sediaan steril. Uji pirogenitas
dimaksudkan untuk membatasi resiko reaksi demam yang dapat diterima oleh pasien
apabila diinjeksi dengan suatu sediaan farmasi. Sampai saat ini, substansi
pirogenik yang diketahui paling aktif dan paling sering mencemari sediaan
farmasi adalah endoktoksin.
Uji pirogenitas umumnya menggunakan kelinci. Pengujian
pada kelinci ini pertama kali dilakukan oleh Hort dan Penfold pada tahun 1911.
Kemudian pengujian ini ditetapkan di USP pertama kali pada tahun 1942 dan merupakan
pengujian resmi untuk menentukan non-pirogenitas sediaan farmasi. Dengan
demikian lebih dari 40 tahun perusahaan farmasi telah melakukan pengujian
pirogenitas dengan menggunakan kelinci. Sejak diketahui bahwa endotoksin
ternyata mampu menggumpalkan sel darah Limulus, kemudian dikembangkan suatu
pengujian untuk mendeteksi adanya endotoksin dengan menggunakan reagensia yang
dibuat dari sel darah Limulus. Pengujian ini kemudian dikenal sebagai metode Limulus
Amebocyt Lysate (LAL).
Metode LAL merupakan pengujian in vitro; maka mulailah
perusahaan-perusahaan melihat kemungkinan untuk menggantikan uji pirogenitas
kelinci dengan metode LAL. Mulai saat itu muncullah argumentasi-argumentasi
sebagai akibat perbandingan antara uji kelinci dan uji LAL. Sebagian menyatakan
keuntungan-keuntungan menggunakan uji LAL dan kerugian-kerugian uji kelinci.
Dilain pihak ingin mempertahankan kelinci dalam melakukan pengujian pirogenitas
suatu sediaan
2.3. 1. Uji Pirogenitas Menggunakan Kelinci
Uji
pirogenitas menggunakan kelinci pertama kali diperkenalkan oleh Hort dan
Penfold pada tahun 1911. Dalam percobaan mereka dengan kelinci didapatkan hasil
bahwa faktor terkait yang menyebabkan peningkatan temperature pada kelinci yaitu setelah penginjeksian ekstrak kultur
bakteri, sedangkan dengan larutan steril bebas dari endotoksin tidak
menyebabkan efek samping terebut.
·
Tes Hewan
Kelinci
digunakan sebagai model uji pirogen dikarenakan kelinci menghasilkan respons
fisiologi yang serupa dengan manusia terhadap pirogen. Griesman dan Hornick
menunjukkan bahwa kelinci dan manusia menghasilkan respon yang sama terhadap
kuantitas nanogram/kilogram dari pirogen. Untuk uji tersebut digunakan kelinci
dewasa sehat yang ditempatkan masing-masing satu kelinci dalam satu kandang
pada suhu 20-23 dan bebas dari gangguan yang menimbulakan kegelisahan. Untuk
kelinci yang belum pernah digunakan untuk uji pirogen, adaptasikan kelinci
tidak lebih drai 7 hari dengan uji pendahuluan yang me;iputi tahap pengujian
yang tertera pada prosedur, kecuali penyuntikan. Kelinci tidak boleh digunakan
untukuji pirogen lebih dari sekali dalam waktu 48 jam atau sebelum 2 minggu
setelah digunakan untuk uji pirogen bila menunjukkan kenaikan suhu maksimum 0,
60 atau lebih, atau bila setelah digunakan untuk melakukan uji sediaan uji yang
mengandung pirogen.
·
Prosedur uji pirogen FI IVdan USP
Lakukan
pengujian dalam ruang terpisah yang khusus untuk uji pirogen dan dengan kondisi
lingkungan yang sama dengan ruang pemeliharaan, bebas dari keributan yang
menyebabkan kegelisahan. Kelinci tidak diberi makan selama waktu pengujian.
Minum dibolehkan pada setiap saat, tetapi dibatasi saat pengujian. Apabila
pengujian menggunakan termistor, masukkan kelinci ke dalam kotak penyekap sedemikian
rupa sehingga kelinci tertahan dengan letak leher yang longgar sehingga dapat
duduk dengan bebas. Tidak lebih dari 30 menit sebelum penyuntikan larutan uji,
tentukan “suhu awal” masing-masing kelinci yang merupakan dasar untuk
menentukan kenaikan suhu. Beda suhu tiap kelinci dalam satu kelompok tidak
boleh lebih dari 10 C dan suhu awal setiap kelinci tidak boleh lebih
dari 39,80 C.
Kecuali
dinyatakan lain pada masing-masing monografi, suntikkan 10 ml per kg BB,
melalui vena tepi telinga 3 ekor kelinci dan penyuntikan dilakukan dalam waktu
10 menit. Larutan uji berupa sediaan yang bila perlu dikonstitusi seperti yang
tertera pada etiket maupun bahan uji yang diperlakukan seperti yang tertera
pada masing-masing monografi dan disuntikkan dengan dosis seperti yang tertera.
Untuk uji pirogen alat atau perangkat injeksi, gunakan sebagai larutan uji
hasil cucian atau bilasan dari permukaan alat yang berhubungan langsung dengan
sediaan parenteral, tempat penyuntikkan atau jaringan tubuh pasien. Semua larutan harus bebas dari kontaminasi. Hangatkan larutan pada suhu 370 ± 20 C sebelum penyuntikan. Rekam suhu
berturut-turut antara jam ke-1 dan jam ke-3 setelah penyuntikan dengan selang
waktu 30 menit.
·
Prosedur Uji Kelinci
- Istirahatkan telinga dengan cara memegang telinga kelinci dengan tangan kiri dan kondisikan telinga kea rah bawah dengan ibu jari seperti pada gambar berikut:
- Mengenalkan jarum dimana ujung jaum diposisikan ke atas dekat ujung vena telinga.
- Perlahan-lahan menyuntikkan sejumlah kecil sampel untuk menentukan apakah jarum berada dalam lumen pembuluh darah. Jika tidak, gelembung akan terbentuk atau akan dirasakan backpressure.
- Menjaga tekanan stabil pada plunger alat suntik dan injeksi dilakukan selama 10 menit. Biasanya, waktu durasi untuk infus kurang dari 10 menit.
- Tarik jarum dan tekan dengan ibu jari di tempat injeksi untuk menghambat pendarahan dan jaringan parut.
·
Penafsiran
Berdasarkan FI IV
Setiap penurunan suhu dianggap nol. Sediaan
memenuhi syarat apabila tak seekor kelincipun menunjukkan kenaikan suhu 0,50
C atau lebih. Jika ada kelinci yang menunjukkan kenaikan suhu 0,50
C atau lebih lanjutkan pengujian dengan menggunakan 5 ekor kelinci. Jika tidak
lebih dari 3 ekor dari 8 ekor kelinci masing-masing menunjukkan kenaikan suhu
0,50 C atau lebih dan jumlah kenaikan suhu maksimum 8 ekor kelinci
tidak lebih dari 3,30 C sediaan dinyatakan memenuhi syarat bebas
pirogen.
·
Penafsiran
Berdasarkan USP
Berdasarkan Issue
of Pharmacopeial Forum Juli/Agustus 1991, larutan dapat dinilai bebas pirogen jika
tidak ada kelinci yang menunjukkan kenaikan suhu 0,5°C atau lebih di atas suhu
kontrolnya. Jika kondisi ini tidak terpenuhi, uji harus dilanjutkan ke tahap kedua. Tidak ada lagi
kondisi kedua yang melibatkan jumlah suhu individu. Pada tahap kedua, ditambahkan
lima kelinci yang
diberi persiapan baru yang sama dengan tiga kelinci sebelumnya. Larutan dapat dinilai bebas
pirogen jika tidak lebih dari tiga dari delapan kelinci
menunjukkan kenaikan suhu individu sebesar 0,5°C atau lebih.
The U.S.
Public Health Requirements for Biological Products, menilai larutan mengandung pirogen jika
setidaknya setengah dari kelinci yang diuji menunjukkan kenaikan suhu 0,6°C
atau lebih, atau jika kenaikan suhu rata-rata semua kelinci adalah 0,5°C atau
lebih.
Pada BP, uji pirogen menggunakan skala geser yang
didasarkan pada 3 kelinci dan tambahan kelompok dari 3 kelinci, jika
diperlukan, untuk total 12 kelinci. Skala ini ditunjukkan pada Tabel 2.1 dengan
uji pada USP untuk perbandingan.
Tabel 4. Perbandingan Persyaratan Tes Pirogen USP (Farmakope Amerika)
dan BP (Farmakope Inggris)
Jumlah
Kelinci
|
Maximum
Total Peak Response (0C) to pass the test
|
Maximum
Total Peak Response (0C) to fail the test
|
||
USP
|
BP
|
USP
|
BP
|
|
3
|
1,4
|
1,15
|
1,4
|
2,65
|
6
|
-
|
2,80
|
-
|
4,30
|
8
|
3,7
|
-
|
3,7
|
-
|
9
|
-
|
4,45
|
-
|
5,95
|
12
|
-
|
6,60
|
-
|
6,60
|
·
Keterbatasan Uji Pirogen Kelinci USP
Pada USP,
uji pirogen kelinci memiliki beberapa keterbatasan, dimana yang ditetapkan
kesempatan untuk uji Limulus Amebocyte Lysate sebagai alternatif yang mungkin
untuk uji kelinci sebagai prosedur uji pirogen resmi.
► Model In Vivo
Sebuah metode pengujian (model in
vivo) yang menggunakan hewan hidup sebagai model, tentu memberikan sejumlah
masalah yang ditawarkan oleh sistem biologi. Variabilitas
dalam sistem biologi menimbulkan masalah besar. Tidak ada dua kelinci akan
memiliki suhu tubuh yang persis sama atau identik merespon terhadap sampel
pirogenik yang sama. Kelinci sangat sensitif dan rentan terhadap lingkungannya.
Hal Ini diartikan menjadi sebuah proposisi mahal dalam hal fasilitas,
kontrol lingkungan, dan penyesuaian hewan.
Pengujian pirogen kelinci tidak
hanya mahal, tetapi juga melelahkan. Beberapa
jam dihabiskan dalam melakukan uji pirogen, termasuk sejumlah besar perlakuan
awal dalam penyiapan hewan. Kelinci harus diberi makan dan minum dengan benar, kandang
dibersihkan untuk mencegah penyakit, dan waktu yang dihabiskan dalam
penyesuaian hewan untuk beradaptasi dengan kondisi fasilitas pengujian pirogen
dan uji
itu sendiri.
► Sensitivitas Kelinci terhadap
Pirogen
Respon pirogen pada kelinci bergantung pada
dosis. Semakin besar jumlah pirogen yang
disuntikkan per kg BB, maka semakin besar kenaikan suhu pada kelinci. Hal
ini ditunjukkan pada Tabel 2.4, diambil dari sebuah laporan oleh Mascoli dan
Weary.
Studi kolaboratif dimulai di bawah
naungan Asosiasi Produsen Industri Kesehatan (HIMA) yang ditunjukkan bahwa
kelinci dari 12 laboratorium secara konsisten gagal uji pirogenik pada dosis
1,0 ng per ml (10 ml/kg dari 10 ng/kg endotoksin) dari endotoksin Escherichia coli 055:B5, dan semua koloni lulus (tidak pirogenitas)
pada 0,156 ng/kg dosis (atau 0,156 ng/ml menggunakan 10 ml/kg dosis). Penelitian
yang sama dilaporkan bahwa "rata-rata" koloni kelinci akan mencapai
50% lulus/gagal dengan tingkat kepercayaan 95% pada tingkat endotoksin di atas
0,098 ng/ml (10 ml/kg dosis). Uji LAL umumnya
akan mendeteksi tingkat endotoksin dari 0,025 ng/ml atau kurang. Dengan
demikian, uji kelinci kurang sensitif terhadap endotoksin dibandingkan dengan
pengujian LAL.
Variasi dari kelinci-ke-kelinci dalam
menanggapi banyak larutan pirogenik yang sama ditunjukkan oleh
Mascoli dan Weary. Seperti terlihat pada Tabel 2.2, standar deviasi dan
koefisien dari variasi nilai-nilai yang
agak tinggi di antara delapan kelinci yang diberikan dosis endotoksin identik. Penelitian
HIMA melaporkan bahwa dari 12 laboratorium melakukan uji kelinci pirogen, 4
melewati tingkat 2,5 ng endotoksin per kg.
Tabel 5. Hasil Uji Pirogen Delapan Kelinci dalam
Saline dengan Escherichia coli 055:
BS Menggunakan Kelinci 3-5 kg
E. coli endotoxin concentration (ng/ml)
|
Volume
Solution Injected (ml/kg)
|
USP
Total Temperature increase (0C)
|
Mean
Temperature increase (0C)a
|
Standard
Deviation (0C)b
|
Coefficient
of Variation (%)
|
3,125
|
1,0
|
7,80c
|
0,975
|
0,246
|
25,2
|
1,56
|
1,0
|
4,75c
|
0,594
|
0,218
|
36,7
|
1,00
|
1,0
|
3,70c
|
0,462
|
0,158
|
34,2
|
0,78
|
1,0
|
1,40
|
0,144
|
0,208
|
144,4
|
0,39
|
1,0
|
1,00
|
0,088
|
0,187
|
212,5
|
0,195
|
1,0
|
1,20
|
0,150
|
0,065
|
43,3
|
a Nilai negatif suhu
kelinci dikeluarkan dari penentuan jumlah kenaikan suhu menurut USP.
b Nilai negatif suhu
kelinci termasuk penentuan jumlah dan standar deviasi untuk mengambarkan total
variabilitas.
c Kriteria gagal uji
USP dari total peningkatan sebesar 3,7°C
Sensitivitas dari bioassay kelinci untuk endotoksin muncul jatuh dalam
kisaran 1 sampai 10 ng/kg. Greisman dan Hornick
menemukan bahwa ambang batas dosis pirogenik
dari endotoksin E. coli
baik untuk kelinci dan manusia adalah 1,0 ng/kg BB. Sensitivitas pada uji
kelinci bergantung pada besarnya dosis yang diberikan.
Sensitivitas kelinci terhadap endotoksin bervariasi dengan hari (sirkadian)
dan tahun (cirannual). Kenaikan terbesar suhu
untuk setiap dosis pemberian endotoksin terjadi pada sore hari, sementara
kenaikan paling rendah terjadi pada tengah malam. Pada tengah malam,
sensitivitas terbesar terlihat pada akhir Oktober, sedangkan yang paling rendah
terlihat pada akhir April. Namun, ini berlawanan
pada pukul 10:00 pagi. Meskipun tidak praktis sama sekali, disarankan dalam
laporan ini bahwa koloni kelinci diuji untuk sensitivitasnya pada awal setiap
bulan dan pada jam-jam ketika produk akan diuji secara normal. Dengan demikian,
variabilitas musiman dalam sensitivitas dapat dikendalikan.
·
Gangguan dari Uji Pirogen
Kelinci
Banyak
produk parenteral yang diberikan tidak dapat diuji untuk pirogen dengan uji
kelinci karena gangguan yang mereka buat dalam respon kelinci terhadap pirogen
jika mereka hadir dalam produk tersebut. Setiap produk memiliki efek samping
menurunkan suhu badan, seperti prostaglandin dan agen kemoterapi kanker, akan
mengganggu respon kelinci. Beberapa produk
secara inheren toksik untuk kelinci (lihat Tabel 2.3) dan harus diencerkan
dengan konsentrasi jauh di bawah dosis farmakologis efektif obat.
Tabel 6. Contoh Obat dan Produk Obat yang Tidak
Cocok untuk Pengujian Pirogen menurut USP
Most cancer chemotherapeutic agents
|
Most anesthetics, muscle relaxants, and sedatives
|
Sterile betamethasone sodium phosphate solution
|
Chlorpheniramine injection
|
Magnesium sulfate
|
Metocurine iodide injection
|
Perphenazine
|
Thiopental sodium for injection
|
Meskipun sebagian besar keterbatasan
dan kekacauan hari ini uji LAL, tidak boleh dilupakan bahwa uji pirogen kelinci
USP selama beberapa dekade telah dianggap sebagai test yang cukup sensitif
untuk pirogen dan telah membantu untuk menghilangkan kontaminasi pirogenik dari
obat-obat yang telah mencapai pasar,
walaupun sebagian besar farmasetikal dan
produsen peralatan farmasi saat ini menggunakan uji LAL untuk tes pirogen.
2.4. UJI
LIMULUS AMEBOCYTE LYSATE (LAL)
·
Sejarah dan
Latar Belakang
Levin
dan Bang meneliti studi mekanisme pembekuan darah lobster, ikan, dan kepiting.
Otopsi kepiting tapal kuda mati mengungkapkan koagulasi intravaskuler. Darah
beku dikultur dan ditemukan mengandung bakteri gram negatif, seperti E. coli dan Pseudomonas. Uji lebih lanjut menunjukkan bahwa sel amebocyte darah
dari darah kepiting tapal kuda itu sangat sensitif terhadap kehadiran
endotoksin, zat beracun dibebaskan oleh disintegrasi sel bakteri. Substansi
dalam amebocytes bertanggung jawab
untuk bereaksi dengan endotoksin yang dikenal sebagai clottable protein. Dalam gambaran sel amebocyte oleh efek osmotik,
indikator biokimia paling sensitif dari adanya endotoksin diproduksi, maka
diberi nama uji Limulus Amebocyte Lysate.
Limulus polyphemus (lihat Gambar 2) hanya ditemukan di lokasi
tertentu di sepanjang Pantai Timur Amerika Utara dan pantai-pantai di sepanjang
Asia Tenggara. Hati dari kepiting dewasa yang
tertusuk dan berdarah untuk mengumpulkan sel-sel darah amebocyte yang beredar.
Hati-hati dilakukan, prosedur ini tidak fatal bagi kepiting, dan di restorasi
yang tepat, kepiting dapat digunakan lagi. Sejak amebocytes bertindak sebagai aktivator dari mekanisme koagulasi
dalam kepiting, agen antiaggregating
harus ditambahkan untuk menghambat agregasi. N-Ethylmaleimade adalah yang
paling umum digunakan sebagai anti-aggregant.
|
Uji LAL adalah cara yang paling sensitif dan spesifik
tersedia untuk layar obat manusia, biologis, obat hewan, peralatan medis dan bahan baku untuk tingkat berbahaya dari kehadiran
endotoksin. Reagen LAL disusun dari sel-sel darah yang beredar dari
kepiting tapal kuda (Limulus Polyphemus).
Limulus Amebocyte Lysate (LAL) digunakan untuk mendeteksi
endotoksin yang terkait dengan bakteri gram negatif. Lysate ini disusun dari amebocytes beredar dari kepiting horsehoe
(Limulus Polyphemus).
Deteksi endotoksemia dengan uji LAL pertama
kali dilakukan oleh Fossard, dkk pada tahun 1974. Mereka menyimpulkan bahwa uji
LAL cepat dan dapat diandalkan, metode sederhana untuk mendeteksi endotoksemia.
Deteksi dini dan pengobatan infeksi yang kuat dengan uji LAL digunakan untuk
memantau efektivitas pengobatan.
Ada empat metode LAL saat ini
dilisensi oleh FDA. Yang pertama, disebut sebagai metode gel-clot
didasarkan pada kenyataan bahwa LAL gumpalan di hadapan endotoksin. Metode turbidimetrik
kinetik adalah metode kuantitatif yang digunakan LAL kekeruhan penampilan untuk
menentukan konten endotoksin. Metodologi yang ketiga dan keempat, disebut
sebagai chromogenic assaysemploy, sebuah chromogenic
substrat sintetis yang, di hadapan LAL dan endotoksin, menghasilkan warna
kuning yang berhubungan linier terhadap konsentrasi endotoksin.
DeMurphy
dan Aneiros menggunakan uji LAL metode mikro untuk mendeteksi pirogen di
radiofarmasi, termasuk koloid belerang, pirofosfat, piridoxiliden glutamat,
albumin serum manusia, dan makroagregat albumin manusia. Mereka menyimpulkan
bahwa tes ini terbukti ekonomis, mudah, cepat, sensitif, dan dapat diandalkan.
Uji dimasukkan ke dalam program pengawasan mutu rutin tidak hanya untuk
radiofarmasi tetapi juga untuk semua cairan parenteral dan larutan yang
digunakan dalam penyusunan kit dalam kedokteran nuklir.
Rhodes
dan Croft mencantumkan enam alasan mengapa uji LAL lebih disukai daripada uji
kelinci untuk pengujian pirogen radiofarmasi dan kit reagen:
1.
Lebih sensitif.
2.
Lebih cepat.
3.
Membutuhkan jumlah yang lebih kecil dari bahan uji.
4. Kedua kontrol positif dan negatif dapat
dilakukan bersama dengan masing-masing tes.
5. Tidak menghasilkan radioaktivitas dalam
kelinci sehingga lebih disukai dari sudut pandang keamanan radiologis.
6. Lebih murah dan lebih mudah dalam
penyimpanan.
Uji LAL
untuk pirogen dalam sediaan parenteral pertama kali digunakan oleh Cooper et
al. Uji LAL ditemukan lebih sensitif dan lebih bijaksana daripada uji pirogen
kelinci dalam pengujian produk obat radioaktif. Mallinckrodt,
Incorporated, pendiri pertama yang berhasil, fasilitas produksi skala besar
untuk LAL di Chincoteague, Virginia, pada tahun 1971.
Pada 12 Januari 1973 (Federal Register 38, 1404),
Food and Drug Administration (FDA) menyatakan bahwa LAL adalah produk biologis
dan oleh karena itu harus mengacu pada lisensi di bawah Pasal 351 dari
Undang-Undang Dinas Kesehatan. Spesifikasi
tentang kemurnian dan potensi LAL diusulkan oleh FDA Bureau of
Biologics (sekarang CBER)
pada akhir tahun itu (September 18, 1973; 38 FR 26130). Pada tahun-tahun
berikutnya, data yang tersedia dan pengalaman dengan uji LAL terakumulasi,
dengan penggunaan utama sebagai sebuah uji in-process endotoxin. Akhirnya, FDA mengumumkan kondisi di mana uji LAL dapat digunakan
sebagai tes produk akhir untuk produk-produk biologi berlisensi dan alat
kesehatan (November 4, 1977; 42 FR 57749). Hal ini diikuti oleh draft
pedoman yang diterbitkan oleh Office
of Medical Devices for using the LAL test for medical
secara eksklusif (20 Maret 1979).
Dalam Federal Register 18 Januari 1980 (45
FR 3668), FDA menerbitkan pemberitahuan untuk mengumumkan draft pedoman yang
dapat diterima yang menjelaskan kondisi untuk memvalidasi uji LAL sebelum
digunakan sebagai uji endotoksin akhir untuk produk akhir untuk manusia dan
injeksi produk obat veterinary. Komentar pada dua pedoman rancangan (Maret 1979 dan
Januari 1980) menghasilkan draft pedoman tunggal untuk memvalidasi uji LAL
sebagai uji endotoksin produk akhir obat parenteral manusia dan hewan,
produk-produk biologi, dan alat-alat kesehatan; ini diterbitkan pada 2
Februari 1983, dan diumumkan pada 29 Maret 1983 (48 FR 13096).
·
Mekanisme Reaksi
Elusidasi
dari reaksi endotoksin-LAL telah dihasilkan terutama dari karya oleh Liu et al., Takagi et al., dan Mosesson et al. Menggabungkan
hasil dari peneliti ini menghasilkan reaksi yang diusulkan sebagai berikut:
- Endotoksin atau disusun sesuai lipid A dari derivate endotoksin mengaktifkan proenzyme dari LAL yang memiliki berat molekul 150.000
- Aktivasi juga tergantung adanya kation logam divalen seperti kalsium, mangan, atau magnesium. Telah terbukti bahwa sensitivitas LAL assay untuk deteksi endotoksin dapat meningkat 10 sampai 30 kali dengan menggunakan reagen LAL yang mengandung 50 mM magnesium.
- Aktivasi proenzyme, terkait dengan kelas protease serin seperti enzim trombin, tripsin, dan faktor Xa, kemudian bereaksi dengan fraksi protein berat molekul rendah (MW_ 19.000-25.000) yang terdapat juga dalam substansi LAL.
- Fraksi berat molekul lebih rendah, yang disebut coagulogen, dipotong oleh proenzyme ke dalam subunit larut dan tak larut. Subunit tak larut muncul sebagai gumpalan padat, endapan, atau larutan keruh, tergantung pada jumlah coagulogen tak larut oleh produk yang dibentuk.
Ringkasan Standar
FDA Mengatur Pembuatan Reagen Limulus Amebocyte
Lysate
·
Penggunaan Endotoksin Standar AS untuk menentukan
sensitivitas LAL.
·
Penggunaan LAL Referensi AS untuk menetapkan
potensi LAL.
·
Perhitungan potensi tiap sejumlah LAL dan LAL
Referensi AS menggunakan Endotoksin Standar AS.
a. Uji minimum 20 dari
maksimum 28 botol per setiap bejana pengeringan.
b.
99% batas atas fiducial
dari standar deviasi rasio log referensi dan uji lysates untuk 20 vial tidak lebih besar dari 0,73.
·
Persyaratan umum.
a. Menangani kepiting tapal kuda
sedemikian rupa untuk memungkinkan mereka dikembalikan hidup pada lingkungan
alam mereka setelah single
collection of blood.
b. Lakukan uji
sterilitas massal dan pada setiap pengisian.
c. Jalankan
uji kontrol negatif dari lysate.
d.
Uji
untuk kelembaban residual.
·
Berbagai pelabelan.
·
Jumlah sampel yang tepat
(tidak kurang dari 28 botol) dan dokumentasi pembuatan pada setiap pengisian,
tanggal pengujian, dan hasil dari semua uji harus disampaikan kepada Director,
Bureau of Biologics, FDA.
Oleh
karena itu, reaksi koagulasi membutuhkan tiga faktor selain endotoksin. Ketiga faktor itu-enzim pembekuan darah, clottable protein (coagulogen), dan
beberapa kation divalen-ditemukan pada reagen LAL. Skema reperesentasi
mekanisme reaksi LAL ditemukan pada Gambar..3.
·
Prosedur
Uji LAL
Cooper
adalah orang pertama yang menggambarkan metode dan bahan yang dibutuhkan untuk
melakukan uji LAL untuk pirogen secara benar. Sementara
itu, meskipun uji LAL merupakan prosedur yang relatif sederhana, terutama bila
dibandingkan dengan uji kelinci menurut USP, namn kondisi spesifik tertentu
harus dipenuhi. Hal yang haus
diperhatikan antara lain. :
Gambar. 3 Skema Representasi dari mekanisme reaksi LAL.
1.
Semua
bahan yang akan berkontak dengan reagen LAL atau sampel uji harus dibersihkan
dan didepirogenasi
secara menyeluruh.
2.
Suhu
reaksi tidak dapat diluar rentang 36-380C.
3. Campuran
reaksi harus berada dalam kisaran pH 5-7.
4.
Waktu reaksi harus tidak lebih
dari 1 jam.
5.
Setiap pengujian harus
disertai dengan kontrol positif dan negatif
Prosedur dasar pengujian LAL adalah kombinasi 0,1 ml
sampel uji dengan 0,1 ml reagen LAL. Setelah 1
jam inkubasi pada suhu 370C, campuran dianalisis untuk melihat
adanya sebuah gumpalan gel. Uji LAL positif, menunjukkan adanya
endotoksin, jika gumpalan gel menjaga integritasnya setelah inversi lambat dari
tabung reaksi berisi campuran (lihat Gambar.4).
Petunjuk lengkap untuk melakukan uji LAL ditemukan pada kit uji
LAL dari produsen komersial. USP (edisi 22) juga
berisi petunjuk untuk menggunakan uji LAL untuk memperkirakan konsentrasi endotoksin
bakteri dalam sampel bahan. Instruksi-instruksi ini diringkas dengan
komentar di bawah ini:
Gambar 4. Sebuah
tes gel LAL bekuan positif ditandai oleh pembentukan gel padat yang tetap utuh
di dasar tabung pada inversi. (Courtesy of BioWhittaker, Inc, Walkersville,
Maryland).
►Pendahuluan
1.
Teknik aseptik yang ketat harus digunakan untuk menghindari kontaminasi
mikroba selama melakukan tes.
2.
Semua wadah dan peralatan yang digunakan harus bebas
pirogen. Pemanasan pada 2500C atau lebih untuk minimal 60 menit untuk
mendepirogenasi barang tersebut
3.
Semua barang pecah belah harus dicuci dengan deterjen
sebelum depirogenasi panas kering. Jika deterjen tidak sepenuhnya dicuci, akan
mengganggu dan menyebabkan reaksi hasil negatif yang salah
4.
Mematuhi semua
tindakan pencegahan dalam merekonstitusi dan menyimpan reagen uji. Jangan simpan endotoksin encer digunakan untuk
menentukan sensitivitas LAL karena hilangnya aktivitas oleh adsorpsi pada
permukaan kaca. Masa simpan normal untuk reagen LAL adalah 4 minggu pada suhu
dingin setelah rekonstitusi.
·
Prosedur
Tes Limulus Amoebisit Lysate (LAL Test)
Copper yang pertama kali memperkenalkan
metode dan bahan apa saja yang dibutuhkan dalam tes LAL untuk pirogen.
Kondisi khusus yang butuhkan dalam proses
pelaksanaan tes LAL:
·
Semua bahan yang kontas langsung dengan reagen
LAL seluruhnya harus bersih dan bebas dari pirogen. Pemanasan dilakukan pada
suhu 2500C atau lebih sekurang –kurangnya selama 1 jam.
·
Semua peralatan kaca harus dibersihkan dahulu
dengan detergen sebelum dilakukan depirogenasi panas kering.
·
Suhu
yang dibutuhkan saat reaksi harus dalam interval 360-380C
·
pH
dalam reaksi pencampuran harus berada dalam interval pH 5-7
·
Setiap reaksi yang dilakukan harus disertai
blanko positif dan negatifnya
Prosedur pelaksanaan:
1.
Siapkan 0,1 ml sampel tes dan 0,1 ml reagen LAL
2.
Campur keduanya kemudian di inkubasi selama 1 jam pada
suhu 370C
3.
Setelah di inkubasi, campuran tersebut kemudian
dianalisis untuk mengetahui ada atau tidaknya gumpalan gel
4.
Tes LAL dikatakan positif berarti ada indikasi adanya
endotoksin jika gumpalan gel tetap bertahan tidak jatuh saat tabung dibalikkan.
► Standard Penentuan Endotoksin
Referensi Standard Endotoksin (RSE) yang pertama
kali adalah Lot-EC2 yang didefinisikan 1 Endotoxin Unit (EU) dalam 0,2 ng
standard dan dalam 1 vial terdapat 10.000 EU.
Standard lain yang umumnya digunakan adalah CSE
(Control Standard Endotoxin) yang harus di standardisasi kembali terhadap RSE. Berikut
standardisasi yang dilakukan:
·
Minimal 4 vial yang mengandung gumpalan di uji
dengan menentukan titik akhir dengan LAL.
·
Konversi titik akhir CSE yang berupang/ml
kedalam RSE yang memiliki satuan endotoxin unit per milliliter. Jadi, jika
titik akhir LAL pada CSE 0,018 ng/ml dan titik akhir LAL pada RSE 0,3 EU/ml
maka,
o
RSE
0,3 EU/ml = 16,6 EU/ng CSE,
o
CSE 0,018 ng/ml
Jadi,
0,018 ng CSE setaradengan 0,3 EU RSE.
►Prosedur Manual Tes LAL
Lakukan pengulangan sampling minimal 4 kali pada sampel yang akan digunakan. pH yang akan
digunakan dalam reaksi pencampuran berada dalam range 6-7,5 kecuali dinyatakan
lain secara spesifik dalam monografi. Perubahan pH dapat dikendalikan dengan
penambahan buffer tertentu atau campuran endotoksin bebas 0,1 NaCl dan 0,1 HCl.
Tes pipa, menggunakan 10 pipa dengan ukuran 7,5 mm
dimana semuanya dimasukkan aliquot biasanya sebanyak 0,1 ml. Kemudian, reagen
LAL di siapkan sebanyak volume aliquot yang digunakan sebelumnya. Dalam tes
pipa lainnya, jumlah volume reagen LAL dan endotoksin starndard dijumlahkan.
Kontrol positif adalah reagen LAL
dengan sampel yang mengandung konsentrasi endotoksin yang telah diketahui.
Sedangkan kontrol negatif adalah reagen LAL ditambah jumlah volume sampel
steril yang sama yaitu jumlah pirogen dan pelarut bebas.
Saat jumlah volume yang sama tersebut dicampurkan,
tes pipa dimulai dengan diputar perlahan-lahan. Kemudian pipa tersebut
ditempatkan pada temperatur yang konstan pada water bath menggunakan kontrol
suhu 370C ± 10C. Waktu inkubasi idealnya 60 menit. Pada
saat inkubasi, pipa jangan sampai terjadi gangguan seperti digerakkan dan
sebagainya khawatir akan ada gumpalan yang akan lepas secara irreversibel
sehingga mengurangi hasil akhirnya. Setelah inkubasi, keluarkan pipa secara
hati-hati.
Analisis hasil
inkubasi dengan menggunakan microskop. Satu kaca objek dapat mengidentifikasi
12 sampel menggunakan volume mikroliter 0,1 mikroliter. Tambahkan toluidin biru 0,1% dalam etanol ke dalam kaca tersebut.
Positif uji LAL ditandai dengan adanya drople-droplet biru sedangkan hasil
negatifnya berupa warna biru yang homogen tanpa adanya droplet.
► Sensitivitas dari LAL
Sensitivitas dari LAL didefinisikan sebagai
konsentrasi terendah dari endotoksin yang murni yang memproduksi gel keras yang
akan tetap utuh ketika ditelungkupkan secara hati-hati selama 1 jam inkubasi
pada suhu 370 C. Pada umumnya, terlihat bahwa uji LAL sensitif
terhadap satuan pictogram dari endotoksin, dan LAL test ini 5-50 kali lebih
sensitif dibandingkan dengan uji kelinci terhadap keberadaan endotoksin,
bergantung pada jenis studi perbandingan yang dilakukan.
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh cooper et
al menunjukkan bahwa uji LAL setidaknya
lima kali lebih sensitif terhadap endotoksin murni dibandingkan dengan uji
kelinci. Hal ini kemudian ditegaskan
kembali oleh Elin dan Wolff. Perbaikan
dalam produksi LAL dan metode formulasi akan meningkatkan sensitivitas dari LAL
10 sampai 50 kali lebih besar dibandingkan dengan uji kelinci.
Ronneberger menemukan bahwa LAL test memberikan
hasil yang sama atau 10 kali lebih sensitif dibandingkan dengan uji kelinci
menggunakan lipopolisakarida dari bakteri gram negatif yang berbeda (table
2.5). Pada lebih dari 300 sampel obat, uji LAL dan uji kelinci memberikan hasil
yang sama, meskipun injeksi dalam volume besar menghasilkan sensitivitas yang
rendah dalam uji kelinci.
Tabel 7. Spesifisitas dan sensitivitas LAL untuk deteksi
Lipopolysakarida
Marcus and Nelson mengatakan
bahwa uji pirogen pada kelinci akan mendeteksi 1 sampai 10 ng endotoksin
enterobakterial, sedangkan uji LAL akan mendeteksi 0,01 sampai 0,1 ng
endotoksin per milliliter larutan. Kemampuan dari LAL dalam mendeteksi
endotoksin E.coli dalam air
terdestilasi yang bebas pirogen ditemukan mencapai 100 kali lebih sensitif
dibandingkan dengan uji kelinci.
Sensitivitas dari LAL
terhadap endotoksin begantung pada pembawa dimana terkandung endotosin tersebut. Misalnya LAL hanya dapat
mendeteksi 5-10 µg/ml endotoksin dalam plasma, sedangkan 0,05 µg/ml endotoksin
dideteksi dalam cairan serebrospinal. Banyak produk obat menghalangi uji LAL
dan sangat menghambat kepekaannya.
►Spesifikasi
Tes
Sensitivitas merupakan
kemampuan uji untuk memberikan reaksi positif terhadap kehadiran dari material
yang diuji, sedangkan spesifisitas merupakan kemampuan dari tes untuk
memberikan reaksi positif hanya pada material yang diuji. Sensitivitas dari LAL
terhadap endotoksin tidak perlu dipermasalahkan. Namun, spesifisitasnya dalam
bereaksi hanya pada endotoksin tertentu merupakan karakteristik penting yang
diperdebatkan.
Pada 1973, Elin and Wolff
pertama kali melaporkan kekurangan yang mungkin dari spesifisitas pada uji LAL
untuk endotoksin bakteri. Pemberian immunoglobulin intravena telah ditemukan
untuk menghasilkan hasil positif palsu pada uji LAL. Peningkatkan jumlah imunoglobulin yang diberikan
akan meningkatkan level material LAL reaktif dalam plasma.
amibocyte lysate
mengandung zat yang disebut factor sensitive (1–3) β-D-glucan. Faktor ini dapat
mengaktivasi LAL untuk memproduksi hasil positif palsu terhadap keberadaan
endotoksin. Menariknya, jumlah kecil
dari β-glucan (1–1000 ng/ml plasma) akan memicu gelasi, sementara jumlah yang
lebih besar β-glucan (1 mg/ml plasma) tidak dapat melakukannya.
Pearson
and Weary menyebutkan bahwa reaksi positif palsu itu disebabkan oleh zat non
endotoksin. Mereka menyimpulkan bahwa zat tersebut tidak memerlukan perhatian
dari produsen obat parenteral dikarenakan:
- Banyak zat (termasuk zat sintetik) tidak akan ditemukan dalam produk parenteral.
- Zat tersebut mungkin saja ada, namun konsentrasinya tidak cukup untuk memproduksi gelation in lysate atau demam pada kelinci.
- Hasil belum dikonfirmasi oleh peneliti lain.
- Hasil negatif dari uji LAL menunjukan dengan tegas ketiadaan endotoksin. Mengenai kesalahan negatif palsu, dapat dieliminasi dengan proses validasi.
·
Keuntungan
Dibandingkan Dengan USP Uji kelinci
Pendukung
dari uji LAL menyatakan bahwa uji tersebut memberikan setidaknya tujuh
keuntungan dibandingkan dengan penggunaan uji kelinci untuk mendeteksi pirogen
dalam produk injeksi parenteral dan peralatan medis:
1.
Sensitivitas yang lebih besar
2.
Reliabilitas yang lebih besar
3.
Spesifisitas yang lebih baik
4.
Variasi yang lebih sedikit
5.
Aplikasi penggunaan yang
lebih luas
6.
Digunakan sebagai alat pemecahan masalah
7.
Biaya lebih sedikit.
Sebagian besar
keuntungan adalah akibat langsung dari kesederhanaan yang luar biasa dari uji
LAL. Uji in vitro membutuhkan jumlah item minimal
untuk menyelesaikan uji, LAL menawarkan kecepatan dan kehandalan yang tak
tertandingi oleh sistem in vivo.
Kontrol teknik, penanganan, dan faktor lingkungan
eksternal jauh lebih mudah diatur dengan uji LAL. Hal ini meminimalkan peluang
kesalahan dan variasi dalam pengujian hasil. Kemudahan dan kemampuan
beradaptasi dari uji LAL memungkinkan untuk digunakan dalam berbagai situasi
dimana penerapan uji kelinci akan tidak dapat atau tidak mungkin dipraktekkan.
Uji LAL telah menjadi pengganti yang diterima
untuk uji kelinci dalam mengontrol pirogen dalam proses-fraksi plasma. Empat keuntungan yang diberikan jika
mengganti uji LAL dengan uji kelinci adalah sebagai berikut:
- uji in vitro, bila tersedia, lebih digunakan daripada uji pada hewan.
- Hasil tersedia dalam waktu 90 menit setelah awal prosedur uji.
- Uji yang dapat dilakukan dengan LAL bila uji menggunakan kelinci tidak masuk akal karena faktor waktu.
- Uji LAL sederhana untuj dilakukan dan tidak mahal.
Fumarola dan Jirillio menyatakan bahwa menurut
beberapa literatur yang berhubungan dengan uji LAL serta berdasarkan
pengalaman, uji dapat diterima, spesifik, cepat, dan metode yang sensitif untuk
uji endotoksin obat parenteral dan produk biologi dan untuk pengujian dalam
larutan parenteral.
Peneliti di Laboratorium Travenol telah
menerbitkan banyak artikel penyediaan data untuk mendukung keunggulan uji LAL
atas uji kelinci untuk pengujian pirogen dari LVPs. Argumen
mereka dirangkum oleh Mascoli dan weary:
- Pirogen penting dalam produk LVP dan perangkatnya merupakan endotoksin yang terdapat di alam.
- Beberapa endotoksin pirogen yang terdeteksi oleh LAL, terdeteksi juga dengan uji kelinci.
- Dalam beberapa kasus, hasil uji kelinci hanya gagal pada awalnya untuk mendeteksi pirogen yang dikonfirmasi kemudian oleh uji kelinci, tapi selalu dikonfirmasi terlebih dahulu dengan uji LAL.
Keuntungan uji LAL yang dikemukakan oleh beberapa
perusahaan produsen produk parenteral antara lain yaitu:
- sensitivitas yang lebih besar
- variasi yang lebih kecil
- hasil yang diperoleh kuantitatif
- waktu yang diperlukan lebih sedikit
- lebih murah
- pelaksanaan tes lebih mudah
·
Keterbatasan
Dari Uji LAL
Tidak diragukan lagi,
uji LAL memenuhi kebutuhan akan suatu metode yang berguna, sensitif, akurat,
dan murah untuk mendeteksi endotoksin bakteri. Namun, bukan berarti tanpa
keterbatasan atau masalah.
Keterbatasan terbesar uji LAL adalah masalah
gangguan interaksi lysate-endotoksin yang disebabkan oleh berbagai obat dan zat
lainnya. Dari 10 perwakilan kontrol kualitas dari industri parenteral yang
disurvei, 7 mengidentifikasi hambatan dari interaksi lysate-endotoksin sebagai
faktor pembatas nomor satu dari penerapan uji LAL. Seperti yang telah dibahas
sebelumnya, reaksi gelasi LAL ditengahi oleh enzim pembekuan yang thermolabil,
sensitif terhadap pH, dan secara kimia terkait dengan tripsin. Inhibisi disebabkan oleh bahan yang diketahui dapat
mendenaturasi protein atau menghambat kerja enzim. Daftar beberapa obat dan bahan-bahan yang dikenal dapat mengubah
atau menghambat interaksi lysate-endotoksin diberikan dalam Tabel 8. Hambatan oleh banyak komponen obat dapat diatasi dengan
pengenceran atau penyesuaian pH. Tentu saja,
pengenceran mengurangi konsentrasi endotoksin dan tempat yang dibutuhkan lebih
besar untuk mendeteksi jumlah endotoksin yang diencerkan.
Tabel 8 contoh dari SPVs yang dilaporkan
dapat menghambat tes LAL
Pengujian inhibisi
atau aktivasi pada dasarnya melibatkan penggunaan kontrol positif. Hasil akhir dari deteksi pada
sampel produk tidak boleh berbeda dari titik akhir pada standar seri. Dengan kata lain, jika jumlah terendah endotoksin yang
terdeteksi adalah 0,025 ng / ml, jumlah ini juga harus terdeteksi oleh banyak
sama reagen LAL dalam sampel produk. Jika ditemukan tejadi inhibisi, dilakukan
pengenceran terhadap sampel produk sampai tidak ada lagi
modifikasi pada reaksi gelasi.
·
Hambatan
Menurut Cooper, 30% dari produk obat tidak
menghambat uji LAL. Mayoritas produk yang menghambat uji, 97% dari masalah
dapat diatasi karena hambatan bergantung pada konsentrasi.
Reaksi LAL-Endotoksin
Uji inhibisi LAL dianggap signifikan jika kontrol
positif bervariasi lebih dari dua kali lipat dari pengenceran standar dalam
air.
Penyebab utama produk obat menghambat uji
LAL adalah dengan:
1.
pH yang tidak optimal
2.
Agregasi atau adsorpsi
endotoksin control
3.
Konsentrasi kation yang
tidak sesuai
4.
Modifikasi enzim atau
protein
5.
Aktivasi LAL non spesifik
Keterbatasan uji LAL adalah sebagai
berikut:
1.
LAL hanya dapat diandalkan untuk mendeteksi pirogen
yang berasal dari bakteri gram negatif.
2.
Sebagai uji in vitro, uji LAL tidak dapat mengukur
potensi demam yang memproduksi endotoksin yang terdapat dalam sampel.
3.
Sensitivitas LAL dengan
endotoksin bervariasi pada berbagai sumber mikroba.
4.
Sulit untuk membandingkan
sensitivitas uji LAL dan uji kelinci karena uji kelinci bergantung pada dosis,
sedangkan uji LAL adalah tergantung konsentrasi.
5.
Pembentukan gel sulit untuk menafsirkan dan dapat
rusak dengan adanya sedikit getaran.
6.
Uji LAL terlalu sensitif yang dapat mendeteksi
endotoksin pada tingkat rendah yang dibutuhkan untuk memproduksi demam pada
mamalia.
7.
Potensial terganggu oleh
β-glucans.
8.
Studi yang lebih ekstensif
diperlukan untuk memvalidasi uji LAL sebagai uji pirogen pada produk akhir
·
Variabilitas
Uji
Ada beberapa sumber
variabilitas yang dapat mempengaruhi keakuratan dan keandalan uji LAL. Hal ini menjawab kenapa validasi sangat penting dan mengapa
FDA membuat pedoman validasi untuk uji LAL. Pearson
dan Mc.
Cullough telah menulis ulasan mengenai masalah ini.
1.
Variabilitas reagen
Ada perbedaan yang
signifikan dalam formulasi reagen LAL dari tiap produsen. Walaupun semua reagen LAL telah dibakukan
berdasarkan RSE USP, proses pembuatan
yang baik dan perbedaan formulasi terlihat dalam kondisi endotoksin. perbedaan utama dalam persiapan
pereaksi meliputi penambahan bahan-bahan sebagai berikut: kation divalen,
albumin, buffer, dan bahan aktif permukaan.
2.
Variabilitas metode
Reagen LAL dirancang khusus untuk
menghasilkan aktivitas yang optimal dalam setiap uji LAL. Jadi, lysate–drug product compatibility dapat berubah bila beralih dari satu metode uji ke
metode uji yang lain dengan menggunakan produsen lysate yang sama.
3.
Variabilitas produk
Telah diketahui bahwa
banyak produk parenteral akan terganggu
reaksi lisis-endotoksin, meskipun sebagian besar gangguan tersebut dapat
diatasi dengan pengenceran.
4.
Variabilitas laboratorium
Tipe dari peralatan gelas dan lastik yang digunakan, prosedur kalibrasi peralatan, prosedur kalibrasi ulang,
kemurnian air yang digunakan, prosedur pengenceran, dan prosedur laboratorium
yang berbeda akan menghasilkan variabilitas uji LAL. Seperti dijelaskan sebelumnya, perbedaan dalam penanganan dan
penyimpanan produk parenteral sebelum analisis uji LAL nyata dapat mempengaruhi
hasil uji.
Sebagai pengulangan,
untuk mengendalikan semua sumber-sumber variabilitas, FDA menulis panduan pada
validasi dari uji LAL. Pedoman mengatakan, "inhibition/uji perangkat
tambahan harus diulang pada satu unit produk yang jika pabrik lysate berubah. Ketika lysate banyak berubah, kontrol positif dua
lambda digunakan untuk kembali memverifikasi validitas uji LAL untuk
produk.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Quality control atau pengawasan mutu adalah
bagian yang esensial dari cara pembuatan obat yang baik agar tiap obat yang
dibuat memenuhi persyaratan mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaannya. Kesinambungan semua unsur dalam semua
rangkaian pembuatan mutlak
diperlukan untuk menghasilkan obat yang bermutu mulai dari saat obat dibuat sampai pada distribusi
obat jadi.
Dalam quality control untuk sediaan steril, banyak uji-uji yang dilakukan,
seperti uji sterilitas, uji pirogen, uji Limulus Amebocyte Lysate (LAL), uji keseragaman
bobot, uji keseragaman volume, uji kebocoran, uji pH, uji kejernihan, dan uji
integritas kemasan.
Sedangkan
uji
pirogenitas yang umumnya dilakukan
terhadap kelinci dimaksudkan untuk membatasi resiko reaksi demam yang dapat diterima oleh
pasien apabila diinjeksi dengan suatu sediaan farmasi. Sampai saat ini,
substansi pirogenik yang diketahui paling aktif dan paling sering mencemari
sediaan farmasi adalah endoktoksin.
Kontaminasi
substansi pirogenik selain dari bahan baku, juga dapat berasal dari berbagai
sumber, di mana pada akhirnya substansi pirogenik dan endotoksin yang berasal
dari berbagai sumber tersebut akan terakumulasi dalam sediaan jadi. LAL dapat
digunakan untuk mendeteksi endotoksin, tetapi tidak dapat digunakan untuk
memutuskan bahwa sediaan tersebut tidak menimbulkan kenaikan suhu yang berarti
setelah disuntikkan. Untuk itu, setiap pengujian baik pengujian dengan kelinci maupun pengujian LAL
mempunyai kelebihan dan kekurangan. Apabila ditempatkan pada bagiannya keduanya
akan dapat saling melengkapi. LAL mampu membatasi kandungan` endotoksin sebagai
substansi pirogenik yang kuat, sedangkan pengujian kelinci mampu merangkum
akumulasi berbagai substansi pirogenik.
Perbandingan Uji Kelinci dengan Uji LAL
Perbedaan
|
Uji kelinci
|
LAL test
|
Metode pengujian
|
Model Pengujian in vivo yang menggunakan hewan yang hidup
sebagai modelnya.
|
Model Pengujian invitro. Uji in
vitro, bila tersedia, lebih digunakan daripada tes .in vivo. Model ini lebih
menguntungkan, karena tidak ada kesalahan/kegagalan akibat variasi biologis.
|
Prinsip
|
Injeksi intravena ke tubuh kelinci di bawah kondisi tetentu
dan selanjutnya dipantau dan dicatat temperature kelinci tersebut dalam
jangka waktu tetentu.
|
Koagulasi protein yang ada dalam reagensia LAL oleh
endotoksin. Pengujian tersebut ialah dinyatakan positif apabila terjadi
pembentukan gel dan dinyatakan negatip bila tidak terjadi pembentukan gel.
Pembentukan gel akan terjadi apabila kandungan endotoksin dalam contoh
sediaan lebih besar daripada sensitivitas reagen yang dinyatakan dalam
Endotoksin Unit per ml (EU/ml) atau ng/ml.
|
Sensitivitas
|
Sensitivitas kelinci dan manusia terhadap substansi
pirogenik relative sama. Kenaikan suhu kelinci akibat substansi-pirogenik,
sampai batas tertentu masih dapat diterima oleh manusia, sehingga kenaikan
suhu kelinci tersebut dapat distandardisasi terhadap substansi pirogenik yang
dapat diterima manusia. Sensitivitas sangat dipengaruhi oleh
musim, kegaduhan, kegelisahan, makanan dan lain sebagainya
|
tidak dapat digunakan untuk
memeriksa beberapa sediaan secara langsung, seperti:
>> Sediaan yang tidak
dapat dinetralkan menjadi pH 6-7, 5; misalnya potasium kanrenoate.
>> Sediaan yang
mengandung zat-zat penghambat pembentukan gel misalnya konsentrasi Ca tinggi,
tetrasiklin, streptomisin, polimisin, kloramfenikol, penisilin semisintetik,
sitrat, fosfat dan lain-lain
|
|
Sensitivitas
tes kelinci bergantung pada dosis.
|
Sensitivitas uji LAL adalah
tergantung konsentrasi.
|
Objek yang dapat dideteksi
|
Mampu mendeteksi semua pyrogen
termasuk endotoksin
|
LAL hanya mendeteksi endotoksin
dan tidak mampu mendeteksi pirogen eksogen yang lain seperti virus, fungi,
bakteri dan lain-lain. Selain itu, LAL hanya dapat diandalkan untuk
mendeteksi pirogen yang berasal dari bakteri gram-negatif.
|
Waktu
|
Membutuhkan waktu lebih lama dalam perlakuan awal penyiapan hewan dan waktu yang dihabiskan dalam
penyesuaian hewan untuk beradaptasi dengan kondisi fasilitas pengujian
pirogen dan tes itu sendiri.
|
Waktu yang dipergunakan untuk melakukan pengujian lebih
singkat, baik pada waktu pelaksanaan maupun waktu persiapannya. Hasil
tersedia dalam waktu 90 menit setelah awal prosedur uji
|
Fasilitas yang dibutuhkan
|
Memerlukan pemeliharaan dan perawatan hewan dan
laboratorium yang lebih intensif. Karena hewan uji yang digunakan, yaitu kelinci, sangat sensitif dan rentan terhadap
lingkungannya. Hewan harus dipelihara dalam ruangan dengan temperatur
tidak jauh berbeda dengan tempat percobaan. Pemeliharaan hewan harus
dilakukan dengan sebaik mungkin untuk menghindari infeksi penyakit yang dapat
mengganggu percobaan atau mengacaukan interpretasi hasil. Berat badan kelinci
harus dijaga jangan sampai mengalami penurunan yang berarti dalam 1 minggu
menjelang digunakan.
|
Ruangan yang digunakan relatif lebih kecil dan personil
yang dibutuhkan relatip sedikit.
|
Variabilitas
|
Variabilitas sistem biologis yang besar Misalnya, tidak ada dua kelinci akan memiliki suhu tubuh yang
persis sama atau identik merespon terhadap sampel pirogenik yang sama. Respon
setiap kelinci terhadap substansi yang sama belum tentu sama, sehingga
terdapat variasi kenaikan suhu pada tiap kelinci.
|
Kontrol teknik, penanganan, dan
faktor lingkungan eksternal jauh lebih mudah diatur dengan uji LAL. Hal ini,
meminimalkan peluang kesalahan dan variasi dalam pengujian hasil.
|
Biaya
|
Memerlukan
biaya yang mahal yang banyak digunakan dalam perlakuan
awal penyiapan hewan. Kelinci harus diberi makan dan minum dengan
benar, kandang dibersihkan untuk mencegah penyakit, dan waktu yang dihabiskan
dalam penyesuaian hewan untuk beradaptasi dengan kondisi fasilitas pengujian
pirogen dan tes itu sendiri.
|
Memerlukan biaya lebih sedikit
|
Sensitivitas
|
Respon pirogenik pada kelinci bergantung dosis. Semakin besar jumlah pirogen yang disuntikkan per kg
BB, maka semakin besar kenaikan suhu pada kelinci. Sensitivitas dari
bioassay kelinci untuk endotoksin muncul jatuh dalam kisaran 1 sampai 10
ng/kg
|
LAL mendeteksi endotoksin lebih sensitif dibandingkan
kelinci. Pada umumnya, terlihat bahwa test LAL sensitive terhadap satuan
pictogram dari endotoksin, dan LAL test ini 5-50 kali lebih sensitive
dibandingkan dengan uji kelinci terhadap keberadaan endotoksin. Sensitivitas
LAL mencapai 0,01 - 0,04 ng/ml atau lebih kecil.
|
|
Sensitivitas kelinci terhadap
endotoksin bervariasi dengan hari (sirkadian) dan tahun (cirannual)
|
Sensitivitas
LAL dengan endotoksin bervariasi pada berbagai sumber mikroba.
|
Gangguan pada proses pengujian
|
Gangguan dari Uji Pirogen Kelinci Banyak produk parenteral yang diberikan tidak
dapat diuji untuk pirogen dengan uji kelinci karena gangguan yang mereka buat
dalam respon kelinci terhadap pirogen jika mereka hadir dalam produk
tersebut. Setiap produk memiliki efek samping menurunkan suhu badan, seperti
prostaglandin dan agen kemoterapi kanker, akan mengganggu respon kelinci. Beberapa produk secara inheren toksik untuk kelinci
dan harus diencerkan dengan konsentrasi jauh di bawah dosis farmakologis
efektif obat.
|
gangguan interaksi lisis-endotoksin yang disebabkan oleh
berbagai obat dan zat lainnya.
|
Bahan yang digunakan
|
Jumlah
bahan uji yang dibutuhkan lebih banyak.
|
Jumlah
bahan uji yang dibutuhkan lebih sedikit
|
literaturnya ???
BalasHapus