Rabu, 16 Mei 2012

Wadah gelas steril


WADAH GELAS DAN ELASTOMER
SEDIAAN STERIL


A.  PENDAHULUAN

Wadah merupakan salah satu komponen yang penting dalam sediaan farmasi, karena ketidaksesuaian wadah akan mempengaruhi obat secara keseluruhan. Penampilan obat sering pula sangat dipengaruhi oleh wadahnya, akan tetapi perlu disadari juga bahwa wadah dapat mempengaruhi obat bahkan merusak obat dan menimbulkan hal yang tidak diingini pada obat. Oleh sebab itu wadah sediaan farmasi harus pula memenuhi persyaratan tertentu dan dibanyak negara terutama negara maju ada standard dan cara uji wadah sediaan farmasi secara khusus. Suatu sediaan farmasi yang steril tidak akan tetap steril jika tidak diberi wadah yang tepat. Pengemasan dan penyimpanan juga merupakan suatu proses yang harus diperhatikan untuk menjaga keutuhan obat agar tidak terjadi perubahan zat aktif yang mungkin akan membentuk zat kimia yang berbahaya bagi tubuh.


B.  PENGEMASAN (PACKAGING)
Menurut KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.00.05.4.1745 TENTANG KOSMETIK, wadah adalah kemasan yang bersentuhan langsung dengan isi. Menurut SK Menkes No.193/Kab/B/VII/71 peraturan tentang pembungkus dan penandaan wadah, wadah adalah salah satu komponen  yang penting untuk sediaan farmasi, karena ketidaksesuaian wadah akan mempengaruhi obat secara keseluruhan termasuk kestabilan dan efek terapi obat. Menurut USP, wadah adalah alat untuk menampung suatu obat, atau mungkin dalam hubungan langsung dengan obat tersebut.
Pengemas diartikan sebagai wadah, tutup, dan selubung sebelah luar, artinya keseluruhan bahan kemas, dengannya obat ditransportasikan dan/atau disimpan.  Kemasan adalah penyatuan dari bahan yang dikemas (bahan yang diisikan) dan pengemas. Bahan kemas yang kontak langsung dengan bahan yang dikemas, dinyatakan sebagai bahan kemas primer, sebaliknya pembungkus selanjutnya seperti kotak terlipat, karton dan sebagainya dinamakan bahan kemas sekunder.
*      Pembagian wadah untuk injeksi dibagi menjadi dua macam yaitu:
1.      Wadah dosis tunggal, adalah suatu wadah yang kedap udara yang mempertahankan jumlah obat steril yang dimaksudkan untuk pemberian parenteral sebagai dosis tunggal dan yang bila dibuka tidak dapat ditutup rapat kembali yang dengan jaminan tetap steril. Contoh: ampul.
2.      Wadah dosis ganda, adalah wadah kedap udara yang memungkinkan pengambilan isinya perbagian berturut-turut tanpa terjadi perubahan kekuatan, kaulitas atau kemurnian bagian yang tertinggal. Contoh vial atau botol serum

Dalam industri farmasi, kemasan yang terpilih harus cukup melindungi kelengkapan suatu produk. Karenanya seleksi kemasan dimulai dengan penetuan sifat-sifat fisika dan kimia dari produk itu, keperluan melindunginya, dan tuntutan pemasarannya. Secara umum, hal-hal penting yang harus diperhatikan dari wadah adalah:
1.      Harus cukup kuat untuk menjaga isi wadah dari kerusakan
2.      Bahan yang digunakan untuk membuat wadah tidak bereaksi dengan isi  wadah
3.      Penutup wadah harus bisa mencegah isi:
·         Kehilangan yang tidak diinginkan dari kandungan isi wadah
·         Kontaminasi produk oleh kotoran yang masuk seperti mikroorganisme atau uap yang akan mempengaruhi penampilan dan bau produk.
4.      Untuk sediaan jenis tertentu harus dapat melindungi isi wadah dari cahaya
5.      Bahan aktif atau komponen obat lainnya tidak boleh diadsorpsi oleh bahan pembuat wadah dan penutupnya, wadah dan penutup harus mencegah terjadinya difusi melalui dinding wadah serta wadah tidak boleh melepaskan partikel asing ke dalam isi wadah
6.      Menunjukkan penampilan sediaan farmasi yang menarik
Berdasarkan pertimbangan tentang kondisi penutupan dalam Farmakope Indonesia, penyimpan obat dikelompokkan :
1.      Wadah tertutup baik, yaitu wadah yang dapat melindungi isinya dari zat padat dari luar dan dari hilangnya obat pada kondisi pengangkutan, pengapalan, penyimpanan dan distribusi yang lazim.
2.      Wadah tertutup baik terlindung dari cahaya
3.      Wadah tertutup rapat, yaitu wadah yang dapat melindungi isinya dari kontaminasi cairan-cairan, zat padat atau uap dari luar, dari hilangnya obat tersebut, dan dari pengembangan, pencairan, atau penguapan pada kondisi pengangkutan, pengapalan, penyimpanan, dan distribusi yang lazim. Suatu wadah tertutup rapat ditutup kembali sehingga kemampuan yang sama seperti sebelum dibuka.
4.      Wadah tertutup rapat terlindung dari cahaya




C.  WADAH GELAS

Gelas umumnya digunakan untuk kemasan dalam farmasi, karena memiliki mutu perlindungan yang unggul, ekonomis, dan wadah tersedia dalam berbagai ukuran dan bentuk. Gelas pada dasarnya bersifat inert secara kimiawi, tidak permeable, kuat, keras dan disetujui FDA. Gelas tidak menurun mutunya pada penyimpanan, dan dengan sistem penutupan seperlunya dapat menjadi penghalang yang sangat baik terhadap hampir setiap unsur, kecuali sinar. Gelas berwarna dapat memberi pelindungan terhadap cahaya bila diperlukan. Kekurangan utama dari gelas sebagai kemasan adalah karena mudah pecah dan berat.

*      Komposisi gelas
                        Gelas terutama tersusun dari pasir (silica yang hampir murni), soda abu (natrium karbonat), batu kapur (kalsium karbonat), dan cullet (pecahan gelas yang dicampur dengan batch pembuatan dan berfungsi sebagai bahan penyatu untuk seluruh campuran).  Kation yang paling umum didapatkan dalam bahan gelas farmasi adalah silicon, alumunium, boron, natrium, kalium, kalsium, magnesium, zink, dan barium. Satu-satunya anion yang penting adalah oksigen. Boron oksida ditambahkan untuk membantu proses pencairan. Timah dalam jumlah kecil membuat gelas jernih dan berkilau. Alumina (Alumunium oksida) sering digunakan menambah kekerasan dan keawetan serta menambah ketahanan terhadap reaksi kimia.




*      Tipe Gelas
                        Gelas yang digunakan untuk kemasan dalam mengemas sediaan farmasi digolongkan menjadi empat kategori tergantung pada bahan kimia dari gelas tersebut dan kemampuannya untuk mencegah peruraian, yaitu
1.   Tipe I – borosilicate glass (gelas borosilikat dengan daya tahan tinggi)
     Pada proses pembuatan sebagian besar alkali dan kation tanah diganti oleh boron dan atau alumunium serta zink. Mempunyai daya tahan kimiawi yang sangat baik sehingga tidak mempengaruhi preparat parenteral yang sangat peka, lebih baik daripada gelas natrium karbonat. Umumnya digunakan untuk sediaan parenteral.
2.   Tipe II – treated soda lime glass (gelas soda kapu yang diproses)
     Adalah gelas soda kapur silikat yang sudah mengalami pengerjaan permukaan pada bagian yang berhubungan dengan isinya dan mempengaruhi preparat farmasi yang dikemas. Umumnya digunakan untuk sediaan parenteral bersifat asam dan netral
3.   Tipe III – regular soda lime glass (gelas soda kapur biasa)
Adalah gelas soda kapur silikat yang mempunyai daya tahan kimiawi yang cukup sehingga tidak mempengaruhi preparat farmasi yang dikemas. Biasanya tidak digunakan untuk sediaan parenteral, kecuali jika data uji stabilitas yang sesuai menunjukkan bahwa kaca Tipe III memenuhi untuk sediaan parenteral yang dikemas di dalamnya.
4.   Tipe NP – general purpose soda lime glass (gelas soda kapur untuk penggunaan umum)
Adalah gelas soda kapur silikat yang digunakan untuk produk non parenteral yang dimaksud untuk pemakaian penggunaan oral dan topical.



       Tabel 1. Tipe gelas USP, Batas ui dan petunjuk pemilihan
Batas Uji
Tipe
Tipe Uji
Ukuran (ml)
H2SO4 0,020 N
(ml)
Pengunaan umum
Tipe I
Gelas borosilikat
Gelas yang diserbuk
Semua
1,0
Untuk larutan air, baik yang didapar maupun tidak
Tipe II
Gelas soda kapur yang diproses
Serangan air
100 atau kurang dari 100
Lebih dari 100
0,7
0,2
Larutan air yang didapar dengan pH dibawah 7
Serbuk kering, larutan minyak
Tipe III
Gelas soda kapur
Gelas yang diserbuk
Semua
8,5
Serbuk kering, larutan minyak
NP
Gelas soda kapur tujuan umum
Gelas yang diserbuk
Semua
15,0
Bukan untuk sedian parenteral, untuk tablet, larutan oral, dan suspensi oral, salep dan cairan untuk obat luar

Wadah yang biasa menggunakan gelas adalah botol, pot, vial, dan ampuls. Kemasan gelas dibuat dari tiga tipe gelas, yaitu  gelas netral (Tipe I) bersifat kurang alkali dan lebih banyak aluminium, gelas surface treated/borosilikat (Tipe II) bersifat kurang alkali dan lebih banyak aluminium, sangat baik dan harganya sangat mahal, dan gelas soda / alkali (Tipe III) digunakan untuk bahan padat kering dan cairan bukan air.
Untuk sediaan dengan berat di atas 2 g, biasa digunakan pot dari gelas. Gelas melindungi dengan baik dan cocok dengan banyak produk. Untuk produk yang dipengaruhi oleh cahaya, seperti salep yang mengandung fenol aktif atau garam merkuri, gelas yang berwarna kuning - sawo matang (coklat) sering digunakan untuk mencegah perubahan warna dari zat aktif. Tutup harus dapat mencegah sediaan menjadi kering atau penguapan air dan zat aktif yang mudah menguap.
Kelebihan menggunakan gelas antara lain, inert, kedap udara, dibuat dari bahan yang relatif murah, tidak mudah terbakar, bentuknya tetap, mudah diisi, mudah ditutup, dapat dikemas menggunakan packaging line, mudah disterilisasi, mudah dibersihkan dan dapat digunakan kembali.
Kekurangan gelas sebagai wadah untuk menyimpan sediaan semisolid dibandingkan dengan logam dan plastik adalah lebih rapuh (mudah pecah) dan lebih berat untuk pengiriman. Kemasan untuk konsumen yang terbuat dari gelas bukan merupakan wadah yang paling higienis karena wadah akan sering dibuka berulang – ulang oleh konsumen, dimana tangannya tidak  selalu bersih.

*      Uji  pada wadah gelas

Alat:   
Spektrofotometer dengan kepekaan dan ketelitian yang sesuai untuk pengukuran     jumlah cahaya yang ditransmisi oleh wadah sediaan farmasi yang terbuat dari bahan gelas.
Penyiapan contoh:
                  Potong wadah kaca dengan gergaji melingkar yang dipasang dengan roda abrasif basah, seperti suatu roda berlian. Wadah dari kaca tiup dipilih bagian yang mewakili ketebalan rata-rata dinding dan potong secukupnya hingga dapat sesuai untuk dipasang dalam spektrofotometer. Wadah gelas tadi dicuci dan dikeringkan dengan hati-hati untuk menghindari adanya goresan pada permukaan. Gelas contoh kemudian dibersihkan dengan kertas lensa dan dipasang pegangan contoh dengan bantuan paku lilin.

Prosedur:
                  Potongan diletakkan dalam spektrofotometer denagn sumbu silindris sejajar terhadap bidang celah dan lebih kurang di tengah celah. Jika diletakkan dengan benar, sorotan cahaya normal terhadap permukaan potongan dan kehilangan pantulan cahaya minimum. Ukur tranmitans potongan dibandingkan dengan udara pada daerah spektrum yang diinginkan terus-menerus dengan alat perekam atau pada interval lebih kurang 20 nm dengan alat manual pada daerah panjang gelombang 290 nm—450nm.

Batas: 
Transmisi cahaya yang diukur tidak melewati batas yang tertera pada tabel 1, untuk wadah sediaan parenterral. Transmisi cahaya wadah kaca atau gelas tipe NP untuk sediaan oral atau topikal tidak lebih dari 10% pada setiap panjang gelombang dalam rentang 290nm—450nm.

Ukuran nominal
(dalam ml)
Presentase maksimum Transmisi Cahaya pada panjang gelombang antara 290 dan 450 nm
Wadah segel-bakar
Wadah segel tutup rapat
1
2
5
10
20
50
50
45
40
35
30
15
25
20
15
13
12
10

Catatan setiap wadah dengan ukuran antara seperti yang tertera pada tabel di atas menunjukkan transmisi tidak lebih dari wadah ukuran lebih besar seperti yang terterapada tabel. Untuk wadah lebih dari 50 ml, gunakan batas untuk 50 ml.

2.      Uji Tahan Bahan Kimia
Prinsip: Menetapkan daya tahan wadah kaca atau gelas baru (yang belum pernah digunakan) terhadap air. Tingkat ketahanan ditentukan dari jumlah alkali yang terlepas dari kaca karena pengaruh media pada kondisi ynag telah ditentukan. Pengujian dilakukan di ruangan yang relatif bebas dari asap dan debu berlebihan.

                       Tabel 3. Alat dan pereaksi untuk uji bahan kimia
Alat
Pereaksi
1)      Otoklaf  dengan suhu yang dipertahankan 121° ± 2,0° dan mampu menampung 12 wadah diatas permukaan air.
2)      Lumpang dan alu yang terbuat dari baja-diperkeras
3)      Pengayak terbuat dari baja tahan karat ukuran 20,3 cm yaitu nomor 20,40 dan    50
4)      Labu erlenmeyer 250ml terbuat dari kaca tahan lekang
5)      Palu 900 g
6)      Magnit permanen
7)      Desikator
8)      Alat volumetrik secukupnya

1) Air kemurnian tinggi  dengan konduktivitas 0,15mm
2) Larutan merah metil

Prosedur :  
 Bahan uji ditambahkan 5 tetes indikator  dn memerlukan tidak lebih dari 0,020ml natrium hidroksida 0,020 N LV untuk mengubah warna indikator dan ini terjadi pada pH 5,6.

3.      Uji Serbuk Kaca
Penyiapan contoh:
Pilih secara acak 6 atau lebih wadah, bilas dengan air murni, keringkan dengan udar bersih dan kering. Hancurkan wadah hingga menjadi ukuran lebih kurang 25mm. Lalu pecahan kaca dtumbuk dengan lumpang dan alu diteruskan dengan pengayakan nomor 20 setelah itu nomor 40. Ulangi kembali penghancuran dan pengayakan. Kemudian pecahan kaca diayak dengan ayakan yang menggunakan penggoyang mekanis selama 5 menit. Pindahkan bagian yang tertinggal pada ayakan nomor 50, yang bobotnya harus lebih dari 10 g ke dalam wadah bertutup dan simpan dalam desikator hingga saat pengujian
Sebarkan contoh pada sehelai kertas kaca dan lewatkan magnit melalui contoh tersebut untuk menghilangkan partikel besi yang terikut selama pengahancuran. Masukkan contoh kedalam labu Erlenmeyer 250 ml terbuat dari kaca tahan bahan kimia dan cuci 6 kali, tiap kali dengan dengan aseton. Keringkan labu dan isi pada suhu 140° selam 20 menit, pindahkan butiran ke dalam botol timbang dan dinginkan dalam desikator. Contoh uji digunakan dalam waktu 48 jam setelah pengeringan.
Prosedur :
      Timbang contoh uji, masukkan ke dalam labu erlenmeyer 250 ml yang diekstraksi dengan air kemurnian tinggi dalam tangas air pada suhu 90  selama tidak kurang dari 24 jam atau pada suhu 121  selama 1 jam. Tambahkan 50,0 ml air kemurnian tinggi ke dalam labu dan ke dalam labu lain untuk blanko. Tutup semua labu dengal gelas piala terbuat dari borosilikat yang sebelumnya telah diperlakukan seperti ditetapkan denagn ukuran sedemikian hingga dasar gelas piala menyentuh bagian tepi labu. Letakkan wadah dalam otoklaf dan tutup hati-hati, biarkan lubang ventilassi terbuka. Panaskan hingga uap keluar dan lanjutkan pemanasan  selama 10 menit. Tutup lubang ventilasi dan atur suhu 121 . Pertahankan suhu pada 121° ± 2° selam 30 menit dihitung saat suhu tercapai. Kurangi panas hingga otoklaf mendingin dan mencapai tekanan atmosfer dalam 38 menit hingga 46 menit, jika perlu buka lubang ventilasi untuk mencegah terjadinya hampa udara.  Dinginkan segera labu dalam air mengalir, enaptuangkan air dalam labu ke dalam bejana sesuai yang bersih dan cuci sisa serbuk kaca 4 kali , tiap kali dengan 15 ml air kemurnian tinggi.
Tambahkan 5 tetes larutan merah metil dan titrasi segera dengan asam sulfat 0,020 N LV. Catat volume asam sulfat 0,020 N yang digunakan untuk menetralkan ekstrak dari 10 g contoh uji, lakukan titrassi blanko. Volume tidak lebih dari yang tertera pada tabel tipe kaca dan tabel uji untuk tipe gelas yang diuji.
4.      Uji Ketahanan terhadap Air pada Suhu 121°
Penyiapan contoh: 
      Pilih secara acak 3 atau lebih wadah bilas 2 kali dengan air kemurnian tinggi.
Prosedur :
      Isi setiap wadah dengan air kemurnian tinggi hingga 90% dari kapasitas penuh dan lakukan prosedur seperti yang tertera pada uji serbuk kaca mulai dengan “Tutup semua labu…..”, kecuali waktu pemansan dengan otoklaf 60 menit bukan 30 menit dan diakhiri dengan “untuk mencegah terjadinya hampa udara”. Kosongkan isi dari 1 atau lebih wadah ke dalam gelas ukur 100 ml. Jika wadah lebih kecil, gabungkan isi dari beberapa wadah untuk memperoleh voluyme 100 ml. Masukkan kumpulan contoh dalam labu erlenmeyer 250 ml terbuat dari kaca tahan bahan kimia, tambahkan 5 tetes larutan metil merah, titrasi dalam keadaan hangat dengan asam sulfat 0,020N LV. Selesaikan titrasi dalam waktu 60 menit setelah otoklaf dibuka. Catat volume asam sulfat 0,020 N yang digunakan , lakukan titrasi blanko dengan 100 ml air kemurnian tinggi pada suhu yang sama dan dengan jumlah indikator yang sama. Volume tidak lebih dari yang tertera pada tabel tipe kaca dan batas uji untuk tipe kaca yang diuji.

5.      Uji Arsen
    Arsen tidak lebih dari 0,1 bpj;gunakan sebagai larutam uji 35 ml air dari 1 wadah kaca tipe I, atau jika wadah lebih kecil , 35 ml dari kumpulan isi dari beberapa wadah kaca tipe I, yang disiapkan sesuai prosedur seperti yang tertera pada ketahanan terhadap Air pada suhu 121°.







D. Tutup Elastomerik (tutup karet)

       Definisi tutup elastomerik menurut Farmakope Indonesia edisi IV adalah bagian dari pengemas yang berhubungan langsung atau mungkin berhubungan langsung dengan obat. Elastomer atau lebih dikenal sebagai karet, sudah digunakan sebagai bahan untuk kemasan sediaan parenteral sejak awal abad 20 karena memiliki sifat fisik unik, yaitu sangat mudah dibentuk, yang cukup penting bagi fungsi kemasan sediaan parenteral. Secara kasar, karet dikatakan sebagai bahan polimer yang pada suhu kamar dapat diregangkan mencapai 2 kali panjang awalnya dan jika dibebaskan akan kembali ke ukuran semula. Walau memiliki definisi sederhana, karet adalah senyawa kompleks yang terdiri dari 2  sampai 10 atau lebih bahan mentah. Komponen polimer utamanya adalah elastomer. Tutup elastomerik dapat berasal dari bahan alam atau sintetis.
       Sifat tutup elastomerik tidak hanya bergantung pada bahan-bahan di atas, tetapi juga pada prosedur pembuatan seperti pencampuran, penggilingan, bahan pengabu yang digunakan, pencetakan dan pemasakan. Contoh sifat yang diinginkan dari elastomer adalah kompresibilitas dan kemampuan untuk menutup kembali.
       Faktor-faktor seperti prosedur pembersihan, media kental dan kondisi penyimpanan juga mempengaruhi kesesuaian tutup elastomerik untuk penggunaan khusus. Evaluasi terhadap faktor demikian harus dilakukan uji khusus tambahan yang sesuai,untuk menentukan kesesuaian tutup elastomerik untuk penggunaan yang diinginkan. Kriteria pemilihan tutup elastomerik juga harus mencakup penelitian teliti terhadap semua bahan, untuk meyakinkan bahwa tidak ada penambahan unsur yang dicurigai atau diketahui bersifat karsinogenik atau bahan toksik lain.
       Persyaratan kecocokannya sebagai materi tutup pada wadah sediaan injeksi adalah bahwa karet menunjukkan elastisitas yang cukup dengan demikian menjamin wadah yang kedap dan tahan terhadap pengaruh suhu.
Sifat-sifat tutup elastomerik yang baik :
  1. Permukaan harus licin dan tidak berlubang agar dapat dicuci bersih.
  2. Menutup rongga-rongga kecil pada permukaan, seperti leher bagian dalam vial atau dinding-dinding bagian dalam syringe hipodermik. Bahan lain seperti gelas, logam tak memiliki kemampuan ini.
  3. Kekerasan dan elastisitasnya harus mencukupi sehingga ia dapat melewatkan jarum suntik tanpa membuatnya menjadi tumpul.
  4. Mudah ditembus oleh jarum syringe hipodermik dan menutup rapat kembali dengan cepat setelah jarum ditarik.
  5. Pada masuknya jarum infeksi tidak ada partikel tutup elastomerik yang mencapai ke dalam larutan injeksi.
  6. Tak mengalami perubahan sifat akibat proses sterilisasi
  7. Impermeabel terhadap udara dan lembab (untuk meghindari peruraian obat yang sensitif terhadap air)

Contoh penggunaan tutup elastomerik :
  1. Tutup vial
Tutup vial elastomer digunakan sebagai tutup primer vial parenteral dan merupakan salah satu jenis bahan yang banyak digunakan sebagai tutup sediaan farmasi. Karet dapat dibentuk menjadi tutup vial dalam berbagai bentuk dan ukuran, dari unit-dose sampai tutup wadah bermuatan beberapa liter. Kedudukan tutup vial dijaga oleh lapisan segel logam sampai ke leher vial.
Jenis tutup vial
Diameter luar (flange) (inci)
Diameter dalam (plug) (inci)
Ketebalan (inci)
West V-24
0,400
0,226
0,088
West V-35
0,500
0,305
0,082
West S-127
0,750
0,524
0,110
West S-51
1,101
0,623
0,157

  1. Tutup univial
Zat aktif yang tidak stabil dalam bentuk larutan berada dalam bentuk kering sampai pada saat akan digunakan. Serbuk zat aktif berada pada bagian bawah vial sedangkan diluen steril berada pada bagian atas. Dua bagian vial ini dibatasi oleh karet, yang akan bergeser akibat adanya tekanan hidrostatik dari tekanan yang diberikan pada tutup univial. Saat karet tergeser, akan terjadi proses pencampuran dan disolusi dari serbuk zat aktif pada kompartemen bagian bawah.
Jenis karet yang dapat digunakan sebagai tutup:
Ø  Karet alami atau mentah
            Diperoleh dari lateks(getah) Hevea brasiliensis. Tidak dapat digunakan jika tidak ditambahkan bahan-bahan yang dapat memperbaiki sifat fisika dan kimianya. Bahn yang ditambahkan diantaranya vulcanizing agent (misalnya sulfur), akselerator untuk mengurangi jumlah sulfur yang digunakan (contoh senyawa thiazol dan thiuran), aktivator (contoh asam stearat atau garam stearat) untuk meningkatkan aktivitas akselerator, pengisi (contoh karbon hitam atau magnesium karbonat) untuk memperkuat sifat kimia, antioksidan (contohnya fenol) untuk mengurangi oksidasi karet yang dikatalisis oleh cahaya, tembaga, dan mangan. Karet dapat diwarnai dengan pigmen seperti besi oksida, sulfide, dan pewarna coal tar. Dapat juga ditambahkan softening agent atau lubrikan.
Ø  Karet sintetis
Memiliki sifat lebih resisten terhadap temperatur tinggi dan waktu, serta lebih mahal dibandingkan karet alami. Namun karet sintetis lebih keras daripada karet alami sehingga dibutuhkan lebih banyak softening agent (contoh dibutilftalat) untuk meningkatkan elastisitasnya.

   Klasifikasi Elastomer
       Elastomer biasanya diklasifikasikan sebagai elastomer jenuh dan tak jenuh, berdasarkan jumlah ikatan rangkap reaktif pada rantai utama atau rantai samping elastomer. Semakin tinggi ketidakjenuhannya, semakin besar jumlah ikatan rangkap karbon yang reaktif. Derajat ketidakjenuhan menentukan sifat fisik dan kimia elastomer, yang sangat mempengaruhi sifat dari formulasi karet.
Jenuh (saturated)
Butil; Chloro, bromo, dan butil terhalogenasi; Karet etilen-propilen; Karet etilen-propilen-dien; Silikon; Uretan; Fluoroelastomer
Tak jenuh (unsaturated)
Styrene butadiene; Poliisopren; Nitril; Neopren polibutadien

Sifat Kimia dan Fisika Elastomer secara Umum
            Karet yang dikatakan sangat baik dalam hal resistensi terhadap transmisi gas atau uap air memiliki sifat impermeabel terhadap gas (seperti O2, N2, CO2) dan uap air. Karet ini baik digunakan untuk tutup vial yang digunakan untuk kemasan obat serbuk atau yang bersifat liofilik. Contohnya adalah karet butil.
            Coring resistance adalah kemampuan untuk mempertahankan keutuhan akibat penusukan oleh jarum suntik. Vial multidose, yang mengalami banyak penusukan selama digunakan, akan lebih kuat ditutup dengan karet alami dibandingkan dengan silikon.
            Compresion recovery adalah kemampuan untuk kembali ke bentuk semula setelah mengalami kompresi selama periode tertentu dengan suhu tertentu. Karet alami akan lebih baik digunakan sebagai piston syringe dari pada karet butil.
            Shelf life adalah kemampuan untuk mempertahankan sifat-sifatnya setelah terpapar oleh oksigen, ozon, cahaya, panas, dan kelembaban. Karet silikon dan fluoroelastomer (jenuh) dapat mempertahankan sifat-sifatnya lebih lama dari pada karet alami tak jenuh.
            Ketahanan terhadap pelarut (solvent resistance) merupakan sifat yang penting bagi karet farmasetis karena karet seringkali bersinggungan dengan cairan. Kemmapuan karet untuk menahan lewatnya pelarut, swelling, ekstraksi dan degradasi pelarut merupakan parameter yang sangat penting. Minyak nabati kompatibel dengan karet butil, tetapi tidak demikian halnya dengan minyak mineral.
            Resilience berhubungan dengan compression recovery. Bola yang terbuat dari karet alami dapat dipantulkan sedangkan bola dari karet butil tidak dapat dipantulkan. Alat seperti katup darah (blood valve) yang berhubungan dengan tube pengumpul darah (blood collection tube) harus dapat bergerak maju dan mundur berkali-kali sejalan dengan panjang jarum untuk membuka dan menutup aliran darah. Karet yang dipilih biasanya karet alami.
            Ozon merupakan zat yang dapat mendegradasi karet.Ozon berada di atmosfer, terutama di sekeliling lampu UV dan peralatan listrik. Karet alami memiliki ketahanan buruk terhadap ozon, sehingga karet menjadi keras dan retak. Karet etilen- propilen-dien (EPDN) cukup resisten terhadap ozon.
            Ketahanan terhadap radiasi (radiation resistance) adalah kemampuan untuk mencegah terjadinya perubahan sifat akibat terpajan sinar gamma. Sifat ini menjadi penting karena saat ini sering digunakan sterilisasi radiasi untuk sediaan farmasetik. Piston karet syringe yang digunakan pada syringe plastik sekali pakai umumnya disterilkan melalui radiasi. 



Sifat fisika dan kimia elastomer (Tabel 8)
Elastomer
Butil /halo butil
Alami
Neo-pren
Silikon
Fluoro elastomer
Uretan
EPDM
Poli butadien
Nama kimia
Kopolimer isobutilen isopren
Cis-1,4-poliisopren
Poliklorofen
Polidim etil soliksan
Karet fluoro
Isosianat Poliester
Monomer etilen propilen dien
Cis polibutadien
Resistensi terhadap uap air
Sangat baik
Baik
Cukup
Buruk
Baik
Buruk
Cukup
Cukup
Resistensi terhadap transmisi gas
-
Baik
Cukup
Buruk
Baik
Buruk
Cukup
Cukup
Coring
Cukup
Sangat baik
Baik
Baik
-
Sangat baik
Cukup
Cukup
Compression recovery
Buruk
Sangat baik
Baik
Buruk
Baik
Sangat baik
Cukup
Cukup
Shelf life
Baik
Cukup
Baik
Sangat baik
Sangat baik
Sangat baik
Sangat baik
Cukup
Resistensi terhadap panas
Sangat baik
Baik
Baik
Sangat baik
Sangat baik
Buruk
Baik sekali
Baik
Resistensi terhadap air
Sangat baik
Baik
Cukup
Sangat baik
Baik
Buruk
Baik
 Baik
Resistensi terhadap Minyak hewani
Sangat baik
Buruk
 Baik
Baik
Sangat baik
Sangat baik
Cukup
Cukup
Resistensi terhadap Minyak nabati
Sangat baik
Buruk
Baik
Sangat baik
Sangat baik
Sangat baik
Cukup
Cukup
Resistensi terhadap minyak mineral
Buruk
Buruk
Baik
Cukup
Sangat baik
Sangat baik
Buruk
 Buruk
Resistensi terhadap Pelarut alifatis
Buruk
Buruk
Baik
Buruk
Sangat baik
Sangat baik
Baik
Buruk
Resistensi terhadap Pelarut aromatis
Baik
Baik
Buruk
Buruk
Buruk
Buruk
Cukup
Buruk
Resistensi terhadap asam encer
Baik
Baik
Baik
Buruk
Buruk
Buruk
Baik
 Cukup


Resistensi terhadap Basa encer
Baik
 Baik
Baik
Baik
Buruk
Sangat baik
Baik
Cukup


Ketahanan terhadap abrasi
Cukup
Baik
Cukup
Cukup
Sangat baik
Sangat baik
Baik
Cukup

Resiliensi
Buruk
Sangat baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Ketahanan terhadap ozon
Sangat baik
Buruk
Baik
Sangat baik
Baik
Baik
Baik
Cukup
Ketahanan terhadap radiasi
Cukup
Baik
Baik
Cukup
Cukup
Cukup
Cukup
Buruk




       Bahan-bahan dalam formulasi karet dapat diklasifikasikan menurut fungsinya   dalam formulasi, yaitu :
·         Elastomer atau polimer
Merupakan komponen dasar dalam formulasi karet. Sifat formula karet sangat bergantung pada sifat elastomer
·         Vulcanizing agent
Merupakan senyawa kimia yang digunakan untuk mentautsilangkan (cross-link) rantai elastomer sehingga terbentuk jaringan tiga dimensi sehingga terbentuk formulasi karet dengan sifat fisika dan kimia yang diinginkan. Istilah vulcanizing digunakan untuk menunjukkan bahwa pada proses ini dibutuhkan panas. Karet yang divulcanizing dengan sulfur membutuhkan senyawa kimia lain untuk menghasilkan proses vulkanisasi yang efisien, sehingga karet tersebut tidak “sebersih” karet yang divulkanisir dengan resin, oksida logam ataupun peroksida. Kini industri farmasi lebih sering menerapkan proses vulkanisasi yang lebih bersih. Melalui vulkanisasi karet alami, artinya melalui penambahan vulcanizing agent seperti sulfur atau pemanasan di bawah tekanan, karet memperoleh elastisitasnya, kekompakan, dan daya tahannya terhadap pengaruh panas. Dari penambahan sulfur dapat diperoleh karet lunak (5-10% sulfur) dan karet keras (30-50% sulfur).







Jenis Elastomer
Vulcanizing agent
Karet alami dan poliisopren
Sulfur
Senyawa mengandung sulfur (contoh tetrametil tiuram disulfida)
Peroksida
Karet stiren butadien
Sulfur
Karet nitrit
Sulfur
Peroksida
Kadmium dan magnesium oksida
Neopren
Sulfur
Senyawa mengandung sulfur
Zinc dan magnesium oksida
Polibutadien
Sulfur
Senyawa mengandung sulfur
Peroksida
Butil dan halobutil
Sulfur
Resin
Zinc oksida (halobutil)
Etilen propilen
Peroksida
Karet etilen propilen dien
Peroksida
Senyawa mengandung sulfur
Silikon
Peroksida
Uretan poliester
Peroksida
Sulfur
Uretan poliester
Sulfur
Fluoroelastomer
Senyawa amin

*      Akselerator
Akselerator mengurangi waktu vulkanisasi dengan meningkatkan kecepatan vulkanisasi. Zat ini bukan katalisator karena ia mengalami perubahan kimiawi dan seringkali juga bekerja sebagai cross-linking agent. Vulkanisasi dengan sulfur harus disertai akselerator agar menghasilkan derajat cross-linking yang efektif. Akibat reaktivitasnya, beberapa akselerator dapat membentuk senyawa toksik seperti 2-(2-Hidroksi-etilmerkapto)-benzotiazol dari akselerator merkaptobenzotiazol, dan akselerator tetrametiltiuram dapat membentuk senyawa toksik nitrosamin.

Akselerator yang digunakan pada vulkanisasi dengan sulfur :
- Amina                                  - Heksametilen tetramin
- Ditiokarbamat                    - Zinc dibutilditiokarbamat
- Sulfonamid                         - N-t-butil-2-benzotiazol
- Tiazol                                   - 2-Merkaptobenzotiazol
-Tiuram                                  - Tetraetiltiuram disulfida

*      Aktivator
Aktivator berfungsi meningkatkan kecepatan reaksi cross-linking dengan cara bereaksi dengan akselerator, menghasilkan senyawa yang lebih efisien. Aktivator yang umum digunakan adalah zinc oksida dan asam stearat. Pada sistem vulkanisasi sulfur konvensional, zinc oksida dan asam stearat digunakan sebagai koaktivator. Reaksi vulkanisasi ini menghasilkan zinc stearat sebagai produk sampingan. Garam zinc dapat diekstraksi dari tutup karet yang mengandung zinc oksida. Hal itu mungkin tidak mempengaruhi kemasan, tetapi obat yang sensitif terhadap zinc dapat kehilangan potensinya.
*      Antioksidan-antiozon
Antioksidan dan antiozon dikelompokkan sebagai antidegradasi. Antioksidan adalah senyawa yang berfungsi melindungi terhadap oksigen, dan antiozon berfungsi melindungi dari ozon yang bersifat lebih reaktif. Senyawa-senyawa ini digunakan untuk meningkatkan resistensi elastomer tak jenuh terhadap usia. Elastomer jenuh, seperti silikon atau fluoroelastomer, tidak membutuhkan antidegradasi. Antidegradasi dapat bersifat fisika atau kimia. Antidegradasi kimia, seperti fenol,melindungi karet dengan cara mengalami oksidasi untuk menggantikan polimer. Antidegradasi fisika seperti lilin (wax), bekerja dengan membentuk lapisan protektif pada permukaan karet. Lilin tersebut juga dapat berfungsi sebagai lubrikan pada piston syringe.
*      Plasticizer- lubrikan
Senyawa ini digunakan dalam formulasi karet sebagai bahan pembantu dalam pembuatan karet, sebagai pelunak pada karet yang telah divulkanisir atau sebagai pelicin tutup. Contohnya yaitu parafin wax, minyak silikon, minyak parafin, minyak naftenat (Naphtenic oil), ftalat, dan fosfat organik. Parafin wax dan minyak silikon biasa digunakan dalam piston syringe, yang harus dapat bergerak bebas dalam barel gelas atau plastik. Minyak silikon mengurangi coring pada tutup vial. Fosfat organik, seperti tributoksietil fosfat (TBEP) lebih sering digunakan daripada minyak parafin dalam formulasi karet akrilonitril.
*      Pengisi
Karet adapt diformulasikan tanpa pengisi. Jika demikian maka hasilnya disebut karet “gum” yang bersifat tembus pandang, misalnya untuk pembuatan dot bayi. Dalam pembuatan karet, seringkali dilakukan modifikasi untuk meningkatkan kekerasan karet, karakteristik fisika, resistensi terhadap abrasi atau menurunkan biaya produksi. Pengisi digunakan untuk memenuhi tujuan-tujuan tersebut. Pengisi yang sering digunakan adalah karbon black, calcined alumunium silicate (clay), barium sulfat, magnesium silikat (talk), zinc oksida dan silika anhidrat. Perubahan sifat fisika kimia formulasi karet tergantung pada besarnya interaksi antara polimer dan pengisi. Faktor-faktor utama yang mempengaruhi yaitu jumlah pengisi yang digunakan, aktivitas permukaan dari pengisi, ukuran dan bentuk partikel pengisi. Pengisi dikatakan bersifat “reinforcing” atau menguatkan jika ia dapat bereaksi dengan polimer sehingga menghasilkan peningkatan struktur dan kekuatan pada formulasi karet, misalnya karbon hitam. Barium sulfat dan talk tidak bersifat menguatkan, sehingga penggunaannya ditujukan untuk meningkatkan densitas formulasi atau untuk melicinkan. Penggunaan talk dapat mengurangi coring dan transmisi gas. Karbon hitam dan clay dapat menurunkan resistensi terhadap pelarut. Terdapat batasan jumlah pengisi yang digunakan dalam pembuatan karet farmasetik. Beberapa karbon hitam mengandung hidrokarbon aromatik polinuklir yang dapat diekstraksi oleh sediaan obat. Clay mengandung logam seperti alumunium yang mungkin tidak dapat bercampur (inkompatibel) dengan beberapa formula obat.
*      Pigmen
Pigmen biasanya berupa garam anorganik dan oksida, karbon hitam, atau pewarna organik, yang digunakan untuk tujuan estetika atau fungsional. Dari segi estetika, pabrik farmasi mungkin menginginkan tutup karet yang berwarna serasi dengan sefel alumunium atau label, sehingga penampilan kemasan menjadi lebih menarik. Warna juga seringkali digunakan untuk membedakan suatu jenis atau dosis obat. Karbon hitam digunakan untuk membuat karet hitam atau abu-abu; titanium dioksida untuk karet putih, oksida besi dan kromium untuk kuning, merah dan hijau. Pewarna organik seperti ftalosianin dan biru ultramarin dipakai untuk menghasilkan warna biru dan hijau, akan tetapi warna yang dihasilkan tidak sebaik senyawa oksida anorganik.
            Pada pembuatan karet untuk kemasan sediaan farmasi, tidak digunakan bahan-bahan lain yang biasa digunakan pada pembuatan karet, misalnya blowing agent yang dapat menghasilkan pada pembuatan karet spons, atau pewangi yang dapat menutupi bau asli karet. Pemilihan tutup karet dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti zat aktif, pelarut, pembawa, pengawet, pH sediaan jadi, sistem dapar, sensitivitas terhadap logam, perlindungan terhadap uap air dan gas, konfigurasi (bentuk) dan warna tutup.






Contoh Formulasi Tutup Karet
 Red Natural Rubber (Tabel 11)
Bahan
Fungsi
Natural Rubber
Calcined alumunium silicate
Paraffinic oil
Iron oxide
Zinc oxide
Stearic acid
Thiuram accelerator
Thiazol accelerator
Butylated hydroxytoluene (BHT)
Sulfur
Elastomer
Pengisi
Plasticizer-lubrikan
Pewarna
Aktivator
Aktivator
Akselerator
Akselerator
Antidegradasi
Vulcanizing agent
 
Gray Halobutyl Rubber (Tabel 12)
Bahan
Fungsi
Halobutyl rubber
Calcined  alumunium silicate
Naphthenic oil
Titanium dioxide
Carbon black
BHT
Zinc oxide
Thiuram accelerator
Elastomer
Pengisi
Plasticizer-lubrikan
Pewarna
Pewarna
Antidegradasi
Vulcanizing agent
Akselerator




Black EPDM Rubber (Tabel 13)
Bahan
Fungsi
EPDM
Calcined alumunium silicate
Naphthenic oil
Zinc oxide
Stearic acid
Thiuram accelerator
Zinc dithiocarbamate
Sulfur
Elastomer
Pengisi
Plasticizer-lubrikan
Aktivator
Aktivator
Akselerator
Akselerator
Vulcanizing agent

Gray Silicone Rubber (Tabel 14)
Bahan
Fungsi
Dimethylpolysiloxane polymer
SiO2
Carbon black
2,4-Dichlorobenzoyl peroxide
Elastomer
Pengisi
Pewarna
Vulcanizing agent

Pencucian dan Sterilisasi Tutup Elastomerik
            Sebelum disterilkan, sebaiknya tutup dicuci dengan air panas. Boyett dan avis (1976) melakukan pencucian dengan larutan natrium sulfat 1 % atau autoclave dalam larutan asam (pH = 1,9), kemudian dicuci dengan aqua pro injectione, atau mencuci dengan aseton. Pencucian dengan aseton dianggap paling efektif, tetapi pencucian dengan natrium aluril sulfat, dan autoclave dalam larutan asam selama 15 atau 30 menit juga sudah dianggap cukup.
            Aseton memiliki kelebihan yaitu dapat membunuh bakteri, fungi atau virus paad suhu 20 C atau lebih tinggi, tetapi cukup berbahaya karena bersifat eksplosif. Larutan asam atau aqua pro injectioe jauh lebih mudah dari Natrium Lauril sulfat. Oleh karena itu, pencucian sederhana sudah cukup sebagai langkah presterilisasi, tetapi penelitian menunjukkan bahwa semakin panas air yang digunakan untuk mencuci tutup maka pencucian lebih efektif. Cara sterilisasi tutup elastomerik adalah dengan sterilisasi uap.

Ringkasan Siklus Treatment Tutup Menurut Sistem Pharma- Tecknik- Sineja
Langkah
Penjelasan
Waktu (menit)
Suhu (C )
Loading
Mengambil 30000 tutup injeksi 20 mm.
4
20
Pencucian
Menambahkan aqua demineralisata
Memanaskan dengan uap bersih langsung (direct clean steam)
Dan penambahan 5% deterjen nonionik pada 70 C. Konsentrasi deterjen dalam reaktor 0,03%. Mengagitasi tutup dengan injeksi uap.
Menghilangkan deterjen dengan aqua demineralisata dingin
10
20-99
Pembilasan 1
Membilas dengan aqua demineralisata dingin dan udara terkompresi (compressed air)
8
99-30
Pembilasan 2
Memanaskan uap bersih langsung dan menambahkan sejumlah terukur minyak silikon
12
30-20
Silikonisasi
Mengagitasi tutup dengan injeksi uap minyak silikon
Menambahkan uap bersih dari atas sampai bawah
5
20-99
Sterilisasi
Mengeluarkan udara (air removal)
Uap bersih
Sterilisasi dengan uap
Pelepasan tekanan
Evakuasi wadah.
Pengeringan menggunakan udara panas dari bawah ke atas dengan pompa vakum, setiap 5 menit dilakukan penggantian wadah untuk menuangkan air residu dalam rongga tutup
Vakum ditentukan waktunya dan direkam.

4

1

2
2
16





2
99-100

88-105

105
121
121



121

100


Pengeringan
Di bawah udara HEPA laimnair pada bagian yang steril
Pengeringan menggunakan udara panas dari  bawah ke atas dengan pompa vakum. Setiap 5 menit dilakukan penggantian wadah untuk menuangkan air residu daalm rongga mulut.
60
100- 70

Uji kebocoran
Vakum ditentukan waktunya dan direkam.
10
70
Unloading
Di bawah udara HEPA laminair pada bagian yang steril
5
70



    Masalah- masalah yang dihadapi
      Berbagai bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan karet tidak boleh bereaksi dengan obat, tidak boleh melepaskan senyawa toksik ataupun menyebabkan perubahan pH sehingga obat menjadi inaktif. Pada dasarnya, tidak boleh terjadi ekstraksi komponen sediaan injeksi oleh karet. Masalah inilah yang paling sering dihadapi pada penggunaan tutup karet. Hilangnya bakterisid dari sediaan injeksi akan mempengaruhi zat aktif atau zat lain dalam sediaan dan dapat terjadi melalui mekanisme berikut :
*      Absorpsi oleh karet
Bakterisid mengalami partisi antara larutan injeksi dan karet menurut koefisien partisinya. Fenol dan benzyl alcohol lebih tertarik pada air dan tidak diabsorpsi oleh karet. Namun bakterisid lain seperti klorokresol dan fenil merkuri nitrat sangat tertarik oleh karet dan diabsorpsi kuat oleh karet. Untuk mengatasi masalah ini, BP menyatakan bahwa tutup karet harus dilindungi dengan larutan yang mengandung bakterisid dalam konsentrasi dua kali lebih tinggi dari konsentrasi dalam larutan injeksi. Larutan pelindung tersebut juga harus mengandung bahan lain yang mungkin diabsorpsi dari larutan injeksi.

*      Kehilangan akibat penguapan melalui permukaan luar tutup karet
Setelah tercapai ekuilibrium, bakterisid menguap ke atmosfer melalui permukaan tutup karet. Kehilangan ini dapat dikurangi dengan melapisi tutup dengan bahan yang kurang permeable (contoh : paraffin wax). Bahan yang digunakan untuk melapisi itu juga terbatas jenisnya karena bahan tersebut tidak boleh rapih. Pemecahan lainnya yaitu dengan mengurangi luas permukaan tutup yang terpapar udara dan dengan meningkatkan ketebalannya. Beberapa tutup karet dilaporkan mengurangi aktivitas antioksidan natrium metabisulfit atau sulfur dioksida akibat adsorbsi larutan injeksi. Untuk injeksi dalam larutan minyak, tutup karet yang digunakan harus tahan terhadap minyak.
Uji Tutup Karet Elastomerik
1.      Prosedur Uji Biologi
Ada dua tahap pengujian. Tahap pertama adalah uji reaktivitas secara biologi invitro. Bahan yang yeng memenuhi syarat uji invitro, tidak perlu dilakukan uji tahap kedua. Bahan yang tidak memenuhi syarat invitro lanjutkan dengan tahap kedua yaitu uji intrakutan yaitu uji reaktivitas secara biologi invitro.

2.      Prosedur Uji Fisikokimia
Uji berikut dimaksudkan untuk menetapkan sifat fisikokimia yang berhubungan dengan ekstraksi tutup elastomeric. Karena uji berdasarkan pada ekstraksi elastomer, maka jumlah luas permukaan dari contoh yang akan diekstraksi adalah penting. Dalam tiap pengujian ditetapkan luas permukaan untuk diekstraksi pada suhu yang telah ditetapkan. Metode uji direncanakan untuk mengetahui variasi utama yang diharakan.

Larutan pengekstraksi:
a.      Air murni
b.      Pembawa obat (bila digunakan)
c.       Isopropanol
     Peralatan
a.      Otoklaf digunakan dapat mempertahankan suhu 121˚C ± 2˚C, yang dilengkapi dengan thermometer, pengukur tekanan, dan rak yang sesuai untuk tempat wadah pengujian diatas permukaan air.
b.      Oven dapat mempertahankan suhu 105˚C ± 2˚C.
c.       Alat Refluks, mempunyai kapasitas lebih kurang 500 ml.
     Prosedur
Penyiapan contoh letakkan dalam wadah ekstraksi yang sesuai sejumlah tutup elastomeric yang memberikan luas permukaan 100 cm2. Tambahkan 300 ml air murni kedalam masing-masing wadah, tutup dengan gelas piala yang dibalik dan masukkan dalam otoklaf pada suhu 121˚C ± 0,5˚C selama 30 menit. Enaptuangkan, menmggunakan penapis baja tahan karat, sehingga tutup tertahan dalam wadah. Cuci dengan 100 ml air murni goyangkan perlahan dan buang air cucian. Ulangi pencucian dengan air murni 100 ml. lakukan prosedur yang sama untuk wadah blangko.
Ekstrak (dengan larutan pengekstraksi A) masukkan sejumlah contoh yang telah dipersiapkan pada penyiapan contoh, dengan luas permukaan 100 cm2, kedalam wadah yang sesuai, tambahkan 200 ml air murni. Tutup dengan gelas piala yang dibalik dan ekstraksi dengan pemanasan dengan otoklaf pada suhu  121˚C selama 2 jam, biarkan selama waktu yang secukupnya hingga cairan dalam wadah mencapai suhu ekstraksi. Biarkan otoklaf mendingin dengan cepat dan dinginkan hingga suhu kamar. Lakukan prosedur yang sama pada blangko.
Ekstrak (dengan larutan pengekstraksi B atau larutan pengekstrak C) masukkan sejumlah contoh yang telah dipersiapkan pada penyiapan contoh, dengan luas permukaan 100 cm2, kedalam alat refluks yang sesuai berisi 200 ml larutan pengekstraksi B atau larutan pengekstrak C, dan refluks selama 30 menit. Lakukan prosedur yang sama pada blangko.
Kekeruhan (Gunakan ekstrak yang disiapkan dengan larutan pengekstraksi A, larutan pengekstraksi B atau larutan pengekstrak C). Goyangkan wadah masukkan sejumlah ekstrak kedalam sel, jika perlu encerkan dengan pengekstraksi, dan ukur kekeruhannya dengan nefelometer, terhadap baku tetap yang direproduksibel (baku nefelos). Kekeruhan adalah perbedaan antara harga yang diperoleh untuk blangko dan contoh yang dinyatakan dalam unit nefelos, sesuai skala numeric linier arbitrary, menunjukkan rentang kekaburan dari kejernihan mutlak sampai daerah kekeruhan.
Zat mereduksi (ekstrak yang digunakandengan larutan pengekstraksi A). goyangkan wadah pindahkan 50 ml ekstrak contoh kedalam wadah yang sesuai, dan titrasi dengan iodium 0,01 N, menggunakan 3 ml kanji sebagai indicator. Lakukan penetapan blangko. Perbedaan volume titran antara blangko dan contoh dinyatakan dalam ml iodium 0,01 N.
Logam berat (Gunakan ekstrak yang disiapkan dengan larutan pengekstraksi A atau larutan pengekstraksi B). masukkan 20 ml ekstrak blangko dan ekstrak contoh kedalam tabung pembanding warna yang terpisah. Masukkan 2 ml, 6 ml dan 10 ml larutan baku timbale kedalam tiga tabung pembanding warna yang berbeda, tambahkan 2 ml as.asetat 1 N pada tiap tabung, dan tambahkan air hingga 25 ml. tambahkan 10 ml hydrogen sulfide yang dibuat segar kedalam tiap-tiap tabung, campur diamkan 5 menit dan amati dari atas kebawah diatas permukaan putih. Tetapkan jumlah logam berat dalam blanko dan dalam contoh. Kandungan logam berat adalah perbedaan antara blangko dan contoh.
Perubahan pH ( Gunakan ekstrak yang disiapkan dengan larutan pengekstraksi A atau larutan pengekstraksi B). tambahkan kalium klorida secukupnya kedalam ekstrak A hingga kadar 0,1%. Tetapkan pH dari contoh ekstrak A dan ekstrak B secara potensiometrik, lakukan penetapan blangko ekstrak A dan Ekstrak B. perubahan pH adalah perbedaan pH antara blangko dan contoh.
Bahan terekstraksi (Gunakan ekstrak yang disiapkan dengan larutan pengekstraksi A, larutan pengekstraksi B atau larutan pengekstrak C).  Goyangkan wadah, masukkan 100 ml balangko dan contoh kedalam cawan penguap yang telah dipisah dan telah ditara. uapkan diatas tangas uap hingga kering atau dalam oven pada suhu 100˚, keringkan pada suhu 105˚ selama 1 jam, dinginkan kedalam desikator dan timbang.. hitung bahan terekstraksi total, dalam mg dengan rumus:
2(Wu-WB)
Wu adalah bobot residu dari contoh dalam mg
WB adalah bobot residu blangko dalam mg




DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Farmakope Indonesia Edisi IV. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. 1995
Voight, R. Buku Pelajaran Teknologi Farmsi. Terjemahan Soendani N.S. Gadjah Mada University Press. 1995
Lachman, Leon, Herbert A. Lieberman, Joseph L. Kanig. Teori dan Praktek Farmasi Industri III, Penerjemah Siti Suyatmi. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. 1994
http://www.bridgat.com/glass_bottle_packing-o37443.html. diakses tanggal 11 oktober 06.50 WIB.












LAMPIRAN

     
           Gambar 1. Ampul                                                                Gambar 2. Vial
              
Gambar 3. Botol Infus                                             Gambar 4. Botol Infus
                 
       Gambar 5. Elastomer                                       Gambar 6. Univial

Tidak ada komentar:

Posting Komentar