WADAH
GELAS DAN ELASTOMER
SEDIAAN
STERIL
A. PENDAHULUAN
Wadah
merupakan salah satu komponen yang penting dalam sediaan farmasi, karena
ketidaksesuaian wadah akan mempengaruhi obat secara keseluruhan. Penampilan
obat sering pula sangat dipengaruhi oleh wadahnya, akan tetapi perlu disadari
juga bahwa wadah dapat mempengaruhi obat bahkan merusak obat dan menimbulkan
hal yang tidak diingini pada obat. Oleh sebab itu wadah sediaan farmasi harus
pula memenuhi persyaratan tertentu dan dibanyak negara terutama negara maju ada
standard dan cara uji wadah sediaan farmasi secara khusus. Suatu sediaan
farmasi yang steril tidak akan tetap steril jika tidak diberi wadah yang tepat.
Pengemasan dan penyimpanan juga merupakan suatu proses yang harus diperhatikan
untuk menjaga keutuhan obat agar tidak terjadi perubahan zat aktif yang mungkin
akan membentuk zat kimia yang berbahaya bagi tubuh.
B. PENGEMASAN
(PACKAGING)
Menurut KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN
MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.00.05.4.1745 TENTANG KOSMETIK, wadah adalah kemasan yang bersentuhan
langsung dengan isi. Menurut SK Menkes No.193/Kab/B/VII/71 peraturan tentang
pembungkus dan penandaan wadah, wadah adalah salah satu komponen yang penting untuk sediaan farmasi, karena
ketidaksesuaian wadah akan mempengaruhi obat secara keseluruhan termasuk
kestabilan dan efek terapi obat. Menurut USP, wadah adalah alat untuk
menampung suatu obat, atau mungkin dalam hubungan langsung dengan obat
tersebut.
Pengemas diartikan sebagai wadah, tutup, dan selubung
sebelah luar, artinya keseluruhan bahan kemas, dengannya obat ditransportasikan
dan/atau disimpan. Kemasan adalah penyatuan
dari bahan yang dikemas (bahan yang diisikan) dan pengemas. Bahan kemas yang
kontak langsung dengan bahan yang dikemas, dinyatakan sebagai bahan
kemas primer, sebaliknya pembungkus selanjutnya seperti kotak terlipat,
karton dan sebagainya dinamakan bahan kemas sekunder.
Pembagian wadah
untuk injeksi dibagi menjadi dua macam yaitu:
1. Wadah dosis tunggal, adalah suatu wadah yang kedap
udara yang mempertahankan jumlah obat steril yang dimaksudkan untuk pemberian
parenteral sebagai dosis tunggal dan yang bila dibuka tidak dapat ditutup rapat
kembali yang dengan jaminan tetap steril. Contoh: ampul.
2. Wadah dosis ganda, adalah wadah kedap udara yang
memungkinkan pengambilan isinya perbagian berturut-turut tanpa terjadi
perubahan kekuatan, kaulitas atau kemurnian bagian yang tertinggal. Contoh vial
atau botol serum
Dalam industri farmasi, kemasan yang terpilih harus
cukup melindungi kelengkapan suatu produk. Karenanya seleksi kemasan dimulai
dengan penetuan sifat-sifat fisika dan kimia dari produk itu, keperluan
melindunginya, dan tuntutan pemasarannya. Secara umum, hal-hal penting yang
harus diperhatikan dari wadah adalah:
1.
Harus cukup kuat
untuk menjaga isi wadah dari kerusakan
2.
Bahan yang
digunakan untuk membuat wadah tidak bereaksi dengan isi wadah
3.
Penutup wadah
harus bisa mencegah isi:
·
Kehilangan yang
tidak diinginkan dari kandungan isi wadah
·
Kontaminasi
produk oleh kotoran yang masuk seperti mikroorganisme atau uap yang akan
mempengaruhi penampilan dan bau produk.
4.
Untuk sediaan
jenis tertentu harus dapat melindungi isi wadah dari cahaya
5.
Bahan aktif atau
komponen obat lainnya tidak boleh diadsorpsi oleh bahan pembuat wadah dan
penutupnya, wadah dan penutup harus mencegah terjadinya difusi melalui dinding
wadah serta wadah tidak boleh melepaskan partikel asing ke dalam isi wadah
6. Menunjukkan penampilan sediaan farmasi yang menarik
Berdasarkan pertimbangan
tentang kondisi penutupan dalam Farmakope Indonesia, penyimpan obat
dikelompokkan :
1. Wadah tertutup baik, yaitu wadah yang dapat
melindungi isinya dari zat padat dari luar dan dari hilangnya obat pada kondisi
pengangkutan, pengapalan, penyimpanan dan distribusi yang lazim.
2. Wadah tertutup baik terlindung dari cahaya
3. Wadah tertutup rapat, yaitu wadah yang dapat
melindungi isinya dari kontaminasi cairan-cairan, zat padat atau uap dari luar,
dari hilangnya obat tersebut, dan dari pengembangan, pencairan, atau penguapan
pada kondisi pengangkutan, pengapalan, penyimpanan, dan distribusi yang lazim.
Suatu wadah tertutup rapat ditutup kembali sehingga kemampuan yang sama seperti
sebelum dibuka.
4. Wadah tertutup rapat terlindung dari cahaya
C. WADAH GELAS
Gelas umumnya digunakan untuk kemasan dalam
farmasi, karena memiliki mutu perlindungan yang unggul, ekonomis, dan wadah
tersedia dalam berbagai ukuran dan bentuk. Gelas pada dasarnya bersifat inert
secara kimiawi, tidak permeable, kuat, keras dan disetujui FDA. Gelas tidak
menurun mutunya pada penyimpanan, dan dengan sistem penutupan seperlunya dapat
menjadi penghalang yang sangat baik terhadap hampir setiap unsur, kecuali
sinar. Gelas berwarna dapat memberi pelindungan terhadap cahaya bila
diperlukan. Kekurangan utama dari gelas sebagai kemasan adalah karena mudah
pecah dan berat.
Komposisi gelas
Gelas terutama
tersusun dari pasir (silica yang hampir murni), soda abu (natrium karbonat),
batu kapur (kalsium karbonat), dan cullet
(pecahan gelas yang dicampur dengan batch
pembuatan dan berfungsi sebagai bahan penyatu untuk seluruh campuran). Kation yang paling umum didapatkan dalam
bahan gelas farmasi adalah silicon, alumunium, boron, natrium, kalium, kalsium,
magnesium, zink, dan barium. Satu-satunya anion yang penting adalah oksigen.
Boron oksida ditambahkan untuk membantu proses pencairan. Timah dalam jumlah
kecil membuat gelas jernih dan berkilau. Alumina (Alumunium oksida) sering
digunakan menambah kekerasan dan keawetan serta menambah ketahanan terhadap
reaksi kimia.
Tipe Gelas
Gelas yang
digunakan untuk kemasan dalam mengemas sediaan farmasi digolongkan menjadi
empat kategori tergantung pada bahan kimia dari gelas tersebut dan kemampuannya
untuk mencegah peruraian, yaitu
1. Tipe I – borosilicate
glass (gelas borosilikat dengan daya tahan tinggi)
Pada proses pembuatan sebagian besar alkali
dan kation tanah diganti oleh boron dan atau alumunium serta zink. Mempunyai
daya tahan kimiawi yang sangat baik sehingga tidak mempengaruhi preparat
parenteral yang sangat peka, lebih baik daripada gelas natrium karbonat.
Umumnya digunakan untuk sediaan parenteral.
2. Tipe II – treated
soda lime glass (gelas soda kapu yang diproses)
Adalah gelas soda kapur silikat yang sudah
mengalami pengerjaan permukaan pada bagian yang berhubungan dengan isinya dan
mempengaruhi preparat farmasi yang dikemas. Umumnya digunakan untuk sediaan
parenteral bersifat asam dan netral
3. Tipe III – regular
soda lime glass (gelas soda kapur biasa)
Adalah gelas soda kapur silikat yang
mempunyai daya tahan kimiawi yang cukup sehingga tidak mempengaruhi preparat
farmasi yang dikemas. Biasanya tidak digunakan untuk sediaan parenteral,
kecuali jika data uji stabilitas yang sesuai menunjukkan bahwa kaca Tipe III
memenuhi untuk sediaan parenteral yang dikemas di dalamnya.
4.
Tipe NP – general purpose soda lime glass (gelas soda kapur untuk penggunaan umum)
Adalah gelas soda kapur silikat yang
digunakan untuk produk non parenteral yang dimaksud untuk pemakaian penggunaan
oral dan topical.
Tabel 1. Tipe gelas USP,
Batas ui dan petunjuk pemilihan
Batas Uji
|
||||
Tipe
|
Tipe Uji
|
Ukuran
(ml)
|
H2SO4
0,020 N
(ml)
|
Pengunaan
umum
|
Tipe I
Gelas borosilikat
|
Gelas yang diserbuk
|
Semua
|
1,0
|
Untuk larutan air, baik yang didapar maupun tidak
|
Tipe II
Gelas soda kapur yang diproses
|
Serangan air
|
100 atau kurang dari 100
Lebih dari 100
|
0,7
0,2
|
Larutan air yang didapar dengan pH dibawah 7
Serbuk kering, larutan minyak
|
Tipe III
Gelas soda kapur
|
Gelas yang diserbuk
|
Semua
|
8,5
|
Serbuk kering, larutan minyak
|
NP
Gelas soda kapur tujuan umum
|
Gelas yang diserbuk
|
Semua
|
15,0
|
Bukan untuk sedian parenteral, untuk tablet, larutan oral, dan
suspensi oral, salep dan cairan untuk obat luar
|
Wadah yang biasa menggunakan gelas adalah botol, pot, vial, dan ampuls.
Kemasan gelas dibuat dari tiga tipe gelas, yaitu gelas netral (Tipe I) bersifat kurang alkali
dan lebih banyak aluminium, gelas surface treated/borosilikat (Tipe II) bersifat kurang alkali dan
lebih banyak aluminium, sangat baik dan harganya sangat mahal, dan gelas soda /
alkali (Tipe III) digunakan untuk bahan padat kering dan cairan bukan air.
Untuk sediaan dengan berat di atas 2 g, biasa digunakan pot dari gelas.
Gelas melindungi dengan baik dan cocok dengan banyak produk. Untuk produk yang
dipengaruhi oleh cahaya, seperti salep yang mengandung fenol aktif atau garam
merkuri, gelas yang berwarna kuning - sawo matang (coklat) sering digunakan
untuk mencegah perubahan warna dari zat aktif. Tutup harus dapat mencegah
sediaan menjadi kering atau penguapan air dan zat aktif yang mudah menguap.
Kelebihan menggunakan gelas antara lain, inert, kedap udara, dibuat dari
bahan yang relatif murah, tidak mudah terbakar, bentuknya tetap, mudah diisi,
mudah ditutup, dapat dikemas menggunakan packaging line, mudah disterilisasi,
mudah dibersihkan dan dapat digunakan kembali.
Kekurangan gelas sebagai wadah untuk menyimpan sediaan semisolid
dibandingkan dengan logam dan plastik adalah lebih rapuh (mudah pecah) dan
lebih berat untuk pengiriman. Kemasan untuk konsumen yang terbuat dari gelas
bukan merupakan wadah yang paling higienis karena wadah akan sering dibuka
berulang – ulang oleh konsumen, dimana tangannya tidak selalu bersih.
Uji pada wadah gelas
Alat:
Spektrofotometer dengan
kepekaan dan ketelitian yang sesuai untuk pengukuran jumlah cahaya yang ditransmisi oleh wadah
sediaan farmasi yang terbuat dari bahan gelas.
Penyiapan
contoh:
Potong
wadah kaca dengan gergaji melingkar yang dipasang dengan roda abrasif basah,
seperti suatu roda berlian. Wadah dari kaca tiup dipilih bagian yang mewakili
ketebalan rata-rata dinding dan potong secukupnya hingga dapat sesuai untuk
dipasang dalam spektrofotometer. Wadah gelas tadi dicuci dan dikeringkan dengan
hati-hati untuk menghindari adanya goresan pada permukaan. Gelas contoh
kemudian dibersihkan dengan kertas lensa dan dipasang pegangan contoh dengan
bantuan paku lilin.
Prosedur:
Potongan
diletakkan dalam spektrofotometer denagn sumbu silindris sejajar terhadap
bidang celah dan lebih kurang di tengah celah. Jika diletakkan dengan benar,
sorotan cahaya normal terhadap permukaan potongan dan kehilangan pantulan
cahaya minimum. Ukur tranmitans potongan dibandingkan dengan udara pada daerah
spektrum yang diinginkan terus-menerus dengan alat perekam atau pada interval
lebih kurang 20 nm dengan alat manual pada daerah panjang gelombang 290
nm—450nm.
Batas:
Transmisi cahaya yang diukur tidak melewati
batas yang tertera pada tabel 1, untuk wadah sediaan parenterral. Transmisi
cahaya wadah kaca atau gelas tipe NP untuk sediaan oral atau topikal tidak
lebih dari 10% pada setiap panjang gelombang dalam rentang 290nm—450nm.
Ukuran nominal
(dalam ml)
|
Presentase
maksimum Transmisi Cahaya pada panjang gelombang antara 290 dan 450 nm
|
|
Wadah segel-bakar
|
Wadah segel tutup
rapat
|
|
1
2
5
10
20
50
|
50
45
40
35
30
15
|
25
20
15
13
12
10
|
Catatan setiap wadah dengan ukuran antara
seperti yang tertera pada tabel di atas menunjukkan transmisi tidak lebih dari
wadah ukuran lebih besar seperti yang terterapada tabel. Untuk wadah lebih dari
50 ml, gunakan batas untuk 50 ml.
2. Uji
Tahan Bahan Kimia
Prinsip: Menetapkan daya tahan wadah kaca
atau gelas baru (yang belum pernah digunakan) terhadap air. Tingkat ketahanan
ditentukan dari jumlah alkali yang terlepas dari kaca karena pengaruh media
pada kondisi ynag telah ditentukan. Pengujian dilakukan di ruangan yang relatif
bebas dari asap dan debu berlebihan.
Tabel 3. Alat dan
pereaksi untuk uji bahan kimia
Alat
|
Pereaksi
|
1)
Otoklaf dengan suhu yang dipertahankan 121° ±
2,0° dan mampu
menampung 12 wadah diatas permukaan air.
2)
Lumpang dan alu yang terbuat dari
baja-diperkeras
3)
Pengayak terbuat dari baja tahan
karat ukuran 20,3 cm yaitu nomor 20,40 dan
50
4)
Labu erlenmeyer 250ml terbuat dari
kaca tahan lekang
5)
Palu 900 g
6)
Magnit permanen
7)
Desikator
8)
Alat volumetrik secukupnya
|
1) Air kemurnian tinggi dengan konduktivitas 0,15mm
2) Larutan merah
metil
|
Prosedur
:
Bahan uji ditambahkan 5 tetes indikator dn memerlukan tidak lebih dari 0,020ml
natrium hidroksida 0,020 N LV untuk mengubah warna indikator dan ini terjadi
pada pH 5,6.
3. Uji
Serbuk Kaca
Penyiapan
contoh:
Pilih secara acak 6 atau lebih wadah, bilas
dengan air murni, keringkan dengan udar bersih dan kering. Hancurkan wadah
hingga menjadi ukuran lebih kurang 25mm. Lalu pecahan kaca dtumbuk dengan
lumpang dan alu diteruskan dengan pengayakan nomor 20 setelah itu nomor 40.
Ulangi kembali penghancuran dan pengayakan. Kemudian pecahan kaca diayak dengan
ayakan yang menggunakan penggoyang mekanis selama 5 menit. Pindahkan bagian
yang tertinggal pada ayakan nomor 50, yang bobotnya harus lebih dari 10 g ke
dalam wadah bertutup dan simpan dalam desikator hingga saat pengujian
Sebarkan contoh pada sehelai
kertas kaca dan lewatkan magnit melalui contoh tersebut untuk menghilangkan
partikel besi yang terikut selama pengahancuran. Masukkan contoh kedalam labu Erlenmeyer
250 ml terbuat dari kaca tahan bahan kimia dan cuci 6 kali, tiap kali dengan
dengan aseton. Keringkan labu dan isi pada suhu 140° selam 20 menit,
pindahkan butiran ke dalam botol timbang dan dinginkan dalam desikator. Contoh
uji digunakan dalam waktu 48 jam setelah pengeringan.
Prosedur
:
Timbang
contoh uji, masukkan ke dalam labu erlenmeyer 250 ml yang diekstraksi dengan
air kemurnian tinggi dalam tangas air pada suhu 90 selama tidak kurang dari 24 jam atau pada
suhu 121 selama 1 jam. Tambahkan 50,0 ml
air kemurnian tinggi ke dalam labu dan ke dalam labu lain untuk blanko. Tutup
semua labu dengal gelas piala terbuat dari borosilikat yang sebelumnya telah
diperlakukan seperti ditetapkan denagn ukuran sedemikian hingga dasar gelas
piala menyentuh bagian tepi labu. Letakkan wadah dalam otoklaf dan tutup
hati-hati, biarkan lubang ventilassi terbuka. Panaskan hingga uap keluar dan
lanjutkan pemanasan selama 10 menit.
Tutup lubang ventilasi dan atur suhu 121 . Pertahankan suhu pada 121° ± 2° selam 30 menit
dihitung saat suhu tercapai. Kurangi panas hingga otoklaf mendingin dan
mencapai tekanan atmosfer dalam 38 menit hingga 46 menit, jika perlu buka
lubang ventilasi untuk mencegah terjadinya hampa udara. Dinginkan segera labu dalam air mengalir,
enaptuangkan air dalam labu ke dalam bejana sesuai yang bersih dan cuci sisa
serbuk kaca 4 kali , tiap kali dengan 15 ml air kemurnian tinggi.
Tambahkan 5 tetes larutan
merah metil dan titrasi segera dengan asam sulfat 0,020 N LV. Catat volume asam
sulfat 0,020 N yang digunakan untuk menetralkan ekstrak dari 10 g contoh uji,
lakukan titrassi blanko. Volume tidak lebih dari yang tertera pada tabel tipe
kaca dan tabel uji untuk tipe gelas yang diuji.
4.
Uji Ketahanan terhadap Air
pada Suhu 121°
Penyiapan
contoh:
Pilih
secara acak 3 atau lebih wadah bilas 2 kali dengan air kemurnian tinggi.
Prosedur
:
Isi
setiap wadah dengan air kemurnian tinggi hingga 90% dari kapasitas penuh dan
lakukan prosedur seperti yang tertera pada uji serbuk kaca mulai dengan “Tutup
semua labu…..”, kecuali waktu pemansan dengan otoklaf 60 menit bukan 30 menit
dan diakhiri dengan “untuk mencegah terjadinya hampa udara”. Kosongkan isi dari
1 atau lebih wadah ke dalam gelas ukur 100 ml. Jika wadah lebih kecil,
gabungkan isi dari beberapa wadah untuk memperoleh voluyme 100 ml. Masukkan kumpulan
contoh dalam labu erlenmeyer 250 ml terbuat dari kaca tahan bahan kimia,
tambahkan 5 tetes larutan metil merah, titrasi dalam keadaan hangat dengan asam
sulfat 0,020N LV. Selesaikan titrasi dalam waktu 60 menit setelah otoklaf
dibuka. Catat volume asam sulfat 0,020 N yang digunakan , lakukan titrasi
blanko dengan 100 ml air kemurnian tinggi pada suhu yang sama dan dengan jumlah
indikator yang sama. Volume tidak lebih dari yang tertera pada tabel tipe kaca
dan batas uji untuk tipe kaca yang diuji.
5.
Uji Arsen
Arsen tidak lebih dari 0,1 bpj;gunakan
sebagai larutam uji 35 ml air dari 1 wadah kaca tipe I, atau jika wadah lebih
kecil , 35 ml dari kumpulan isi dari beberapa wadah kaca tipe I, yang disiapkan
sesuai prosedur seperti yang tertera pada ketahanan terhadap Air pada suhu 121°.
D. Tutup
Elastomerik (tutup karet)
Definisi
tutup elastomerik menurut Farmakope Indonesia edisi IV adalah bagian dari
pengemas yang berhubungan langsung atau mungkin berhubungan langsung dengan
obat. Elastomer atau lebih dikenal sebagai karet, sudah digunakan sebagai bahan
untuk kemasan sediaan parenteral sejak awal abad 20 karena memiliki sifat fisik
unik, yaitu sangat mudah dibentuk, yang cukup penting bagi fungsi kemasan
sediaan parenteral. Secara kasar, karet dikatakan sebagai bahan polimer yang
pada suhu kamar dapat diregangkan mencapai 2 kali panjang awalnya dan jika
dibebaskan akan kembali ke ukuran semula. Walau memiliki definisi sederhana,
karet adalah senyawa kompleks yang terdiri dari 2 sampai 10 atau lebih bahan mentah. Komponen
polimer utamanya adalah elastomer. Tutup elastomerik dapat berasal dari bahan
alam atau sintetis.
Tutup
elastomerik umumnya merupakan campuran kompleks dari berbagai bahan meliputi
polimer dasar (elastomer), pengisi, akselerator, vulcanizing agent (bahan vulkanisir), dan pigmen.
Sifat tutup
elastomerik tidak hanya bergantung pada bahan-bahan di atas, tetapi juga pada
prosedur pembuatan seperti pencampuran, penggilingan, bahan pengabu yang
digunakan, pencetakan dan pemasakan. Contoh sifat yang diinginkan dari
elastomer adalah kompresibilitas dan kemampuan untuk menutup kembali.
Faktor-faktor
seperti prosedur pembersihan, media kental dan kondisi penyimpanan juga
mempengaruhi kesesuaian tutup elastomerik untuk penggunaan khusus. Evaluasi
terhadap faktor demikian harus dilakukan uji khusus tambahan yang sesuai,untuk
menentukan kesesuaian tutup elastomerik untuk penggunaan yang diinginkan.
Kriteria pemilihan tutup elastomerik juga harus mencakup penelitian teliti
terhadap semua bahan, untuk meyakinkan bahwa tidak ada penambahan unsur yang
dicurigai atau diketahui bersifat karsinogenik atau bahan toksik lain.
Persyaratan
kecocokannya sebagai materi tutup pada wadah sediaan injeksi adalah bahwa karet
menunjukkan elastisitas yang cukup dengan demikian menjamin wadah yang kedap
dan tahan terhadap pengaruh suhu.
Sifat-sifat tutup elastomerik yang baik :
- Permukaan harus licin dan tidak berlubang agar dapat dicuci bersih.
- Menutup rongga-rongga kecil pada permukaan, seperti leher bagian dalam vial atau dinding-dinding bagian dalam syringe hipodermik. Bahan lain seperti gelas, logam tak memiliki kemampuan ini.
- Kekerasan dan elastisitasnya harus mencukupi sehingga ia dapat melewatkan jarum suntik tanpa membuatnya menjadi tumpul.
- Mudah ditembus oleh jarum syringe hipodermik dan menutup rapat kembali dengan cepat setelah jarum ditarik.
- Pada masuknya jarum infeksi tidak ada partikel tutup elastomerik yang mencapai ke dalam larutan injeksi.
- Tak mengalami perubahan sifat akibat proses sterilisasi
- Impermeabel terhadap udara dan lembab (untuk meghindari peruraian obat yang sensitif terhadap air)
Contoh
penggunaan tutup elastomerik :
- Tutup vial
Tutup vial elastomer digunakan sebagai tutup primer
vial parenteral dan merupakan salah satu jenis bahan yang banyak digunakan
sebagai tutup sediaan farmasi. Karet dapat dibentuk menjadi tutup vial dalam
berbagai bentuk dan ukuran, dari unit-dose sampai tutup wadah bermuatan
beberapa liter. Kedudukan tutup vial
dijaga oleh lapisan segel logam sampai ke leher vial.
Jenis
tutup vial
|
Diameter
luar (flange) (inci)
|
Diameter
dalam (plug) (inci)
|
Ketebalan
(inci)
|
West V-24
|
0,400
|
0,226
|
0,088
|
West V-35
|
0,500
|
0,305
|
0,082
|
West S-127
|
0,750
|
0,524
|
0,110
|
West S-51
|
1,101
|
0,623
|
0,157
|
- Tutup univial
Zat aktif yang tidak stabil dalam bentuk larutan berada
dalam bentuk kering sampai pada saat akan digunakan. Serbuk zat aktif berada
pada bagian bawah vial sedangkan diluen steril berada pada bagian atas. Dua
bagian vial ini dibatasi oleh karet, yang akan bergeser akibat adanya tekanan
hidrostatik dari tekanan yang diberikan pada tutup univial. Saat karet
tergeser, akan terjadi proses pencampuran dan disolusi dari serbuk zat aktif
pada kompartemen bagian bawah.
Jenis
karet yang dapat digunakan sebagai tutup:
Ø Karet
alami atau mentah
Diperoleh dari lateks(getah) Hevea brasiliensis. Tidak dapat
digunakan jika tidak ditambahkan bahan-bahan yang dapat memperbaiki sifat
fisika dan kimianya. Bahn yang ditambahkan diantaranya vulcanizing agent
(misalnya sulfur), akselerator untuk mengurangi jumlah sulfur yang digunakan
(contoh senyawa thiazol dan thiuran), aktivator (contoh asam stearat atau garam
stearat) untuk meningkatkan aktivitas akselerator, pengisi (contoh karbon hitam
atau magnesium karbonat) untuk memperkuat sifat kimia, antioksidan (contohnya
fenol) untuk mengurangi oksidasi karet yang dikatalisis oleh cahaya, tembaga,
dan mangan. Karet dapat diwarnai dengan pigmen seperti besi oksida, sulfide,
dan pewarna coal tar. Dapat juga ditambahkan softening agent atau lubrikan.
Ø Karet
sintetis
Memiliki sifat lebih resisten terhadap temperatur
tinggi dan waktu, serta lebih mahal dibandingkan karet alami. Namun karet
sintetis lebih keras daripada karet alami sehingga dibutuhkan lebih banyak softening agent (contoh dibutilftalat)
untuk meningkatkan elastisitasnya.
Klasifikasi Elastomer
Elastomer biasanya diklasifikasikan
sebagai elastomer jenuh dan tak jenuh, berdasarkan jumlah ikatan rangkap
reaktif pada rantai utama atau rantai samping elastomer. Semakin tinggi
ketidakjenuhannya, semakin besar jumlah ikatan rangkap karbon yang reaktif. Derajat ketidakjenuhan menentukan sifat fisik dan kimia
elastomer, yang sangat mempengaruhi sifat dari formulasi karet.
Jenuh
(saturated)
|
Butil; Chloro, bromo, dan butil terhalogenasi; Karet
etilen-propilen; Karet etilen-propilen-dien; Silikon; Uretan; Fluoroelastomer
|
Tak
jenuh (unsaturated)
|
Styrene butadiene; Poliisopren; Nitril; Neopren
polibutadien
|
Sifat Kimia dan Fisika
Elastomer secara Umum
Karet yang dikatakan sangat baik
dalam hal resistensi terhadap transmisi gas atau uap air memiliki sifat
impermeabel terhadap gas (seperti O2, N2, CO2)
dan uap air. Karet ini baik digunakan untuk tutup vial yang digunakan untuk
kemasan obat serbuk atau yang bersifat liofilik. Contohnya adalah karet butil.
Coring
resistance adalah kemampuan untuk mempertahankan keutuhan akibat penusukan
oleh jarum suntik. Vial multidose,
yang mengalami banyak penusukan selama digunakan, akan lebih kuat ditutup
dengan karet alami dibandingkan dengan silikon.
Compresion
recovery adalah kemampuan untuk kembali ke bentuk semula setelah mengalami
kompresi selama periode tertentu dengan suhu tertentu. Karet alami akan lebih
baik digunakan sebagai piston syringe dari pada karet butil.
Shelf
life adalah kemampuan untuk mempertahankan sifat-sifatnya setelah terpapar
oleh oksigen, ozon, cahaya, panas, dan kelembaban. Karet silikon dan
fluoroelastomer (jenuh) dapat mempertahankan sifat-sifatnya lebih lama dari
pada karet alami tak jenuh.
Ketahanan terhadap pelarut (solvent resistance) merupakan sifat yang
penting bagi karet farmasetis karena karet seringkali bersinggungan dengan
cairan. Kemmapuan karet untuk menahan lewatnya pelarut, swelling, ekstraksi dan degradasi pelarut merupakan parameter yang
sangat penting. Minyak nabati kompatibel dengan karet butil, tetapi tidak
demikian halnya dengan minyak mineral.
Resilience
berhubungan dengan compression recovery.
Bola yang terbuat dari karet alami dapat dipantulkan sedangkan bola dari karet
butil tidak dapat dipantulkan. Alat seperti katup darah (blood valve) yang berhubungan dengan tube pengumpul darah (blood collection tube) harus dapat
bergerak maju dan mundur berkali-kali sejalan dengan panjang jarum untuk
membuka dan menutup aliran darah. Karet yang dipilih biasanya karet alami.
Ozon merupakan zat yang dapat
mendegradasi karet.Ozon berada di atmosfer, terutama di sekeliling lampu UV dan
peralatan listrik. Karet alami
memiliki ketahanan buruk terhadap ozon, sehingga karet menjadi keras dan retak.
Karet etilen- propilen-dien (EPDN) cukup resisten terhadap ozon.
Ketahanan
terhadap radiasi (radiation resistance)
adalah kemampuan untuk mencegah terjadinya perubahan sifat akibat terpajan
sinar gamma. Sifat ini menjadi penting karena saat ini sering digunakan
sterilisasi radiasi untuk sediaan farmasetik. Piston karet syringe yang
digunakan pada syringe plastik sekali pakai umumnya disterilkan melalui
radiasi.
Sifat
fisika dan kimia elastomer (Tabel 8)
Elastomer
|
Butil /halo butil
|
Alami
|
Neo-pren
|
Silikon
|
Fluoro elastomer
|
Uretan
|
EPDM
|
Poli butadien
|
Nama
kimia
|
Kopolimer
isobutilen isopren
|
Cis-1,4-poliisopren
|
Poliklorofen
|
Polidim
etil soliksan
|
Karet
fluoro
|
Isosianat
Poliester
|
Monomer
etilen propilen dien
|
Cis
polibutadien
|
Resistensi
terhadap uap air
|
Sangat
baik
|
Baik
|
Cukup
|
Buruk
|
Baik
|
Buruk
|
Cukup
|
Cukup
|
Resistensi
terhadap transmisi gas
|
-
|
Baik
|
Cukup
|
Buruk
|
Baik
|
Buruk
|
Cukup
|
Cukup
|
Coring
|
Cukup
|
Sangat
baik
|
Baik
|
Baik
|
-
|
Sangat
baik
|
Cukup
|
Cukup
|
Compression
recovery
|
Buruk
|
Sangat
baik
|
Baik
|
Buruk
|
Baik
|
Sangat
baik
|
Cukup
|
Cukup
|
Shelf
life
|
Baik
|
Cukup
|
Baik
|
Sangat
baik
|
Sangat
baik
|
Sangat
baik
|
Sangat
baik
|
Cukup
|
Resistensi
terhadap panas
|
Sangat
baik
|
Baik
|
Baik
|
Sangat
baik
|
Sangat
baik
|
Buruk
|
Baik
sekali
|
Baik
|
Resistensi
terhadap air
|
Sangat
baik
|
Baik
|
Cukup
|
Sangat
baik
|
Baik
|
Buruk
|
Baik
|
Baik
|
Resistensi
terhadap Minyak hewani
|
Sangat
baik
|
Buruk
|
Baik
|
Baik
|
Sangat
baik
|
Sangat
baik
|
Cukup
|
Cukup
|
Resistensi
terhadap Minyak nabati
|
Sangat
baik
|
Buruk
|
Baik
|
Sangat
baik
|
Sangat
baik
|
Sangat
baik
|
Cukup
|
Cukup
|
Resistensi
terhadap minyak mineral
|
Buruk
|
Buruk
|
Baik
|
Cukup
|
Sangat
baik
|
Sangat
baik
|
Buruk
|
Buruk
|
Resistensi
terhadap Pelarut alifatis
|
Buruk
|
Buruk
|
Baik
|
Buruk
|
Sangat
baik
|
Sangat
baik
|
Baik
|
Buruk
|
Resistensi
terhadap Pelarut aromatis
|
Baik
|
Baik
|
Buruk
|
Buruk
|
Buruk
|
Buruk
|
Cukup
|
Buruk
|
Resistensi
terhadap asam encer
|
Baik
|
Baik
|
Baik
|
Buruk
|
Buruk
|
Buruk
|
Baik
|
Cukup
|
Resistensi
terhadap Basa encer
|
Baik
|
Baik
|
Baik
|
Baik
|
Buruk
|
Sangat
baik
|
Baik
|
Cukup
|
Ketahanan
terhadap abrasi
|
Cukup
|
Baik
|
Cukup
|
Cukup
|
Sangat
baik
|
Sangat
baik
|
Baik
|
Cukup
|
Resiliensi
|
Buruk
|
Sangat
baik
|
Baik
|
Baik
|
Baik
|
Baik
|
Baik
|
Baik
|
Ketahanan
terhadap ozon
|
Sangat
baik
|
Buruk
|
Baik
|
Sangat
baik
|
Baik
|
Baik
|
Baik
|
Cukup
|
Ketahanan
terhadap radiasi
|
Cukup
|
Baik
|
Baik
|
Cukup
|
Cukup
|
Cukup
|
Cukup
|
Buruk
|
Bahan-bahan dalam formulasi karet dapat
diklasifikasikan menurut fungsinya dalam
formulasi, yaitu :
·
Elastomer
atau polimer
Merupakan
komponen dasar dalam formulasi karet. Sifat formula karet sangat bergantung
pada sifat elastomer
·
Vulcanizing agent
Merupakan
senyawa kimia yang digunakan untuk mentautsilangkan (cross-link) rantai elastomer sehingga terbentuk jaringan tiga
dimensi sehingga terbentuk formulasi karet dengan sifat fisika dan kimia yang
diinginkan. Istilah vulcanizing
digunakan untuk menunjukkan bahwa pada proses ini dibutuhkan panas. Karet yang divulcanizing dengan sulfur membutuhkan
senyawa kimia lain untuk menghasilkan proses vulkanisasi yang efisien, sehingga
karet tersebut tidak “sebersih” karet yang divulkanisir dengan resin, oksida
logam ataupun peroksida. Kini industri farmasi lebih sering menerapkan proses
vulkanisasi yang lebih bersih. Melalui vulkanisasi karet alami, artinya melalui
penambahan vulcanizing agent seperti
sulfur atau pemanasan di bawah tekanan, karet memperoleh elastisitasnya,
kekompakan, dan daya tahannya terhadap pengaruh panas. Dari penambahan sulfur
dapat diperoleh karet lunak (5-10% sulfur) dan karet keras (30-50% sulfur).
Jenis Elastomer
|
Vulcanizing agent
|
Karet
alami dan poliisopren
|
Sulfur
Senyawa
mengandung sulfur (contoh tetrametil tiuram disulfida)
Peroksida
|
Karet
stiren butadien
|
Sulfur
|
Karet
nitrit
|
Sulfur
Peroksida
Kadmium dan magnesium oksida
|
Neopren
|
Sulfur
Senyawa
mengandung sulfur
Zinc
dan magnesium oksida
|
Polibutadien
|
Sulfur
Senyawa
mengandung sulfur
Peroksida
|
Butil
dan halobutil
|
Sulfur
Resin
Zinc oksida (halobutil)
|
Etilen
propilen
|
Peroksida
|
Karet
etilen propilen dien
|
Peroksida
Senyawa
mengandung sulfur
|
Silikon
|
Peroksida
|
Uretan
poliester
|
Peroksida
Sulfur
|
Uretan
poliester
|
Sulfur
|
Fluoroelastomer
|
Senyawa
amin
|
Akselerator
Akselerator
mengurangi waktu vulkanisasi dengan meningkatkan kecepatan vulkanisasi. Zat ini
bukan katalisator karena ia mengalami perubahan kimiawi dan seringkali juga
bekerja sebagai cross-linking agent.
Vulkanisasi dengan sulfur harus disertai akselerator agar menghasilkan derajat cross-linking yang efektif. Akibat
reaktivitasnya, beberapa akselerator dapat membentuk senyawa toksik seperti
2-(2-Hidroksi-etilmerkapto)-benzotiazol dari akselerator merkaptobenzotiazol,
dan akselerator tetrametiltiuram dapat membentuk senyawa toksik nitrosamin.
Akselerator yang digunakan pada vulkanisasi dengan sulfur
:
- Amina -
Heksametilen tetramin
- Ditiokarbamat -
Zinc dibutilditiokarbamat
- Sulfonamid -
N-t-butil-2-benzotiazol
- Tiazol -
2-Merkaptobenzotiazol
-Tiuram -
Tetraetiltiuram disulfida
Aktivator
Aktivator
berfungsi meningkatkan kecepatan reaksi cross-linking dengan cara bereaksi
dengan akselerator, menghasilkan senyawa yang lebih efisien. Aktivator yang
umum digunakan adalah zinc oksida dan asam stearat. Pada sistem vulkanisasi
sulfur konvensional, zinc oksida dan asam stearat digunakan sebagai
koaktivator. Reaksi vulkanisasi ini menghasilkan zinc stearat sebagai produk
sampingan. Garam zinc dapat diekstraksi dari tutup karet yang mengandung zinc
oksida. Hal itu mungkin tidak mempengaruhi kemasan, tetapi obat yang sensitif
terhadap zinc dapat kehilangan potensinya.
Antioksidan-antiozon
Antioksidan
dan antiozon dikelompokkan sebagai antidegradasi. Antioksidan adalah senyawa
yang berfungsi melindungi terhadap oksigen, dan antiozon berfungsi melindungi
dari ozon yang bersifat lebih reaktif. Senyawa-senyawa ini digunakan untuk
meningkatkan resistensi elastomer tak jenuh terhadap usia. Elastomer jenuh,
seperti silikon atau fluoroelastomer, tidak membutuhkan antidegradasi.
Antidegradasi dapat bersifat fisika atau kimia. Antidegradasi kimia, seperti
fenol,melindungi karet dengan cara mengalami oksidasi untuk menggantikan
polimer. Antidegradasi fisika seperti lilin (wax), bekerja dengan membentuk lapisan protektif pada permukaan
karet. Lilin tersebut juga dapat berfungsi sebagai lubrikan pada piston
syringe.
Plasticizer-
lubrikan
Senyawa
ini digunakan dalam formulasi karet sebagai bahan pembantu dalam pembuatan
karet, sebagai pelunak pada karet yang telah divulkanisir atau sebagai pelicin
tutup. Contohnya yaitu parafin wax, minyak silikon, minyak parafin, minyak
naftenat (Naphtenic oil), ftalat, dan
fosfat organik. Parafin wax dan
minyak silikon biasa digunakan dalam piston syringe, yang harus dapat bergerak
bebas dalam barel gelas atau plastik. Minyak silikon mengurangi coring pada
tutup vial. Fosfat organik, seperti tributoksietil fosfat (TBEP) lebih sering
digunakan daripada minyak parafin dalam formulasi karet akrilonitril.
Pengisi
Karet
adapt diformulasikan tanpa pengisi. Jika demikian maka hasilnya disebut karet
“gum” yang bersifat tembus pandang, misalnya untuk pembuatan dot bayi. Dalam pembuatan karet, seringkali dilakukan modifikasi
untuk meningkatkan kekerasan karet, karakteristik fisika, resistensi terhadap
abrasi atau menurunkan biaya produksi. Pengisi digunakan untuk memenuhi
tujuan-tujuan tersebut. Pengisi yang sering digunakan adalah karbon black,
calcined alumunium silicate (clay), barium sulfat, magnesium silikat (talk),
zinc oksida dan silika anhidrat. Perubahan sifat fisika kimia formulasi karet
tergantung pada besarnya interaksi antara polimer dan pengisi. Faktor-faktor
utama yang mempengaruhi yaitu jumlah pengisi yang digunakan, aktivitas
permukaan dari pengisi, ukuran dan bentuk partikel pengisi. Pengisi dikatakan
bersifat “reinforcing” atau
menguatkan jika ia dapat bereaksi dengan polimer sehingga menghasilkan
peningkatan struktur dan kekuatan pada formulasi karet, misalnya karbon hitam.
Barium sulfat dan talk tidak bersifat menguatkan, sehingga penggunaannya
ditujukan untuk meningkatkan densitas formulasi atau untuk melicinkan.
Penggunaan talk dapat mengurangi coring dan transmisi gas. Karbon hitam dan
clay dapat menurunkan resistensi terhadap pelarut. Terdapat batasan jumlah
pengisi yang digunakan dalam pembuatan karet farmasetik. Beberapa karbon hitam
mengandung hidrokarbon aromatik polinuklir yang dapat diekstraksi oleh sediaan
obat. Clay mengandung logam seperti alumunium yang mungkin tidak dapat
bercampur (inkompatibel) dengan beberapa formula obat.
Pigmen
Pigmen
biasanya berupa garam anorganik dan oksida, karbon hitam, atau pewarna organik,
yang digunakan untuk tujuan estetika atau fungsional. Dari segi estetika,
pabrik farmasi mungkin menginginkan tutup karet yang berwarna serasi dengan
sefel alumunium atau label, sehingga penampilan kemasan menjadi lebih menarik. Warna juga seringkali digunakan untuk membedakan suatu
jenis atau dosis obat. Karbon hitam digunakan untuk membuat karet hitam atau
abu-abu; titanium dioksida untuk karet putih, oksida besi dan kromium untuk
kuning, merah dan hijau. Pewarna organik seperti ftalosianin dan biru
ultramarin dipakai untuk menghasilkan warna biru dan hijau, akan tetapi warna
yang dihasilkan tidak sebaik senyawa oksida anorganik.
Pada
pembuatan karet untuk kemasan sediaan farmasi, tidak digunakan bahan-bahan lain
yang biasa digunakan pada pembuatan karet, misalnya blowing agent yang dapat menghasilkan pada pembuatan karet spons,
atau pewangi yang dapat menutupi bau asli karet. Pemilihan tutup karet
dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti zat aktif, pelarut, pembawa, pengawet,
pH sediaan jadi, sistem dapar, sensitivitas terhadap logam, perlindungan
terhadap uap air dan gas, konfigurasi (bentuk) dan warna tutup.
Contoh Formulasi Tutup
Karet
Red
Natural Rubber (Tabel 11)
Bahan
|
Fungsi
|
Natural Rubber
Calcined alumunium silicate
Paraffinic oil
Iron oxide
Zinc oxide
Stearic acid
Thiuram accelerator
Thiazol accelerator
Butylated hydroxytoluene (BHT)
Sulfur
|
Elastomer
Pengisi
Plasticizer-lubrikan
Pewarna
Aktivator
Aktivator
Akselerator
Akselerator
Antidegradasi
Vulcanizing
agent
|
Gray Halobutyl Rubber (Tabel 12)
Bahan
|
Fungsi
|
Halobutyl rubber
Calcined alumunium silicate
Naphthenic oil
Titanium dioxide
Carbon black
BHT
Zinc oxide
Thiuram accelerator
|
Elastomer
Pengisi
Plasticizer-lubrikan
Pewarna
Pewarna
Antidegradasi
Vulcanizing agent
Akselerator
|
Black EPDM Rubber (Tabel 13)
Bahan
|
Fungsi
|
EPDM
Calcined alumunium silicate
Naphthenic oil
Zinc oxide
Stearic acid
Thiuram accelerator
Zinc dithiocarbamate
Sulfur
|
Elastomer
Pengisi
Plasticizer-lubrikan
Aktivator
Aktivator
Akselerator
Akselerator
Vulcanizing agent
|
Gray Silicone Rubber (Tabel 14)
Bahan
|
Fungsi
|
Dimethylpolysiloxane polymer
SiO2
Carbon black
2,4-Dichlorobenzoyl peroxide
|
Elastomer
Pengisi
Pewarna
Vulcanizing agent
|
Pencucian dan Sterilisasi
Tutup Elastomerik
Sebelum disterilkan, sebaiknya tutup
dicuci dengan air panas. Boyett dan avis (1976) melakukan pencucian dengan
larutan natrium sulfat 1 % atau autoclave dalam larutan asam (pH = 1,9),
kemudian dicuci dengan aqua pro injectione, atau mencuci dengan aseton.
Pencucian dengan aseton dianggap paling efektif, tetapi pencucian dengan
natrium aluril sulfat, dan autoclave dalam larutan asam selama 15 atau 30 menit
juga sudah dianggap cukup.
Aseton memiliki kelebihan yaitu
dapat membunuh bakteri, fungi atau virus paad suhu 20 C atau lebih tinggi,
tetapi cukup berbahaya karena bersifat eksplosif. Larutan asam atau aqua pro
injectioe jauh lebih mudah dari Natrium Lauril sulfat. Oleh karena itu,
pencucian sederhana sudah cukup sebagai langkah presterilisasi, tetapi
penelitian menunjukkan bahwa semakin panas air yang digunakan untuk mencuci
tutup maka pencucian lebih efektif. Cara sterilisasi tutup elastomerik adalah
dengan sterilisasi uap.
Ringkasan Siklus Treatment Tutup
Menurut Sistem Pharma- Tecknik- Sineja
Langkah
|
Penjelasan
|
Waktu (menit)
|
Suhu (C )
|
Loading
|
Mengambil
30000 tutup injeksi 20 mm.
|
4
|
20
|
Pencucian
|
Menambahkan
aqua demineralisata
Memanaskan
dengan uap bersih langsung (direct clean steam)
Dan penambahan 5% deterjen
nonionik pada 70 C. Konsentrasi deterjen dalam reaktor 0,03%. Mengagitasi
tutup dengan injeksi uap.
Menghilangkan deterjen dengan
aqua demineralisata dingin
|
10
|
20-99
|
Pembilasan 1
|
Membilas dengan aqua demineralisata
dingin dan udara terkompresi (compressed air)
|
8
|
99-30
|
Pembilasan 2
|
Memanaskan uap bersih langsung dan
menambahkan sejumlah terukur minyak silikon
|
12
|
30-20
|
Silikonisasi
|
Mengagitasi
tutup dengan injeksi uap minyak silikon
Menambahkan
uap bersih dari atas sampai bawah
|
5
|
20-99
|
Sterilisasi
|
Mengeluarkan
udara (air removal)
Uap
bersih
Sterilisasi
dengan uap
Pelepasan
tekanan
Evakuasi
wadah.
Pengeringan
menggunakan udara panas dari bawah ke atas dengan pompa vakum, setiap 5 menit
dilakukan penggantian wadah untuk menuangkan air residu dalam rongga tutup
Vakum ditentukan waktunya dan
direkam.
|
4
1
2
2
16
2
|
99-100
88-105
105
121
121
121
100
|
Pengeringan
|
Di bawah udara HEPA laimnair
pada bagian yang steril
Pengeringan menggunakan udara
panas dari bawah ke atas dengan pompa
vakum. Setiap 5 menit dilakukan penggantian wadah untuk menuangkan air residu
daalm rongga mulut.
|
60
|
100-
70
|
Uji
kebocoran
|
Vakum ditentukan waktunya dan
direkam.
|
10
|
70
|
Unloading
|
Di bawah udara HEPA laminair
pada bagian yang steril
|
5
|
70
|
Masalah- masalah yang dihadapi
Berbagai bahan tambahan yang digunakan
dalam pembuatan karet tidak boleh bereaksi dengan obat, tidak boleh melepaskan
senyawa toksik ataupun menyebabkan perubahan pH sehingga obat menjadi inaktif.
Pada dasarnya, tidak boleh terjadi ekstraksi komponen sediaan injeksi oleh
karet. Masalah inilah yang paling sering dihadapi pada penggunaan tutup karet.
Hilangnya bakterisid dari sediaan injeksi akan mempengaruhi zat aktif atau zat
lain dalam sediaan dan dapat terjadi melalui mekanisme berikut :
Absorpsi
oleh karet
Bakterisid
mengalami partisi antara larutan injeksi dan karet menurut koefisien partisinya.
Fenol dan benzyl alcohol lebih tertarik pada air dan tidak diabsorpsi oleh
karet. Namun bakterisid lain seperti klorokresol dan fenil merkuri nitrat
sangat tertarik oleh karet dan diabsorpsi kuat oleh karet. Untuk mengatasi
masalah ini, BP menyatakan bahwa tutup karet harus dilindungi dengan larutan
yang mengandung bakterisid dalam konsentrasi dua kali lebih tinggi dari
konsentrasi dalam larutan injeksi. Larutan pelindung tersebut juga harus
mengandung bahan lain yang mungkin diabsorpsi dari larutan injeksi.
Kehilangan
akibat penguapan melalui permukaan luar tutup karet
Setelah
tercapai ekuilibrium, bakterisid menguap ke atmosfer melalui permukaan tutup
karet. Kehilangan ini dapat dikurangi dengan melapisi tutup dengan bahan yang
kurang permeable (contoh : paraffin wax). Bahan yang digunakan untuk melapisi
itu juga terbatas jenisnya karena bahan tersebut tidak boleh rapih. Pemecahan
lainnya yaitu dengan mengurangi luas permukaan tutup yang terpapar udara dan
dengan meningkatkan ketebalannya. Beberapa tutup karet dilaporkan mengurangi
aktivitas antioksidan natrium metabisulfit atau sulfur dioksida akibat adsorbsi
larutan injeksi. Untuk injeksi dalam larutan minyak, tutup karet yang digunakan
harus tahan terhadap minyak.
Uji Tutup Karet Elastomerik
1.
Prosedur Uji Biologi
Ada dua tahap pengujian.
Tahap pertama adalah uji reaktivitas secara biologi invitro. Bahan yang yeng
memenuhi syarat uji invitro, tidak perlu dilakukan uji tahap kedua. Bahan yang
tidak memenuhi syarat invitro lanjutkan dengan tahap kedua yaitu uji intrakutan
yaitu uji reaktivitas secara biologi invitro.
2.
Prosedur Uji Fisikokimia
Uji
berikut dimaksudkan untuk menetapkan sifat fisikokimia yang berhubungan dengan
ekstraksi tutup elastomeric. Karena uji berdasarkan pada ekstraksi elastomer,
maka jumlah luas permukaan dari contoh yang akan diekstraksi adalah penting.
Dalam tiap pengujian ditetapkan luas permukaan untuk diekstraksi pada suhu yang
telah ditetapkan. Metode uji direncanakan untuk mengetahui variasi utama yang
diharakan.
Larutan
pengekstraksi:
a. Air
murni
b. Pembawa
obat (bila digunakan)
c. Isopropanol
Peralatan
a.
Otoklaf digunakan dapat mempertahankan suhu
121˚C ± 2˚C, yang dilengkapi dengan thermometer, pengukur tekanan, dan rak yang
sesuai untuk tempat wadah pengujian diatas permukaan air.
b.
Oven dapat mempertahankan suhu 105˚C ± 2˚C.
c.
Alat Refluks, mempunyai kapasitas lebih
kurang 500 ml.
Prosedur
Penyiapan
contoh letakkan dalam wadah ekstraksi yang sesuai sejumlah tutup elastomeric
yang memberikan luas permukaan 100 cm2. Tambahkan 300 ml air murni
kedalam masing-masing wadah, tutup dengan gelas piala yang dibalik dan masukkan
dalam otoklaf pada suhu 121˚C ± 0,5˚C selama 30 menit. Enaptuangkan,
menmggunakan penapis baja tahan karat, sehingga tutup tertahan dalam wadah.
Cuci dengan 100 ml air murni goyangkan perlahan dan buang air cucian. Ulangi
pencucian dengan air murni 100 ml. lakukan prosedur yang sama untuk wadah
blangko.
Ekstrak
(dengan larutan pengekstraksi A) masukkan sejumlah contoh yang telah
dipersiapkan pada penyiapan contoh, dengan luas permukaan 100 cm2,
kedalam wadah yang sesuai, tambahkan 200 ml air murni. Tutup dengan gelas piala
yang dibalik dan ekstraksi dengan pemanasan dengan otoklaf pada suhu 121˚C selama 2 jam, biarkan selama waktu yang
secukupnya hingga cairan dalam wadah mencapai suhu ekstraksi. Biarkan otoklaf
mendingin dengan cepat dan dinginkan hingga suhu kamar. Lakukan prosedur yang
sama pada blangko.
Ekstrak
(dengan larutan pengekstraksi B atau larutan pengekstrak C) masukkan sejumlah
contoh yang telah dipersiapkan pada penyiapan contoh, dengan luas permukaan 100
cm2, kedalam alat refluks yang sesuai berisi 200 ml larutan
pengekstraksi B atau larutan pengekstrak C, dan refluks selama 30 menit.
Lakukan prosedur yang sama pada blangko.
Kekeruhan (Gunakan
ekstrak yang disiapkan dengan larutan pengekstraksi A, larutan pengekstraksi B
atau larutan pengekstrak C). Goyangkan wadah masukkan sejumlah ekstrak kedalam
sel, jika perlu encerkan dengan pengekstraksi, dan ukur kekeruhannya dengan
nefelometer, terhadap baku tetap yang direproduksibel (baku nefelos). Kekeruhan
adalah perbedaan antara harga yang diperoleh untuk blangko dan contoh yang
dinyatakan dalam unit nefelos, sesuai skala numeric linier arbitrary,
menunjukkan rentang kekaburan dari kejernihan mutlak sampai daerah kekeruhan.
Zat
mereduksi (ekstrak yang digunakandengan larutan pengekstraksi
A). goyangkan wadah pindahkan 50 ml ekstrak contoh kedalam wadah yang sesuai,
dan titrasi dengan iodium 0,01 N, menggunakan 3 ml kanji sebagai indicator.
Lakukan penetapan blangko. Perbedaan volume titran antara blangko dan contoh
dinyatakan dalam ml iodium 0,01 N.
Logam
berat (Gunakan ekstrak yang disiapkan dengan larutan
pengekstraksi A atau larutan pengekstraksi B). masukkan 20 ml ekstrak blangko
dan ekstrak contoh kedalam tabung pembanding warna yang terpisah. Masukkan 2
ml, 6 ml dan 10 ml larutan baku timbale kedalam tiga tabung pembanding warna
yang berbeda, tambahkan 2 ml as.asetat 1 N pada tiap tabung, dan tambahkan air
hingga 25 ml. tambahkan 10 ml hydrogen sulfide yang dibuat segar kedalam
tiap-tiap tabung, campur diamkan 5 menit dan amati dari atas kebawah diatas
permukaan putih. Tetapkan jumlah logam berat dalam blanko dan dalam contoh. Kandungan
logam berat adalah perbedaan antara blangko dan contoh.
Perubahan
pH
( Gunakan ekstrak yang disiapkan dengan larutan pengekstraksi A atau larutan
pengekstraksi B). tambahkan kalium klorida secukupnya kedalam ekstrak A hingga
kadar 0,1%. Tetapkan pH dari contoh ekstrak A dan ekstrak B secara
potensiometrik, lakukan penetapan blangko ekstrak A dan Ekstrak B. perubahan pH
adalah perbedaan pH antara blangko dan contoh.
Bahan
terekstraksi (Gunakan ekstrak yang disiapkan dengan
larutan pengekstraksi A, larutan pengekstraksi B atau larutan pengekstrak
C). Goyangkan wadah, masukkan 100 ml
balangko dan contoh kedalam cawan penguap yang telah dipisah dan telah ditara.
uapkan diatas tangas uap hingga kering atau dalam oven pada suhu 100˚,
keringkan pada suhu 105˚ selama 1 jam, dinginkan kedalam desikator dan
timbang.. hitung bahan terekstraksi total, dalam mg dengan rumus:
2(Wu-WB)
Wu adalah bobot residu dari contoh dalam mg
WB adalah bobot residu blangko dalam mg
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.
Farmakope Indonesia Edisi IV. Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. 1995
Voight, R. Buku
Pelajaran Teknologi Farmsi. Terjemahan Soendani N.S. Gadjah Mada University
Press. 1995
Lachman, Leon, Herbert A. Lieberman, Joseph L.
Kanig. Teori dan Praktek Farmasi Industri
III, Penerjemah Siti Suyatmi. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. 1994
http://www.bridgat.com/glass_bottle_packing-o37443.html. diakses tanggal 11 oktober 06.50 WIB.
LAMPIRAN
Gambar 1. Ampul Gambar
2. Vial
Gambar 3. Botol Infus Gambar
4. Botol Infus
Gambar 5. Elastomer Gambar
6. Univial
Tidak ada komentar:
Posting Komentar