Rabu, 16 Mei 2012

vaksin rabies



Rabies adalah penyakit menular yang akut dari susunan syaraf pusat yang dapat menyerang hewan berdarah panas dan manusia yang disebabkan oleh virus rabies. Bahaya rabies berupa kematian gangguan ketentraman hidup masyarakat. Hewan seperti anjing, kucing dan kera yang menderita rabies akan menjadi ganas dan biasanya cenderung menyerang atau menggigit manusia. Penderita rabies sekali gejala klinis timbul biasanya diakhiri dengan kematian. Terhadap bahaya rabies termaksud diatas akan mengakibatkan timbulnya rasa cemas atau rasa takut baik terhadap orang yang digigit maupun masyarakat pada umumnya.
Pada hewan yang menderita penyakit ini biasanya ditemukan virus dengan konsentrasi tinggi pada air ludahnya, oleh karena itu penularan umumnya melalui suatu luka gigitan. Infeksi rabies pada hewan ditandai dengan mencari tempat yang dingin diikuti dengan sikap curiga dan menyerang apa saja yang ada disekitarnya, hipersalivasi, paralisa dan mati. Sedangkan gejala rabies pada manusia yang menyolok berupa rasa takut air (hydrophobia) dan gejala-gejala encephalitis.
II. TANDA-TANDA RABIES.
Gejala yang terlihat pada umumnya adalah berupa manifestasi peradangan otak (encephalitis) yang akut baik pada hewan maupun manusia. Pada manusia keinginan untuk menyerang orang lain pada umumnya tidak ada.
Masa inkubasi rabies pada anjing dan kucing berkisar antara 10 sampai 8 minggu. Pada sapi, kambing, kuda dan babi berkisar antara 1 sampai 3 bulan.
Tanda klinis pada anjing dan kucing hampir sama gejala-gejala, penyakit ini dikenal dalam tiga bentuk yaitu:
a. Bentuk ganas (furious rabies) masa eksitasi panjang, kebanyakan akan mati dalam 2 sampai 5 hari setelah tanda-tanda rabies terlihat.
b. Bentuk diam atan dungu (dumb rabies) disini terjadi kelumpuhan (paralisa) sangat cepat menjalar keseluruh anggota tubuh dan masa eksitasi pendek.
c. Bentuk asymptomatis disini memperlihatkan kejadian dimana hewan tiba-tiba mati dengan tidak menunjukan gejala-gejala sakit.
Selain dari ketiga bentuk tanda klinis rabies pada anjing dan kucing bisa dijumpai tanda-tanda lain yang sering terlihat sebagai berikut:
- Pada phase prodromal hewan mencari tempat-tempat yang dingin dan menyendiri, tetapi dapat lebih menjadi agresif dan nervous. Reflek cornea berkurang/hilang, pupil meluas dan cornea kering.
- Pada phase exitasi hewan akan menyerang siapa saja yang ada disekitamya dan memakan barang yang aneh-aneh. Dengan berlanjutnya penyakit, mata mejadi keruh dan selalu terbuka.
- Pada phase paralisa cornea kering, mata terbuka dan kotor, semua reflek hilang dan mati.
Tanda klinis pada hewan pemamah biak dapat dilibat seperti gelisah, gugup, liar dan adanya rasa gatal pada seluruh tubuh, kelumpuhan pada kaki belakang dan akhirnya hewan mati. Pada hari pertama atau kedua gejala klinis terlihat biasanya temperatur normal, anorexia, eskpresi wajah berubah dari biasa, sering menguak dan ini merupakan tanda yang spesiftk bagi hewan yang menderita rabies.
III. CARA PENULARAN RABIES
Masa inkubasi pada anjing dan kucing kurang lebih dua minggu (10 hari sampai 8 minggu). Pada manusia 2 sampai 3 minggu, yang paling lama satu tahun tergantung pada jumlah virus yang masuk melalui luka gigitan, dalam atau tidaknya luka, luka tunggal atau banyak dan dekat atau tidaknya luka dengan susunan syaraf pusat.
Virus ditularkan tenrtama melalui luka gigitan, oleh karena itu bangsa carnivora adalah hewan yang paling utama (efektif) sebagai penyebar rabies antara hewan atau manusia.
Pada hewan percobaan virus masih dapat ditemukan ditempat suntikan selama 14 hari. Virus menuju ke susunan syaraf pusat melalui syaraf perifer dengan kecepatan 3mm per jam (dean dkk, 1963) kemudian virus berkembang biak di sel-sel syaraf terutama di hypocampus, sel purkinye dan kelenjar ludah akan terus infektif selama hewan sakit.
IV. PENCEGAHAN RABIES
Pencegahan rabies pada hewan adalah tanggung jawab Dinas Peternakan dan dalam pelaksanaannya akan bekerjasama dengan semua isntansi. Agar pencegahan dan pemberantasan lebih efektif, maka disusun pedoman khusus berlandaskan pada surat keputusan bersama antara menteri Kesehatan, Menteri pertanian dan Menteri Dalam Negeri tentang pencegahan dan penanggulangan rabies.
Adapun langkah-langkah pencegahan rabies dapat dilihat dibawah ini:
- Tidak memberikan izin untuk memasukkan atau menurunkan anjing, kucing, kera dan hewan sebangsanya di daerah bebas rabies.
- Memusnahkan anjing, kucing, kera atau hewan sebangsanya yang masuk tanpa izin ke daerah bebas rabies.
- Dilarang melakukan vaksinasi atau memasukkan vaksin rabies kedaerah-daerah bebas rabies.
- Melaksanakan vaksinasi terhadap setiap anjing, kucing dan kera, 70% populasi yang ada dalam jarak minimum 10 km disekitar lokasi kasus.
- Pemberian tanda bukti atau pening terhadap setiap kera, anjing, kucing yang telah divaksinasi.
- Mengurangi jumlah populasi anjing liar atan anjing tak betuan dengan jalan pembunuhan dan pencegahan perkembangbiakan.
- Menangkap dan melaksanakan observasi hewan tersangka menderita rabies, selama 10 sampai 14 hari, terhadap hewan yang mati selama observasi atau yang dibunuh, maka harus diambil spesimen untuk dikirimkan ke laboratorium terdekat untuk diagnosa.
- Mengawasi dengan ketat lalu lintas anjing, kucing, kera nan hewan sebangsanya yang bertempat sehalaman dengan hewan tersangka rabies.
- Membakar dan menanam bangkai hewan yang mati karena rabies sekurang-kurangnya 1 meter.
VI. TINDAKAN TERHADAP HEWAN TERSANGKA ATAU MENDERITA RABIES
Apabila ada informasi hewan tersangka rabies atau menderita rabies, maka Dinas Peternakan harus melakukan penangkapan atau membunuh hewan tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Apabila setelah dilakukan observasi selama lebih kurang dua minggu ternyata hewan itu masih hidup, maka diserahkan kembali kepada pemiliknya setelah divaksinasi, atau dapat dimusnahkan apabila tidak ada pemilikinya.
VIII. VAKSINASI RABIES DAN MANFAATNYA TERHADAP ANJING, KUCING DAN KERA.
Vaksin rabies telah dikenal sejak tahun 1879 dibuat pertama kali oleh Victor Galtier. Selanjutnya pada tahun 1884 vaksin tersebut dikembangkan oleh Louis Pastuer membuat vaksin rabies menggunakan virus yang berasal dari sumsum tulang belakang anjing yang terkena rabies kemudian dilintaskan pada otak kelinci dan diatenuasikan dengan pemberian KOH.
Pada tahun 1993 Kliger dan Bernkopf berhasil membiakan virus rabies pada telur ayam bertunas. Cara pembiakan virus tersebut dipakai oleh Koprowski dan Cox untuk membuat vaksin rabies aktif strain flury HEP pada tahun 1955.
Dengan berkembangnya cara pengembangbiakan virus dengan biakan sel, Naguchi pada tahun 1913 dan Levaditi pada tahun 1914 berhasil membiakan virus rabies secara in vitro pada biakan gel.
Pada tahun 1958 Kissling membiakan virus rabies CVS pada biakan sel ginjal anak hamster. Selanjutnya pada tahun 1963 Kissling dan Reese berhasil membuat vaksin rabies inaktif menggunakan virus rabies ymlg dibiakan pada sel ginjal anak hanlster (BHK).
Dengan metoda pembuatan vaksin dengan biakan sel ini dapat dihasilkan titer virus yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan biakan virus memakai otak hewan yang ditulari virus rabies.
Disamping itu metode biakan sel dapat menghasilkan virus dengan jumlah yang lebih banyak untuk produksi vaksin rabies dengan skala besar.
Pengendalian penyakit rabies dapat dilakukan antara lain dengan jalan mengusahakan agar hewan yang peka terhadap serangan rabies kebal terhadap serangan virus rabies. Oleh karena itu sebagian besar populasi hewan harus dikebalkan melalui vaksinasi. Untuk mencapai keberhasilan vaksinasi dibutuhkan vaksin yang berkualitas baik, tersedia dalam jumlah cukup dan tepat waktu pendistribusiannya.
IX. PENGEMBANGAN VAKSIN RABIES
Di Indonesia, vaksin rabies untuk hewan telah diproduksi sejak tahun 1967 oleh Posat Veterinaria Farma (Pusvetma) Surabaya yang pada saat itu masih bernama lembaga virologi kehewanan (LVK), menggunakan fixed virus rabies. Sebagai media untuk membiakkan virus rabies digunakan otak kambing/domba umur 3 bulan. Otak yang ditumbuhi virus digerus, dibuat suspensi kemudian diinaktifkan dengan phenol 0,5%. Vaksin jenis ini disebut vaksin rabies sampel yang selanjutnya diberi nama paten Rasivet Aplikasi vaksin tersebut melalui suntikan dibawah kulit dengan dosis 4 ml. Masa kebal vaksin rasivet relatif pendek yaitu 6 bulan.
Dengan adanya peningkatan kebutuhan vaksin rabies dalam rangka pengendalian rabies di Indonesia menimbulkan tantangan bagi Pusvetma untuk meningkatkan jumlah vaksin rabies yang diproduksinya. Masalah yang dihadapi yaitu kesulitan mendapatkan kambing/domba umur 3 bulan dalam jumlah banyak. Untuk memproduksi vaksin sebanyak 60.000 dosis (satu batch) dibutuhkan kambing/domba sebanyak 300 ekor. Di samping itu kambing/domba makin lama makin tinggi, timbulnya pencemaran lingkungan dan resiko tersebarnya penyakit sangat tinggi.
Dengan bantuan seorang tenaga WHO, Dr. Larghi pada tahun 1983, era baru pembuatan vaksin rabies di Pusvetma telah dimulai. Dalam Cara baru ini digunakan biakan sel sebagai media pertumbuhan virus rabies. Virus yang digunakan yaitu virus rabies galar Pastuer yang dibiakan pada kultur sel ginjal anak hamster (BHK 21), dengan bahan inaktif berupa 2-Bromo Ethylamin (BEA). Sel BHK 21 seperti yang dinyatakan Bear (1975) merupakan sel yang paling peka untuk pembiakan virus rabies.
Setelah melalui rangkaian percobaan, pada tahun 1984, Pusvetma telah mengeluarkan vaksin rabies yang menggunakan biakan sel sebagai tempat pembiakan virus. Vaksin baru ini diberi nama rabivet.
Vaksin rabivet mempunyai kelebihan dibandingkan dengan rasivet yaitu:
1. Rabivet tidak mengandung jaringan syaraf dan kandungan proteinnya lebih rendah sehingga efek samping berupa alergi dan paralisa non spesifik sangat dikurangi.
2. Mudah diproduksi secara besar-besaran.
3. Harga satuan lebih rendah.
4. Pencemaran lingkungan dan resiko tersebarnya virus sangat rendah.
5. Rabies mempunyai masa kekebalan yang lebih lama.
Berdasarkan hasil pengujian baik pada kondisi laboratorium maupun kondisi lapangan menunjukkan bahwa vaksin rabivet mempunyai keamanan dan potensi yang baik. Vaksin tetap stabil selama dua tahun pada penyimpanan temperatur 40C.
Pengujian di laboratorium menggunakan hewan percobaan anjing untuk mengukur masa kekebalan vaksin rabivet dengan index Netralisasi test menunjukkan bahwa pada bulan ke 16 setelah vaksinasi, titer antibodi terhadap rabies masih tetap tinggi yaitu index netralisasi (in) = 3.
Setelah pengujian menunjukkan hasil yang baik, vaksin rabivet diproduksi dalam skala besar dan didistribusikan diseluruh Indonesia Ternyata dilapangan vaksin rabivet menimbulkan masalah. Beberapa daerah melaporkan adanya endapan warna hitam pada dasar vial skibat pemakaian thiomersal sebagai bahan bakterisida pada vaksin.


X. PRODUKSI VAKSIN RABIES.
Sesuai dengan SK Mentan No. 317/Kepts/Org/1978 tanggal 25 Mei 1978 Pusat Veterinaria faram mempunyai tugas pelaksanaan pengadaan dan penyaluran vaksin, antisera diagnostika dan bahan biologis lain. Sesuai dengan tugas tersebut diatas, PUSVETMA telah memproduksi vaksin antara lain vaksin rabies. Dalam memproduksi vaksin digunakan anggaran berasal dari Proyek Rutin.
PUSVETMA dalam memproduksi vaksin rabies berusaha untuk memenuhi jumlah sesuai target dan waktu distribusi, tetapi sering kali terjadi pergeseran jadwal produksi sebagai akibat pengadan bahan produksi yang harus melalui tender.
Untuk tahun 1993/1994 telah diambil langkah-langkah kebijaksanaan sehingga vaksin Rabivet dapat diproduksi dan didistribusikan tepat waktu dan tepat jumlah.
Kapasitas produksi vaksin rabivet setiap tahun semakin meningkat. Sebelum tahun 1990/1991 kapasitas produksi mencapai 400.000. dosis per tahun kemudian meningkat menjadi 600.000 dosis per tahun pada tahun 1990/1991. Dengan adanya bantuan hibah dari pemerintah Jepang melalui JICA, mulai tahun 1993/1994 kemampuan produksi dapat tingkatkan menjadi 1000.000 dosis per tahun. Dengan adanya perbaikan prosedur kerja produksi dan efesiensi penggunaan alat kemampuan produksi dapat ditingkatkan menjadi 500.000 dosis per tahun.
XI. KEGUNAAN VAKSIN RABIES.
Manfaat dari vaksin rabies adalah untuk mengendalikan penyakit rabies antara lain, mengusahakan agar hewan yang peka terhadap rabies kebal terhadap serangan virus rabies.
Untuk mencapai hal tersebut, sebagian besar populasi hewan harus dikebalkan melalui vaksinasi.
Pelaksanaan vaksinasi dapat berhasil dengan baik apabila tersedia vaksin dengan kualitas bermutu dan tersedia dalam jumlah cukup. Untuk menjawab tantangan ini PUSVETMA telah berhasil memproduksi vaksin rabivet dengan kualitas baik dan murah.
Untuk memperoleh vaksin rabivet dengan kualitas bermutudlan murah telah diadakan suatu rekayasa pembuatan media dan cloning virus sehingga diperoleh virus yang cocok untuk tumbuh pada media yang baru. Dibandingkan dengan vaksin rabivet maka vaksin rabivet supra 92 mempunyai kandungan protein yang jauh lebih rendah yaitu 2 mg/ml. Dengan turunnya kandungan protein diharapkan tidak terjadi reaksi anfilaksis dan tidak menimbulkan rasa sakit pada suntikan. PH vaksin juga menunjukkan kestabilan yaitu kurang lebih 7 sesuai dengan PH tubuh.
Hasil uji potensi vaksin tersebut dibandingkan dengan vaksin impor (rabisin) menurut metode modifikasi NIH menunjukkan hasil yang sama dengan Relative Potency sebesar 1,2. Hasil uji dalam bentuk garis regrasi dari kedua jenis vaksin tersebut ternyata memperlihatkan garis linear yang hampir sejajar.
Upaya yang dilakukan PUSVETMA tidak hanya meningkatkan mutu vaksin yang dihasilkan tetapi juga kapasitas produksi per tahun juga ditingkatkan. Peningkatan kapasitas produksi dilakukan dengan melengkapi peralatan yang ada penggunaan slat yang efisien dan penguasaan teknik produksi.
Vaksin Rabivet supra 92 produksi pusat veterinaria farma dapat dipertanggungjawabkan untuk dipakai dalam pengendalian penyakit rabies di Indonesia sebab mempunyai potensi baik, stabil dan efek samping rendah.
XIII. BAHAN PEMERIKSAAN.
Bahan pemeriksaan untuk mendiagnosa rabies dapat berupa diantaranya ialah:
• Saluran kepala
• Otak.
• Preparat pada objek gelas.
• Kelenjar ludah.

Pada otak dapat diambil untuk pemeriksaan rabies adalah Hippocampus, Cortex cerebri dan cerebellum. Untuk pemeriksaan diperlukan spesimen sebanyak masing-masing 3 gram atau lebih.
XIV. CARA PENGAMBILAN SPESIMEN.
Kepala dipisahkan dari leher, kemudian dimasukkan dalam container logam (container pertama) ditutup rapat dan disimpan dengan kedinginan 4°C atau dibekukan sampai saat pengiriman.
Otak, disini yang diambil yaitu hipocampus, cortex cerebri dan cerebellum. Pada spesimen ini dapat dibuat preparat pada gelas objek, preparat sentuh, preparat ulas dan preparat putar.
Untuk mendiagnosa diperlukan sebanyak 6 buah preparat, masing-masing 2 buah untuk hippocampus (terpenting) cortex cerebrum dan cerebellum dari masing-masing otak. Menurut cara membuatnya, terdapat 3 jenis preparat yakni preparat sentuh (impression method), preparat ulas (smear method) atau preparat putar (rolling method).
XV. PREPARAT SENTUH.
Buat potongan bagian otak yang dikehendaki 2-3 mm taruh diatas suatu gelas objek (atau scalpel, atau sendok es kream atau septula) dengan bidang sayatan menghadap keatas. Dengan gelas objek yang lain sentuh dengan sedikit penekanan bidang Bayman tadi, 3 sentuhan pada setiap gelas objek, lalu langsung dimasukan kedalam pewarna sellers.
XVI. PREPARAT ULAS.
Taruh potongan kecil jaringan otak yang dikehendaki ditengah suatu gelas objek kira-kira berjarak ¼ panjang gelas objek dari salah satu sisi panjangnya. Ambil gelas objek dari salah satu sisi panjangnya. Ambil gelas objek yang lain, tekankan pada jaringan dan gerakan ke ujung yang lain sehingga ¾ gelas objek terlapisi dengan bahan pemeriksaan secara merata lalu langsung dimasukkan ke dalam pewarna seller.
XVII. PREPARAT PUTAR.
Taruh potongan sebesar kacang kedelai jaringan otak yang dikehendaki ditengah suatu gelas objek, dengan gerakan berputar, dengan tusuk gigi atau gelas objek guling-gulingkan dan sisa yang tidak melekat digelas objek dibuang lalu langsung dimasukkan ke dalam pewarna sellers.
XVIII. KELENJAR LUDAH.
Kelenjar ludah penting artinya untuk mengetahui resiko pengigitan, karena itu perlu disertakan sebagai bahan pemeriksaan. Cara mengambil kelenjar ludah yaitu kepala diletakkan terbalik, yakni bagian ventral menghadap ke atas. Buat sayatan kulit dari cabang mendibula ke leher, kuakkan sayatan kulit kesamping, maka akan terlihat urat daging, jaringan ikat longgar, lymphoglandula submaxilaris dan kelenjar ludah submaxilaris.
Kelenjar ludah submaxilaris terletak diujung belakang mandibula, dibelakang dan dibawah lymphoglandula submaxilaris, berwarna kuning atau oranye, berbentuk elip dan terbungkus oleh kapsul.
Keluarkan kelenjar ludah dan masukkan dalam botol spesimen yang berisi bahan pengawet gliserin. Tutup botol/vial rapat-rapat dan simpan dalam keadaan dingin.
Tanda pengenal perlu disertakan/ditempelkan pada kontainer (botol/vial) yang berisi bahan pemeriksaan. Tanda pengenal berisi: Nama jaringan/organ, bahan pengawet/fixative yang dipakai, species hewan dan tanggal pengambilan.
XX. KESIMPULAN
Rabies adalah penyakit hewan yang dapat ditularkan ke manusia melalui gigitan anjing, kucing, atau kera yang positif rabies. Virus rabies banyak terdapat dalam air liur penderita rabies. Mengingat bahaya rabies terhadap kesehatan dan ketentraman hidup masyarakat, maka usaha pengendalian penyakit berupa pencegaban dapat dilakukan dengan jalan menvaksinasi hewan peliharaan yaitu anjing, kucing dan kera setiap setahun sekali.
Akibat dari gigitan yang positif rabies apabila orang yang digigit anjing tersebut tidak divaksinasi sebanyak 14 kali didaerah pusar, maka dapat menyebabkan gejala rabies. Penderita rabies sekali gejaJa klinis timbul biasanya diakhiri dengan kematian. Terhadap bahaya rabies termasuk diatas ini akan mengakibatkan timbulnya rasa cemas atan rasa takut baik terhadap orang yang digigit maupun masyarakat pada umumnya.
Untuk mencegah penyakit rabies perlu diberi vaksin pada semua anjing, kucing dan kera biasanya dalam hal ini perlu kesadaran dari pemilik hewan peliharaan untuk mengvaksinasi secara teratur dan berkesinambungan, sedangkan dari pihak Dinas Peternakan perlu memberi penyuluhan tentang rabies melalui media masa.
Mengingat bahaya dan keganasan rabies terhadap kesehatan dan ketentraman hidup masyarakat, maka usaha pensendalian penyakit berupa pencegahan, pemberantasan dan penanggulangan perlu dilaksanakan seinsentif mungkin. Untuk melaksanakan hal tersebut perlu adanya pedoman umum bagi para petugas Departemen Kesehatan, Departemen Pertanian dan Departemen Dalam Negeri.

Vaksin Rabies Kering Untuk Manusia (Otak Bayi Mencit - Lyophilized abies Vaccine for Human Suckling Mice Brain)

Deskripsi
- Nama & Struktur Kimia
:
Vaksin Rabies Kering untuk Manusia (Otak Bayi Mencit) = Lyophilized Rabies Vaccine for Human (Suckling Mice Brain)
- Sifat Fisikokimia
:
Vaksin ini merupakan vaksin beku kering yang terbuat dari 2% suspensi otak bayi tikus yang telah diinokulasi dengan bibit virus Rabies Strain IP11 Pasteur. Virus diinaktivasi dengan beta-propilakton dan mengandung laktosa sebagai stabilisator.
- Keterangan
:
Potensinya tidak boleh kurang dari 2.5 International Units per dosis.

Golongan/Kelas Terapi
Obat Yang mempengaruhi Sistem Imun



Nama Dagang








Indikasi
Untuk imunisasi terhadap virus rabies pada manusia.
Dosis, Cara Pemberian dan Lama Pemberian
Setiap ml mengandung : suspensi otak bayi mencit yang telah diinokulasi dengan virus rabies 15 mg; Kanamycin 0,25 mg; Thimerosal 0,05 mg.
Dosis subkutan untuk anak = 3 tahun s/d dewasa : 2 ml.
Dosis intrakutan untuk anak = 3 tahun s/d dewasa : 0,25 ml.
Cara pemberian tergantung pada tujuan
A. Pengobatan sesudah digigit; jadwal penanganan yang dianjurkan adalah sebagai berikut :
1. Untuk individu yang belum pernah mendapatkan pengobatan lengkap terhadap rabies :
1.1. Satu dosis suntikan subkutan setiap hari selama 7 hari berturut-turut di sekitar pusar, diikuti 2 suntikan intrakutan di bagian fleksor lengan bawah pada hari ke-11 dan ke-15 sesudah suntikan subkutan pertama.
1.2. Booster secara intrakutan diberikan : pada hari ke-25, 35 dan 90 sesudah suntikan subkutan pertama, bila sebelumnya diberikan juga serum anti rabies.
Pada hari ke-30 dan 90 sesudah suntikan subkutan pertama bila sebelumnya tidak diberikan serum antirabies
2. Untuk individu yang sudah pernah mendapat pengobatan lengkap terhadap rabies, bila digigit dalam waktu :
2.1. Kurang dari 3 (tiga) bulan setelah suntikan terakhir, tidak perlu mendapat pengobatan
2.2. Lebih dari 3-6 bulan setelah suntikan terakhir perlu diberikan 2 dosis subkutan dengan interval waktu 1 minggu.
2.3. Lebih dari 6 bulan setelah suntikan terakhir, dianggap penderita baru.
B. Pencegahan sebelum digigit :
1. Imunisasi dasar : 3 suntikan intrakutan, masing-masing 0,25 ml dengan interval waktu 3 minggu, kemudian 3 minggu setelah suntikan terakhir titer zat anti netralisasi harus ditentukan.
2. Booster : 0,25 ml intrakutan diberikan sekali setahun.
Farmakologi
Distribusi (3) : tidak diketahui apakah vaksin rabies menembus plasenta atau didistribusikan ke dalam ASI.
Eliminasi (3) : disposisi akhir antigen rabies dan antibodi rabies setelah pemberian vaksin rabies secara intramuskuler, belum ditentukan.
Stabilitas Penyimpanan
Disimpan pada suhu 2-8°C, terlindung dari cahaya. Daluwarsa 18 bulan.
Kontraindikasi
Sebelum digigit : hipersensitif terhadap processed bovine gelatin, chicken protein, neomycin, chlortetracycline dan amphotericin B dalam jumlah sedikit.
Setelah digigit : tidak ada kontra indikasi yang spesifik.
Efek Samping
Dapat terjadi reaksi lokal yang tidak berarti, seperti kemerahan, rasa gatal dan pembengkakan, yang akan hilang dengan antihistamin.
Interaksi
- Dengan Obat Lain :
Obat-obat imunosupresan (kortikosteroid, terapi radiasi) : dapat mengganggu respon antibodi aktif terhadap vaksin rabies, oleh karena itu sebaiknya dihindari selama pemberian imunisasi setelah digigit. Chloroquine : menurunkan respon antibodi.
- Dengan Makanan :  -

Pengaruh
- Terhadap Kehamilan : Kategori C. Dapat diberikan, namun perlu dipertimbangkan jika manfaat bagi ibu lebih besar daripada bahaya pada janin.
- Terhadap Ibu Menyusui : Risiko pada bayi minimal. Tidak diketahui mengenai distribusi vaksin ke dalam ASI. US Central for Disease Control and Prevention (CDC) menyatakan bahwa tidak ada efek samping yang tidak lazim, yang muncul pada pemberian terhadap ibu menyusui.
Mekanisme Aksi
Vaksin rabies menstimulasi produksi antibodi rabies. Bukti-bukti menunjukkan bahwa antibodi rabies menetralkan virus rabies sehingga penyebaran virus dan infeksi atau sifat patogeniknya dihambat.





Memahami Penyakit Top

Rabies adalah penyakit akut dan mematikan yang disebabkan oleh infeksi virus dari sistem saraf pusat. Virus rabies paling sering ditularkan melalui gigitan dan air liur dari hewan (fanatik) yang terinfeksi (misalnya, kelelawar, rakun, sigung, rubah, musang, kucing, atau anjing). Di Amerika Serikat, rabies paling sering dikaitkan dengan paparan kelelawar. Namun, ada beberapa kasus langka di mana laboratorium pekerja dan penjelajah di gua-gua yang dihuni oleh jutaan kelelawar terinfeksi oleh virus rabies di udara.
Hampir 100% dari mereka terinfeksi rabies yang tidak menerima vaksin akan mati. Penyakit rabies termasuk cepat berkembang gejala sistem saraf pusat seperti kecemasan, kesulitan menelan, dan kejang.
Meskipun kurang dari sepuluh kematian rabies pada manusia terjadi di Amerika Serikat setiap tahunnya, sebanyak 40.000 orang Amerika menerima vaksin setiap tahun setelah kontak dengan binatang yang dicurigai rabies. Sebuah tambahan 18.000 orang mendapatkan vaksin sebelum pajanan sebagai tindakan pencegahan.
Di seluruh dunia, setidaknya 4 juta orang yang divaksinasi setiap tahun untuk rabies. Jumlah kematian yang menyebabkan rabies setiap tahun diperkirakan setidaknya 40.000, dan paling tinggi 70.000 kasus jika perkiraan lebih tinggi digunakan untuk negara-negara padat penduduk di Afrika dan Asia di mana rabies mewabah. India, dengan populasi yang sangat besar liar, anjing tanpa pemilik, memiliki sekitar setengah dari semua kasus di seluruh dunia rabies. Antara 30-60% kasus rabies pada manusia terjadi pada anak di bawah 15 tahun.
Perawatan luka Prompt dan administrasi rabies immune globulin (RIG) ditambah vaksin sangat efektif dalam mencegah paparan rabies berikut.

Tersedia Vaksin Top

Vaksin rabies tersedia sebagai:
  • Diploid manusia sel vaksin (HDCV)
  • Dimurnikan cewek embrio sel vaksin (PCECV)
Produk: Imovax Rabies (HDCV untuk pra atau pasca pajanan)
Produsen: Sanofi Pasteur
Berlisensi Tahun: 1980
Produk: RabAvert (PCECV untuk pra atau pasca pajanan)
Produsen: Novartis
Berlisensi Tahun: 1997

Sejarah Vaksin Top

Vaksin rabies pertama dikembangkan pada tahun 1960-an. Vaksin rabies semua saat ini tersedia bagi manusia yang dibuat dari virus rabies dibunuh.

Siapa dan Tidak Harus Menerima Vaksin Top

Siapa yang harus menerima vaksin prapajanan?
  • Vaksinasi sebelum paparan (pre-exposure) harus ditawarkan kepada orang-orang di kelompok risiko tinggi seperti dokter hewan, pawang binatang / pengasuh, atau pekerja laboratorium yang mungkin terkena virus rabies.
Prapajanan vaksinasi dapat dipertimbangkan untuk:
  • Orang yang kegiatannya membawa mereka ke dalam kontak sering dengan virus rabies atau hewan berpotensi rabies (misalnya, kelelawar, rakun, sigung, musang, kucing, anjing).
  • Wisatawan yang akan menghabiskan lebih dari satu bulan di negara-negara dengan tingkat tinggi infeksi rabies, jika mereka akan datang dalam kontak dengan hewan rabies dan akses langsung ke perawatan medis yang sesuai terbatas.
Siapa yang harus menerima vaksin pasca pajanan?
  • Vaksinasi sesudah (pasca pajanan) direkomendasikan untuk semua orang yang pernah kontak dengan binatang (misalnya gigitan atau lecet) yang mereka percaya mungkin, atau yang terbukti, fanatik. Vaksinasi harus dimulai segera setelah eksposur mungkin dan harus disertai dengan manajemen luka yang tepat dan administrasi Globulin kekebalan Rabies, manusia (HRIG).
Wanita hamil yang terkena rabies dapat menerima vaksin.
Siapa yang tidak harus menerima vaksin?
  • Vaksin rabies tidak direkomendasikan untuk penggunaan rutin.
  • Orang yang sedang atau sakit parah harus berkonsultasi dengan dokter mereka sebelum menerima vaksin apapun.

Dosis Jadwal Top

Pra-paparan vaksin rabies diberikan oleh serangkaian tiga suntikan:
  • Dosis pertama dapat diberikan setiap saat
  • Dosis kedua harus diberikan tujuh hari kemudian
  • Dosis ketiga harus diberikan 21 atau 28 hari setelah dosis pertama
  • Dosis booster vaksin yang direkomendasikan setiap dua tahun untuk orang-orang yang terus berada pada peningkatan risiko tertular rabies untuk mempertahankan tingkat antibodi protektif. Orang yang bekerja dengan virus rabies hidup dalam pengaturan laboratorium harus diuji setiap enam bulan untuk memastikan bahwa mereka memiliki tingkat antibodi yang memadai, dan menerima penguat yang diperlukan.
Ketika pasca pajanan vaksin rabies diberikan:
  • Jumlah dosis yang diperlukan ditentukan oleh status imunisasi sebelumnya individu
  • Sebelumnya orang tidak divaksinasi harus menerima vaksin secara intramuskular pada 0, 3, 7, dan 14 hari. Untuk orang dewasa vaksin diberikan di daerah deltoid, karena anak-anak, dapat diberikan pada aspek anterolateral paha. Selain vaksin rabies, orang-orang juga harus menerima immune globulin rabies (HRIG) pada waktu yang sama dengan dosis pertama vaksin untuk memberikan perlindungan cepat yang bertahan sampai vaksin bekerja.
  • Orang sebelumnya divaksinasi harus menerima dua dosis vaksin intramuskular-yang pertama segera, tiga lainnya hari kemudian. RIG tidak perlu dan tidak harus diberikan. Orang yang diimunisasi adalah orang yang telah menerima berbagai seri vaksin, atau orang yang telah menerima serangkaian prapajanan atau pasca-paparan dari setiap vaksin rabies yang memiliki tingkat antibodi yang cukup rabies.

Efektivitas Vaksin Top

Tidak ada percobaan terkontrol vaksin rabies. Di antara orang-orang yang telah digigit oleh hewan yang terbukti menjadi fanatik dan yang menerima baik HRIG dan lapangan penuh dari salah satu vaksin rabies modern yang tidak ada kasus rabies. Sebelumnya orang diimunisasi masih harus menerima dua dosis tambahan vaksin jika terkena virus, dan vaksin ini hampir 100% efektif dalam kasus-kasus ini juga.
Meskipun semua vaksin rabies berlisensi di AS mendorong tingkat antibodi pelindung setelah tiga dosis dalam hampir 100% dari penerima, penting untuk menyelesaikan jadwal dosis yang dianjurkan untuk keadaan individu (lihat Jadwal Dosis). Sebelumnya, jadwal vaksin 5-dosis dianjurkan tetapi dosis yang diberikan pada 28 hari tidak lagi dirasa perlu.

Dikenal Efek Samping Top

Reaksi ringan seperti nyeri, kemerahan, pembengkakan, atau gatal-gatal di tempat suntikan dilaporkan antara 30% -74% dari mereka yang divaksinasi. Sakit kepala, mual, nyeri perut, nyeri otot, pusing dan dilaporkan dalam 5-40% dari mereka yang divaksinasi.
Kejadian serius setelah vaksinasi jarang terjadi. Namun, reaksi alergi termasuk kesulitan bernapas pembengkakan dan ringan yang dikembangkan di 6% pasien yang menerima dosis booster your DIPLOID Vaksin Rabies Manusia. Selain itu, tiga kasus penyakit neurologis menyerupai Guillain-Barre Syndrome, gangguan progresif yang mempengaruhi sistem saraf, telah dilaporkan pada orang yang menerima Vaksin Rabies your DIPLOID Manusia. Dalam kasus ini, semua pasien sembuh dalam waktu tiga bulan.
Vaksin ini direkomendasikan oleh:
  • Komite Penasehat Praktek Imunisasi Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit
  • American Academy of Pediatrics
  • American Thoracic Masyarakat

Issue Terkait Top

Apa yang harus Anda lakukan jika digigit hewan rabies atau mencurigakan?
1) Cuci semua gigitan dan goresan segera dan menyeluruh dengan sabun dan air dan solusi yang membunuh virus (seperti solusi povidone-iodine). Pembersihan luka saja nyata akan mengurangi kemungkinan mendapatkan rabies.
2) Pergi ke dokter untuk penilaian medis tentang kebutuhan untuk suntikan tetanus (jika perlu diperbarui), vaksinasi rabies, dan administrasi RIG, manusia. Dua globulin imun rabies dilisensikan untuk digunakan di AS Setiap tahun sekitar 18.000 orang di AS menerima vaksinasi dan globulin imun, dan tidak satupun dari mereka telah mengembangkan rabies.
3) Beritahu departemen kesehatan negara bagian atau lokal.
Vaksinasi dan terapi yang tepat globulin kekebalan tubuh dapat melindungi Anda setelah Anda telah digigit. Vaksinasi sebelum paparan hanya menyederhanakan terapi dengan menghilangkan kebutuhan untuk RIG dan penurunan jumlah dosis vaksin yang dibutuhkan.
Efektif tindakan pengendalian rabies termasuk imunisasi rutin pada anjing, kucing dan musang, dan pengendalian anjing liar dan satwa liar yang dipilih. Anjing atau kucing divaksin secara penuh tidak mungkin menjadi terinfeksi atau mengirimkan rabies.


Rabies vaksin:

Epidemiologi
Rabies adalah virus zoonosis yang terjadi pada > 100 negara dan wilayah. Meskipun jumlah karnivora dan spesies kelelawar sebagai reservoir alami, rabies pada anjing adalah sumber dari 99% infeksi manusia dan menimbulkan ancaman potensi untuk> 3,3 miliar orang. Pada manusia, rabies hampir selalu gejala klinis yang fatal sekali telah dikembangkan. Di sejumlah negara, kematian manusia akibat rabies adalah mungkin terlalu dilaporkan, khususnya di termuda usia kelompok. Sebagian besar dari perkiraan 55 000 kematian yang disebabkan oleh rabies setiap tahun terjadi di pedesaan wilayah Afrika dan Asia. Di India saja, 20 000 kematian (yang ini, sekitar 2/100 000 populasi yang berisiko) diperkirakan terjadi setiap tahun, di Afrika, angka yang sesuai adalah 24 000 (sekitar 4/100 000 populasi yang berisiko). Meskipun semua
kelompok usia yang rentan, rabies paling sering terjadi pada anak usia <15 tahun; rata-rata 40% dari pasca pajanan imunisasi diberikan kepada anak usia 5-14 tahun, dan
mayoritas dari mereka diimunisasi adalah pria.
Di utara- barat bagian dari Republik Tanzania, di- cidence rabies adalah sampai 5 kali lebih tinggi pada anak usia <15 tahun dibandingkan orang dewasa. Di negara-negara industri dan di daerah perkotaan sebagian besar Amerika Latin, rabies pada manusia dekat dengan yang dieliminasi karena vaksinasi anjing domestik dan implementasi pelaksanaan dari tindakan pengendalian lainnya. Di negara-negara Asia seperti Thailand, vaksinasi masal anjing dan luas
imunisasi manusia setelah terekspos memiliki signifi- signifikan adalah mengurangi jumlahkematian manusia akibat rabies.
Patogen dan penyakit
Virus rabies (RABV) milik Lyssavirus genus dalam keluarga Rhabdoviridae. Menurut Interna-
Komite nasional Taksonomi Virus, 11 spesies diklasifikasikan dalam genus Lyssavirus pada 2009. Itu RNA RABV mengkodekan 5 protein, termasuk G-glyco protein yang membawa situs antigenik utama. Selain RABV, virus milik semua genotipe lyssavirus lain yang dikenal
telah terbukti, atau diharapkan, untuk menyebabkan akut pro- progresif ensefalitis pada manusia. Oleh karena itu, rabies adalah bentuk ensefalitis disebabkan oleh lyssavirus, dan RABV adalah utama perwakilan spesies virus dari genus. Infeksi pada manusia biasanya terjadi setelah transdermal menggigit atau mencakar oleh hewan yang terinfeksi. Transmisi mungkin juga terjadi ketika bahan infeksius, biasanya air liur, datang ke dalam kontak langsung dengan mukosa korban atau dengan segar kulit luka. Manusia ke manusia penularan dengan gigitan adalah sangat jarang. Jarang, rabies dapat dikontrak terhirup virus yang mengandung aerosol atau melalui trans- perkebunan organ yang terinfeksi. Proses menelan daging mentah atau jaringan lain dari hewan terinfeksi rabies bukan dikenal sumber infeksi manusia.

Masa inkubasi biasanya 1-3 bulan, namun dapat bervariasi dari <1 minggu> 1 tahun. Panjang inkubasi periode tergantung pada faktor-faktor seperti jumlah virus diinokulasi, tingkat persarafan di lokasi virus masuk, dan kedekatan gigitan ke saraf pusat
sistem (SSP). Diinokulasi virus diangkut ke SSP melalui saraf perifer. Setibanya di otak, repli-
Cates dan menyebarkan dengan cepat, sekali lagi melalui saraf system, untuk jaringan yang berbeda, termasuk kelenjar ludah. Virus rabies tersebar luas di seluruh tubuh pada saat itu
onset klinis, tetapi biasanya tanpa induksi dari mendeteksi dapat respon kekebalan pada saat itu.
Gejala awal rabies adalah demam dan sering sakit atau parestesia di lokasi luka. Sebagai virus menyebar melalui SSP, encephalomyelitis yang fatal progresif develops, ditandai dengan hiperaktif dan berfluktuasi kesadaran dan, dalam kasus rabies marah, hydropho-
bia atau aerophobia, atau keduanya. Kematian terjadi dengan cardiorespi-
pernafasan penangkapan dalam beberapa hari. Paralytic rabies, yang
dapat mewakili sebanyak 30% dari jumlah total kasus manusia, berjalan kurang dramatis dan biasanya lagi tentu saja pada bentuk marah, meskipun masih pada akhirnya
fatal. Bentuk paralitik rabies ini sering salah didiagnosis dan hal ini berpengaruh kepada tidak dilaporkan dari dis-mereda. Selama infeksi, virus rabies tersembunyi dari im-
Mune pengawasan oleh lokasi intraneuronal, dan antibody tanggapan dalam cairan serum dan cerebrospinal (CSF) tidak bisa ditebak dan jarang terdeteksi sebelum kedua minggu sakit. 6,7,8,9
Tidak ada tes yang tersedia untuk mendiagnosis ra- Bies infeksi pada manusia sebelum timbulnya klinis kemudahan, dan kecuali rabies spesifik tanda-tanda penyakit anjing gila
atau aerophobia hadir, diagnosis klinis mungkin sulit. Pada tahap manifestasi klinis, air liur, urin, folikel rambut diekstrak dan CSF dapat diuji oleh virus isolasi atau dengan reaksi berantai polimerase, dan se- rum dan CSF dapat diuji antibodi terhadap rabies vi- rus.
Biopsi kulit spesimen dapat diperiksa untuk rabies antigen pada saraf kutaneus di dasar rambut fol- licles. Postmortem, teknik diagnostik standar untuk mencari antigen virus rabies di jaringan otak oleh fluores- persen tes antibodi. Sebuah budaya yang cepat jaringan isolasi uji juga dapat digunakan. Baru-baru ini, yang cepat langsung immunohistochemical tes untuk mendeteksi antigen virus rabies di sampel otak beku atau diawetkan-gliserol telah terbukti 100% sensitif danspesifik dibandingkan dengan neon tes antibodi. Rabies berbeda dari infeksi lain di bahwa devel- bangan penyakit klinis dapat dicegah melalui tepat waktu imunisasi bahkan setelah eksposur ke agen menginfeksi. Rabies vaksin Sejak dikembangkan lebih dari empat dekade lalu, terkonsentrasi dan dimurnikan kultur sel (CCV) dan embryonated berbasis telur rabies vaksin (EEV) (di sini bersama-sama disebut sebagai CCEEVs) telah terbukti aman dan efektif
tive dalam mencegah rabies. Vaksin ini dimaksudkan untuk profilaksis prapajanan serta pasca pajanan profilaksis, dan telah diberikan kepada jutaan orang di seluruh dunia. Di beberapa negara, terutama di Asia dan Amerika Latin, populasi berisiko tinggi rabies masih mungkin
tergantung pada vaksin rabies berasal dari saraf hewan jaringan untuk profilaksis pasca pajanan. Jaringan saraf vaksin obatan menyebabkan efek samping yang lebih berat dan kurangimunogenik dari CCEEVs, sehingga produksi mereka dan penggunaan tidak direkomendasikan oleh WHO.
Di Afrika dan Asia, pasca pajanan rabies profilaksis pada tingkat yang sekarang pra-
ventilasi sekitar 272 000 kematian setiap tahun.
Kultur sel telur berembrio dan vaksin berbasis
tersedia secara internasional
CCEEVs terdiri dari virus rabies yang telah disebarkan di substrat sel seperti sel-sel diploid manusia (embrio fibroblast sel), sel-sel diploid janin rhesus, sel Vero (anak-
sel ney dari monyet hijau Afrika), primer Suriah hamster sel ginjal, sel-sel embrio ayam primeratau berembrio bebek telur. Semakin baru ini mengembangkan
vaksin berdasarkan sel embrio ayam dan sel Vero memiliki keamanan dan kemanjuran sebanding dengan catatan vaksin sel manusia diploid dan lebih murah. Setelah pertumbuhan dalam kultur sel masing-masing (atau em- bryonic telur), panen virus terkonsentrasi, dimurnikan, tidak aktif dan diliofilisasi. Beberapa CCEEVs menggunakan hu- pria albumin atau olahan gelatin sebagai stabilisator. Tidak vaksin rabies diberikan dalam botol multidose untuk intra- otot injeksi. Rabies vaksin prequalified oleh WHO tidak mengandung pengawet seperti thimerosal. Itu kehidupan rak-vaksin ini ≥ 3 tahun, asalkan mereka disimpan pada +2 ° C hingga +8 ° C dan dilindungi dari sinar matahari. Fol- melenguh rekonstitusi dengan steril terlampir di-
luent, vaksin harus digunakan segera, atau dalam 6-8 jam jika disimpan pada suhu yang benar. Semua CCEEVs harus sesuai dengan rekomendasi WHO potensi ≥ 2,5 IU per dosis tunggal intramuskular (0,5 ml atau 1,0 ml volume setelah dilarutkan, tergantung pada jenis vaksin).
Intramuskular dan intradermal administrasi
Biaya CCVs untuk batas administrasi intramuskular mereka luas digunakan di daerah di mana anjing rabies adalah lazim. Administrasi intradermal CCVs menawarkan alternatif sama-sama aman dan imunogenik yang membutuhkan hanya 1-2 botol vaksin untuk menyelesaikan pendidikan pasca- profilaksis eksposur, sehingga mengurangi volume digunakan dan biaya langsung dari vaksin dengan 60-80% dibandingkan dengan
standar intramuskular vaksinasi. Tidak ada bukti bahwa pemberian intradermal membutuhkan vaksin obatan dengan potensi lebih tinggi dari yang direkomendasikan untuk intramuskuler dikelola vaksin rabies. Intra- rejimen dermal telah berhasil diperkenalkan untuk profilaksis pasca pajanan di negara seperti India, Filipina, Sri Lanka dan Thailand. Namun, dalam iklan- ditionuntuk menggunakan vaksin secara eksplisit wewenang untuk di- tradermal rute,pengiriman yang tepat vaksin membutuhkan staf yang memadai pelatihan untuk menjamin penyimpanan yang benar, rekonstruksi stitution dan injeksi.
Vaksin efikasi dan imunogenisitas
Karena rabies adalah penyakit fatal, acak terkontrol manusia percobaan yang melibatkan kelompok pembanding yang tidak diobati tidak dapat dilakukan karena alasan etika. Langsung sebagai- asesmen vaksin diinduksi perlindungan didasarkan pada kemanjuran pasca pajanan kategori berikut profilaksis II atau III eksposur ke hewan dipastikan fanatik melalui analisis laboratorium. (Untuk informasi tentang pameran- yakin kategori, lihat Profilaksis pascapajanan bawah ini.) Bulu- thermore, model hewan yang berfungsi sebagai pengganti manusia telah digunakan untuk menunjukkan efektivitas perlindungan dari CCEEVs setelah infeksi eksperimental.
Tidak langsung menilai- ment kemanjuran vaksin dapat dilakukan melalui immuno-
genicity studi. Semua CCEEVs menginduksi cepat dan tinggi rabies-virus respon antibodi penetralisir G virus protein. WHO ditentukan titer minimal 0,5 IU / ml serum, diukur dengan penghambatan fokus cepat neon test (RFFIT) or the fluorescent antibodyvirus neutralization test (FAVN) adalah referensi banyak digunakan. Dalam sehat vaksin, tingkat ini harus dicapai dalam sebagian besar individu dengan hari ke-14 dari rejimen pasca pajanan, dengan atau tanpa simultan pemberian imunoglobulin rabies dan terlepas dari usia. Ketika vaksin rabies baru diperkenalkan, mereka immuno- genicity dievaluasi dengan membandingkan rabies virus neu- tralizing antibodi titer diinduksi oleh vaksin yang diuji dengan diinduksi mereka oleh vaksin menunjukkan keampuhan. Studi dari Thailand dan beberapa negara lain di Asia Tenggara telah membentuk imunogenisitas dan efektivitas CCVs untuk kedua paparan sebelum dan profilaksis pasca pajanan. Kelayakan menggunakan mereka baik intramuskuler atau intradermally di semua usia kelompok, termasuk bayi, telah jelas setan- strated. Dalam kedua penggunaan pra-eksposur dan pasca pajanan, vaksin ini merangsang respon antibodi yang memadai dalam
hampir semua individu. Prompt pasca pajanan penggunaan CCEEVs dikombinasikan dengan manajemen luka yang layak dan simultan pemberian imunoglobulin rabies hampir selalu efektif dalam mencegah rabies, bahkan mengikuti berisiko tinggi eksposur.
Namun, keterlambatan dalam starting atau kegagalan untuk menyelesaikan profilaksis yang benar dapat mengakibatkan dalam kematian, terutama setelah gigitan di bagian dalam yang sangat- vated wilayah, seperti kepala, leher atau tangan, atau fol-melenguh luka ganda.Jarang, kegagalan benar memiliki dilaporkan setelah pasien menerima negara-of-the-art
pengobatan.
Durasi imunitas
Perkembangan memori imunologi setelah vaksinasi- tion dengan CCEEVs sangat penting untuk pembentukan jangka tahan kekebalan terhadap rabies pada manusia. Individu yang telah menerima seri utama mereka 5-21 tahun sebelumnya menunjukkan respon anamnestic baik setelah booster vaksinasition.
Kekebalan jangka panjang juga dicapai dengan intradermal imunisasi,
dan dapat bertahan bahkan ketika antiboditidak lagi terdeteksi. untuk mengembangkan ana-
respon mnestic untuk vaksinasi penguat terkait tidak untuk rute administrasi dari seri awal (intra-
otot atau intradermal) atau apakah pasien com- pleted pra-paparan atau pasca pajanan seri.
Untuk pra-eksposur dan pasca pajanan imunisasi sched- Ules, lihat bagian pada posisi WHO di bawah ini.
Efek samping setelah imunisasi
Secara umum, CCEEVs telah terbukti aman dan baik
ditoleransi.
Namun, dalam 35-45% dari vaksin, minor dan eritema sementara, rasa sakit dan / atau pembengkakan dapat terjadi pada tempat suntikan, terutama setelah intradermal administrasi booster.
Ringan sistemik yang merugikan peristiwa setelah imunisasi (AEFI), seperti transien
demam, sakit kepala, pusing dan gejala gastrointestinal, telah diamati dalam 5-15% dari vaksin.
Serius AEFIs (untuk definisi, lihat http://www.who.int/vaccinesdocuments/DocsPDF05/815.pdf), terutama dari alergi atau sifat neurologis, jarang terjadi.
Kontraindikasi dan tindakan pencegahan
Untuk prapajanan, reaksi parah sebelumnya untuk profilaksis komponen vaksin merupakan kontraindikasi untuk lebih lanjut penggunaan vaksin yang sama. Karena rabies adalah mematikan penyakit, tidak ada kontraindikasi ada untuk pasca pajanan pro- phylaxis mengikuti berisiko tinggi eksposur. Ini juga terjadi untuk profilaksis pasca pajanan pada masa bayi atau kehamilan, dan untuk individu immunocompromised, termasuk anak-
Dren dengan HIV / AIDS. Orang yang memakai klorokuin untuk ma-
laria pengobatan atau profilaksis mungkin memiliki kembali berkurang
tanggapan untuk vaksinasi rabies intradermal.
Pasien-pasien ini harus menerima vaksin secara intramuskular

 

 

Bagaimana rabies didiagnosis?

Pada hewan, rabies didiagnosis dengan menggunakan tes antibodi langsung (DFA) neon, yang terlihat untuk kehadiran antigen virus rabies di jaringan otak. Pada manusia, beberapa tes yang diperlukan.
Cepat dan akurat laboratorium diagnosis rabies pada manusia dan hewan lainnya sangat penting untuk administrasi tepat waktu profilaksis pasca pajanan. Dalam beberapa jam, laboratorium diagnostik dapat menentukan apakah seekor hewan itu fanatik dan menginformasikan tenaga medis yang bertanggung jawab. Hasil laboratorium dapat menyelamatkan pasien dari trauma fisik dan psikologis yang tidak perlu, dan beban keuangan, jika hewan tidak fanatik.
Selain itu, laboratorium identifikasi kasus rabies positif dapat membantu dalam menentukan pola arus epidemiologi penyakit dan memberi informasi sesuai untuk pengembangan program pengendalian rabies.
Sifat dari penyakit rabies menyatakan bahwa tes laboratorium menjadi standar, cepat, sensitif, spesifik, ekonomis, dan dapat diandalkan.

Diagnosa pada hewan & manusia

Diagnosa pada hewan

Diagnosis rabies dapat dilakukan setelah deteksi virus rabies dari setiap bagian dari otak yang terkena, tetapi untuk mengesampingkan rabies, tes harus mencakup jaringan dari setidaknya dua lokasi dalam otak, sebaiknya batang otak dan otak kecil.
Tes ini mengharuskan bahwa hewan harus eutanasia. Tes itu sendiri memakan waktu sekitar 2 jam, tetapi membutuhkan waktu untuk menghapus sampel otak dari hewan yang diduga rabies dan untuk kapal sampel tersebut untuk sebuah kesehatan publik negara atau laboratorium diagnostik hewan untuk diagnosis.
Di Amerika Serikat, hasil tes rabies biasanya tersedia dalam waktu 24 hingga 72 jam setelah hewan dikumpulkan dan eutanasia. Karena paparan rabies mencurigai hewan merupakan urgensi medis, tetapi tidak darurat, pengujian dalam periode ini lebih dari cukup untuk menentukan apakah seseorang terkena layaknya binatang kelinci, dan membutuhkan vaksinasi pasca pajanan rabies.
Sekitar 120.000 hewan atau lebih diuji untuk rabies setiap tahun di Amerika Serikat, dan sekitar 6% ditemukan tidak fanatik. Proporsi hewan positif sangat tergantung pada spesies hewan dan berkisar dari <1% pada hewan domestik untuk> 10% spesies satwa liar.
Berdasarkan surveilans kesehatan rutin publik dan studi patogenesis, kita telah belajar bahwa tidak perlu untuk menidurkan dan menguji semua hewan yang menggigit atau berpotensi mengekspos seseorang untuk rabies. Untuk hewan dengan probabilitas rendah rabies seperti anjing, kucing dan musang, observasi periode (10 hari) mungkin cocok untuk menyingkirkan risiko eksposur rabies potensi manusia.
Konsultasi dengan seorang pejabat kesehatan setempat atau negara setelah paparan potensial dapat membantu menentukan tindakan yang terbaik saat ini berdasarkan rekomendasi kesehatan masyarakat.

Diagnosis pada manusia

Beberapa tes diperlukan untuk mendiagnosa rabies ante-mortem (sebelum kematian) pada manusia, tidak ada tes tunggal sudah cukup. Pengujian dilakukan pada sampel air liur, serum, cairan tulang belakang, dan biopsi kulit folikel rambut di tengkuk. Air liur dapat diuji dengan isolasi virus atau transkripsi balik diikuti dengan polymerase chain reaction (RT-PCR). Cairan serum dan tulang belakang diuji untuk antibodi terhadap virus rabies. Biopsi kulit spesimen diperiksa untuk antigen rabies di saraf kulit di dasar folikel rambut.
Tes DFA didasarkan pada pengamatan bahwa hewan yang terinfeksi oleh virus rabies memiliki protein virus rabies (antigen) yang ada dalam jaringan mereka. Karena rabies hadir dalam jaringan saraf (dan bukan darah seperti virus lainnya), jaringan yang ideal untuk menguji antigen rabies adalah otak. Bagian paling penting dari tes DFA yang flouresecently berlabel anti-rabies antibodi. Ketika antibodi berlabel diinkubasi dengan rabies tersangka jaringan otak, maka akan mengikat antigen rabies. Antibodi terikat dapat dibersihkan dan daerah dimana antigen hadir dapat divisualisasikan sebagai neon-apel hijau daerah menggunakan mikroskop fluoresensi. Jika virus rabies tidak ada akan ada pewarnaan tidak.

Antigen deteksi oleh DFA

Antibodi rabies digunakan untuk uji DFA terutama ditujukan terhadap nukleoprotein (antigen) dari virus (lihat Virus bagian tentang struktur virus). Virus rabies bereplikasi dalam sitoplasma sel, dan sel yang terinfeksi dapat mengandung inklusi bulat atau oval besar berisi koleksi nukleoprotein (N) atau koleksi kecil antigen yang muncul sebagai debu seperti partikel neon jika diwarnai oleh prosedur DFA.

Pemeriksaan histologis

Umum histopatologi

Pemeriksaan histologi jaringan biopsi atau otopsi adalah kadang-kadang berguna dalam mendiagnosis kasus terduga rabies yang belum diuji dengan metode rutin. Ketika jaringan otak dari hewan yang terinfeksi virus rabies yang berlumuran noda histologis, seperti hematoxylin dan eosin, bukti encephalomyelitis dapat diakui oleh microscopist terlatih. Metode ini tidak spesifik dan tidak dianggap diagnostik untuk rabies.
Sebelum metode diagnostik saat ini yang tersedia, diagnosis rabies dibuat menggunakan metode ini dan sejarah kasus klinis. Bahkan, sebagian besar fitur histopatologi yang signifikan (perubahan jaringan yang disebabkan oleh penyakit) infeksi rabies digambarkan pada kuartal terakhir abad ke-19. Setelah percobaan sukses Louis Pasteur dengan vaksinasi rabies, ilmuwan termotivasi untuk mengidentifikasi lesi patologis dari virus rabies.
Bukti histopatologi rabies encephalomyelitis (peradangan) di jaringan otak dan meninges meliputi:
  1. Mononuklear infiltrasi
  2. Perivascular memborgol limfosit atau sel polimorfonuklear
  3. Limfositik fokus
  4. Babes nodul terdiri dari sel glial
  5. Negri tubuh

Negri tubuh

Pada tahun 1903, sebagian besar tanda-tanda histopatologis rabies diakui, tetapi inklusi rabies belum terdeteksi. Pada saat ini, Dr Adelchi Negri melaporkan identifikasi apa yang dia yakini menjadi agen etiologi rabies, badan Negri. Dalam laporannya, ia menggambarkan tubuh Negri sebagai inklusi bulat atau oval dalam sitoplasma sel saraf hewan terinfeksi rabies. Negri tubuh dapat bervariasi dalam ukuran 0,25-27 pM. Mereka ditemukan paling sering dalam sel piramidal tanduk Amon, dan sel-sel Purkinje cerebellum. Mereka juga ditemukan dalam sel-sel medula dan ganglia lainnya. Badan Negri juga dapat ditemukan dalam neuron dari kelenjar ludah, lidah, atau organ lainnya. Pewarnaan dengan yang Mann, giemsa, atau noda Penjual dapat mengizinkan diferensiasi inklusi rabies dari inklusi intraseluler lainnya. Dengan noda, tubuh Negri muncul dalam warna magenta dan memiliki kecil (0,2 pM sampai 0,5 pM), gelap-biru butiran basofilik interior.
Kehadiran badan Negri adalah variabel. Pewarnaan histologi bagi tubuh Negri bukan sebagai sensitif atau spesifik seperti tes lainnya. Beberapa kasus eksperimental terinfeksi rabies Negri tubuh tampilan dalam jaringan otak, yang lainnya tidak. Pemeriksaan histologi jaringan dari hewan rabies klinis menunjukkan tubuh Negri di sekitar 50% dari sampel, sebaliknya, tes DFA menunjukkan antigen rabies di hampir 100% dari sampel. Dalam kasus lain, non-fanatik jaringan telah menunjukkan inklusi indistinquishable dari badan Negri. Karena masalah ini, kehadiran badan Negri tidak boleh dianggap diagnostik untuk rabies.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar