Rabies adalah penyakit menular
yang akut dari susunan syaraf pusat yang dapat menyerang hewan berdarah panas
dan manusia yang disebabkan oleh virus rabies. Bahaya rabies berupa kematian
gangguan ketentraman hidup masyarakat. Hewan seperti anjing, kucing dan kera
yang menderita rabies akan menjadi ganas dan biasanya cenderung menyerang atau
menggigit manusia. Penderita rabies sekali gejala klinis timbul biasanya
diakhiri dengan kematian. Terhadap bahaya rabies termaksud diatas akan
mengakibatkan timbulnya rasa cemas atau rasa takut baik terhadap orang yang
digigit maupun masyarakat pada umumnya.
Pada hewan yang menderita
penyakit ini biasanya ditemukan virus dengan konsentrasi tinggi pada air
ludahnya, oleh karena itu penularan umumnya melalui suatu luka gigitan. Infeksi
rabies pada hewan ditandai dengan mencari tempat yang dingin diikuti dengan
sikap curiga dan menyerang apa saja yang ada disekitarnya, hipersalivasi,
paralisa dan mati. Sedangkan gejala rabies pada manusia yang menyolok berupa
rasa takut air (hydrophobia) dan gejala-gejala encephalitis.
II. TANDA-TANDA RABIES.
Gejala yang terlihat pada
umumnya adalah berupa manifestasi peradangan otak (encephalitis) yang akut baik
pada hewan maupun manusia. Pada manusia keinginan untuk menyerang orang lain
pada umumnya tidak ada.
Masa inkubasi rabies pada
anjing dan kucing berkisar antara 10 sampai 8 minggu. Pada sapi, kambing, kuda
dan babi berkisar antara 1 sampai 3 bulan.
Tanda klinis pada anjing dan
kucing hampir sama gejala-gejala, penyakit ini dikenal dalam tiga bentuk yaitu:
a. Bentuk ganas (furious rabies) masa eksitasi
panjang, kebanyakan akan mati dalam 2 sampai 5 hari setelah tanda-tanda rabies
terlihat.
b. Bentuk diam atan dungu (dumb rabies) disini
terjadi kelumpuhan (paralisa) sangat cepat menjalar keseluruh anggota tubuh dan
masa eksitasi pendek.
c. Bentuk asymptomatis disini memperlihatkan kejadian dimana
hewan tiba-tiba mati dengan tidak menunjukan gejala-gejala sakit.
Selain dari ketiga bentuk tanda klinis
rabies pada anjing dan kucing bisa dijumpai tanda-tanda lain yang sering
terlihat sebagai berikut:
- Pada phase prodromal hewan mencari tempat-tempat yang dingin
dan menyendiri, tetapi dapat lebih menjadi agresif dan nervous. Reflek cornea
berkurang/hilang, pupil meluas dan cornea kering.
- Pada phase exitasi hewan akan menyerang siapa saja yang ada
disekitamya dan memakan barang yang aneh-aneh. Dengan berlanjutnya penyakit,
mata mejadi keruh dan selalu terbuka.
- Pada phase paralisa cornea kering, mata terbuka dan kotor,
semua reflek hilang dan mati.
Tanda klinis pada hewan pemamah biak dapat
dilibat seperti gelisah, gugup, liar dan adanya rasa gatal pada seluruh tubuh,
kelumpuhan pada kaki belakang dan akhirnya hewan mati. Pada hari pertama atau
kedua gejala klinis terlihat biasanya temperatur normal, anorexia, eskpresi
wajah berubah dari biasa, sering menguak dan ini merupakan tanda yang spesiftk
bagi hewan yang menderita rabies.
III. CARA PENULARAN RABIES
Masa inkubasi pada anjing dan kucing
kurang lebih dua minggu (10 hari sampai 8 minggu). Pada manusia 2 sampai 3
minggu, yang paling lama satu tahun tergantung pada jumlah virus yang masuk
melalui luka gigitan, dalam atau tidaknya luka, luka tunggal atau banyak dan
dekat atau tidaknya luka dengan susunan syaraf pusat.
Virus ditularkan tenrtama melalui luka
gigitan, oleh karena itu bangsa carnivora adalah hewan yang paling utama
(efektif) sebagai penyebar rabies antara hewan atau manusia.
Pada hewan percobaan virus masih dapat
ditemukan ditempat suntikan selama 14 hari. Virus menuju ke susunan syaraf
pusat melalui syaraf perifer dengan kecepatan 3mm per jam (dean dkk, 1963)
kemudian virus berkembang biak di sel-sel syaraf terutama di hypocampus, sel
purkinye dan kelenjar ludah akan terus infektif selama hewan sakit.
IV. PENCEGAHAN RABIES
Pencegahan rabies pada hewan adalah
tanggung jawab Dinas Peternakan dan dalam pelaksanaannya akan bekerjasama
dengan semua isntansi. Agar pencegahan dan pemberantasan lebih efektif, maka
disusun pedoman khusus berlandaskan pada surat keputusan bersama antara menteri
Kesehatan, Menteri pertanian dan Menteri Dalam Negeri tentang pencegahan dan
penanggulangan rabies.
Adapun langkah-langkah pencegahan rabies dapat dilihat dibawah
ini:
- Tidak memberikan izin untuk memasukkan atau menurunkan
anjing, kucing, kera dan hewan sebangsanya di daerah bebas rabies.
- Memusnahkan anjing, kucing, kera atau hewan sebangsanya yang
masuk tanpa izin ke daerah bebas rabies.
- Dilarang melakukan vaksinasi atau memasukkan vaksin rabies
kedaerah-daerah bebas rabies.
- Melaksanakan vaksinasi terhadap setiap anjing, kucing dan
kera, 70% populasi yang ada dalam jarak minimum 10 km disekitar lokasi kasus.
- Pemberian tanda bukti atau pening terhadap setiap kera,
anjing, kucing yang telah divaksinasi.
- Mengurangi jumlah populasi anjing liar atan anjing tak betuan
dengan jalan pembunuhan dan pencegahan perkembangbiakan.
- Menangkap dan melaksanakan observasi hewan tersangka
menderita rabies, selama 10 sampai 14 hari, terhadap hewan yang mati selama
observasi atau yang dibunuh, maka harus diambil spesimen untuk dikirimkan ke
laboratorium terdekat untuk diagnosa.
- Mengawasi dengan ketat lalu lintas anjing, kucing, kera nan
hewan sebangsanya yang bertempat sehalaman dengan hewan tersangka rabies.
- Membakar dan menanam bangkai hewan yang mati karena rabies
sekurang-kurangnya 1 meter.
VI. TINDAKAN TERHADAP HEWAN TERSANGKA ATAU
MENDERITA RABIES
Apabila ada informasi hewan tersangka
rabies atau menderita rabies, maka Dinas Peternakan harus melakukan penangkapan
atau membunuh hewan tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Apabila
setelah dilakukan observasi selama lebih kurang dua minggu ternyata hewan itu
masih hidup, maka diserahkan kembali kepada pemiliknya setelah divaksinasi,
atau dapat dimusnahkan apabila tidak ada pemilikinya.
VIII. VAKSINASI RABIES DAN MANFAATNYA TERHADAP ANJING, KUCING
DAN KERA.
Vaksin rabies telah dikenal sejak tahun
1879 dibuat pertama kali oleh Victor Galtier. Selanjutnya pada tahun 1884
vaksin tersebut dikembangkan oleh Louis Pastuer membuat vaksin rabies
menggunakan virus yang berasal dari sumsum tulang belakang anjing yang terkena
rabies kemudian dilintaskan pada otak kelinci dan diatenuasikan dengan
pemberian KOH.
Pada tahun 1993 Kliger dan Bernkopf
berhasil membiakan virus rabies pada telur ayam bertunas. Cara pembiakan virus
tersebut dipakai oleh Koprowski dan Cox untuk membuat vaksin rabies aktif
strain flury HEP pada tahun 1955.
Dengan berkembangnya cara pengembangbiakan
virus dengan biakan sel, Naguchi pada tahun 1913 dan Levaditi pada tahun 1914
berhasil membiakan virus rabies secara in vitro pada biakan gel.
Pada tahun 1958 Kissling membiakan virus
rabies CVS pada biakan sel ginjal anak hamster. Selanjutnya pada tahun 1963
Kissling dan Reese berhasil membuat vaksin rabies inaktif menggunakan virus
rabies ymlg dibiakan pada sel ginjal anak hanlster (BHK).
Dengan metoda pembuatan vaksin dengan
biakan sel ini dapat dihasilkan titer virus yang jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan biakan virus memakai otak hewan yang ditulari virus rabies.
Disamping itu metode biakan sel dapat
menghasilkan virus dengan jumlah yang lebih banyak untuk produksi vaksin rabies
dengan skala besar.
Pengendalian penyakit rabies dapat
dilakukan antara lain dengan jalan mengusahakan agar hewan yang peka terhadap
serangan rabies kebal terhadap serangan virus rabies. Oleh karena itu sebagian
besar populasi hewan harus dikebalkan melalui vaksinasi. Untuk mencapai
keberhasilan vaksinasi dibutuhkan vaksin yang berkualitas baik, tersedia dalam
jumlah cukup dan tepat waktu pendistribusiannya.
IX. PENGEMBANGAN VAKSIN RABIES
Di Indonesia, vaksin rabies untuk hewan
telah diproduksi sejak tahun 1967 oleh Posat Veterinaria Farma (Pusvetma)
Surabaya yang pada saat itu masih bernama lembaga virologi kehewanan (LVK),
menggunakan fixed virus rabies. Sebagai media untuk membiakkan virus rabies
digunakan otak kambing/domba umur 3 bulan. Otak yang ditumbuhi virus digerus,
dibuat suspensi kemudian diinaktifkan dengan phenol 0,5%. Vaksin jenis ini
disebut vaksin rabies sampel yang selanjutnya diberi nama paten Rasivet
Aplikasi vaksin tersebut melalui suntikan dibawah kulit dengan dosis 4 ml. Masa
kebal vaksin rasivet relatif pendek yaitu 6 bulan.
Dengan adanya peningkatan kebutuhan vaksin
rabies dalam rangka pengendalian rabies di Indonesia menimbulkan tantangan bagi
Pusvetma untuk meningkatkan jumlah vaksin rabies yang diproduksinya. Masalah
yang dihadapi yaitu kesulitan mendapatkan kambing/domba umur 3 bulan dalam
jumlah banyak. Untuk memproduksi vaksin sebanyak 60.000 dosis (satu batch)
dibutuhkan kambing/domba sebanyak 300 ekor. Di samping itu kambing/domba makin
lama makin tinggi, timbulnya pencemaran lingkungan dan resiko tersebarnya
penyakit sangat tinggi.
Dengan bantuan seorang tenaga WHO, Dr.
Larghi pada tahun 1983, era baru pembuatan vaksin rabies di Pusvetma telah
dimulai. Dalam Cara baru ini digunakan biakan sel sebagai media pertumbuhan
virus rabies. Virus yang digunakan yaitu virus rabies galar Pastuer yang
dibiakan pada kultur sel ginjal anak hamster (BHK 21), dengan bahan inaktif
berupa 2-Bromo Ethylamin (BEA). Sel BHK 21 seperti yang dinyatakan Bear (1975)
merupakan sel yang paling peka untuk pembiakan virus rabies.
Setelah melalui rangkaian percobaan, pada
tahun 1984, Pusvetma telah mengeluarkan vaksin rabies yang menggunakan biakan
sel sebagai tempat pembiakan virus. Vaksin baru ini diberi nama rabivet.
Vaksin rabivet mempunyai kelebihan dibandingkan dengan rasivet
yaitu:
1. Rabivet tidak mengandung jaringan syaraf dan kandungan
proteinnya lebih rendah sehingga efek samping berupa alergi dan paralisa non
spesifik sangat dikurangi.
2. Mudah diproduksi secara besar-besaran.
3. Harga satuan lebih rendah.
4. Pencemaran lingkungan dan resiko tersebarnya virus sangat
rendah.
5. Rabies mempunyai masa kekebalan yang lebih lama.
Berdasarkan hasil pengujian baik pada
kondisi laboratorium maupun kondisi lapangan menunjukkan bahwa vaksin rabivet
mempunyai keamanan dan potensi yang baik. Vaksin tetap stabil selama dua tahun
pada penyimpanan temperatur 40C.
Pengujian di laboratorium menggunakan
hewan percobaan anjing untuk mengukur masa kekebalan vaksin rabivet dengan
index Netralisasi test menunjukkan bahwa pada bulan ke 16 setelah vaksinasi,
titer antibodi terhadap rabies masih tetap tinggi yaitu index netralisasi (in)
= 3.
Setelah pengujian menunjukkan hasil yang
baik, vaksin rabivet diproduksi dalam skala besar dan didistribusikan diseluruh
Indonesia Ternyata dilapangan vaksin rabivet menimbulkan masalah. Beberapa
daerah melaporkan adanya endapan warna hitam pada dasar vial skibat pemakaian
thiomersal sebagai bahan bakterisida pada vaksin.
X. PRODUKSI VAKSIN RABIES.
Sesuai dengan SK Mentan No.
317/Kepts/Org/1978 tanggal 25 Mei 1978 Pusat Veterinaria faram mempunyai tugas
pelaksanaan pengadaan dan penyaluran vaksin, antisera diagnostika dan bahan
biologis lain. Sesuai dengan tugas tersebut diatas, PUSVETMA telah memproduksi
vaksin antara lain vaksin rabies. Dalam memproduksi vaksin digunakan anggaran
berasal dari Proyek Rutin.
PUSVETMA dalam memproduksi vaksin rabies
berusaha untuk memenuhi jumlah sesuai target dan waktu distribusi, tetapi
sering kali terjadi pergeseran jadwal produksi sebagai akibat pengadan bahan
produksi yang harus melalui tender.
Untuk tahun 1993/1994 telah diambil
langkah-langkah kebijaksanaan sehingga vaksin Rabivet dapat diproduksi dan
didistribusikan tepat waktu dan tepat jumlah.
Kapasitas produksi vaksin rabivet setiap tahun semakin
meningkat. Sebelum tahun 1990/1991 kapasitas produksi mencapai 400.000. dosis
per tahun kemudian meningkat menjadi 600.000 dosis per tahun pada tahun
1990/1991. Dengan adanya bantuan hibah dari pemerintah Jepang melalui JICA,
mulai tahun 1993/1994 kemampuan produksi dapat tingkatkan menjadi 1000.000
dosis per tahun. Dengan adanya perbaikan prosedur kerja produksi dan efesiensi
penggunaan alat kemampuan produksi dapat ditingkatkan menjadi 500.000 dosis per
tahun.
XI. KEGUNAAN VAKSIN RABIES.
Manfaat dari vaksin rabies adalah untuk
mengendalikan penyakit rabies antara lain, mengusahakan agar hewan yang peka
terhadap rabies kebal terhadap serangan virus rabies.
Untuk mencapai hal tersebut, sebagian
besar populasi hewan harus dikebalkan melalui vaksinasi.
Pelaksanaan vaksinasi dapat berhasil
dengan baik apabila tersedia vaksin dengan kualitas bermutu dan tersedia dalam
jumlah cukup. Untuk menjawab tantangan ini PUSVETMA telah berhasil memproduksi
vaksin rabivet dengan kualitas baik dan murah.
Untuk memperoleh vaksin rabivet dengan
kualitas bermutudlan murah telah diadakan suatu rekayasa pembuatan media dan
cloning virus sehingga diperoleh virus yang cocok untuk tumbuh pada media yang
baru. Dibandingkan dengan vaksin rabivet maka vaksin rabivet supra 92 mempunyai
kandungan protein yang jauh lebih rendah yaitu 2 mg/ml. Dengan turunnya
kandungan protein diharapkan tidak terjadi reaksi anfilaksis dan tidak
menimbulkan rasa sakit pada suntikan. PH vaksin juga menunjukkan kestabilan
yaitu kurang lebih 7 sesuai dengan PH tubuh.
Hasil uji potensi vaksin tersebut
dibandingkan dengan vaksin impor (rabisin) menurut metode modifikasi NIH
menunjukkan hasil yang sama dengan Relative Potency sebesar 1,2. Hasil uji
dalam bentuk garis regrasi dari kedua jenis vaksin tersebut ternyata
memperlihatkan garis linear yang hampir sejajar.
Upaya yang dilakukan PUSVETMA tidak hanya
meningkatkan mutu vaksin yang dihasilkan tetapi juga kapasitas produksi per
tahun juga ditingkatkan. Peningkatan kapasitas produksi dilakukan dengan
melengkapi peralatan yang ada penggunaan slat yang efisien dan penguasaan
teknik produksi.
Vaksin Rabivet supra 92 produksi pusat
veterinaria farma dapat dipertanggungjawabkan untuk dipakai dalam pengendalian
penyakit rabies di Indonesia sebab mempunyai potensi baik, stabil dan efek
samping rendah.
XIII. BAHAN PEMERIKSAAN.
Bahan pemeriksaan untuk mendiagnosa rabies
dapat berupa diantaranya ialah:
• Saluran kepala
• Otak.
• Preparat pada objek gelas.
• Kelenjar ludah.
Pada otak dapat diambil untuk pemeriksaan
rabies adalah Hippocampus, Cortex cerebri dan cerebellum. Untuk pemeriksaan
diperlukan spesimen sebanyak masing-masing 3 gram atau lebih.
XIV. CARA PENGAMBILAN SPESIMEN.
Kepala dipisahkan dari leher, kemudian dimasukkan
dalam container logam (container pertama) ditutup rapat dan disimpan dengan
kedinginan 4°C atau dibekukan sampai saat pengiriman.
Otak, disini yang diambil yaitu
hipocampus, cortex cerebri dan cerebellum. Pada spesimen ini dapat dibuat
preparat pada gelas objek, preparat sentuh, preparat ulas dan preparat putar.
Untuk mendiagnosa diperlukan sebanyak 6
buah preparat, masing-masing 2 buah untuk hippocampus (terpenting) cortex
cerebrum dan cerebellum dari masing-masing otak. Menurut cara membuatnya,
terdapat 3 jenis preparat yakni preparat sentuh (impression method), preparat
ulas (smear method) atau preparat putar (rolling method).
XV. PREPARAT SENTUH.
Buat potongan bagian otak yang dikehendaki
2-3 mm taruh diatas suatu gelas objek (atau scalpel, atau sendok es kream atau
septula) dengan bidang sayatan menghadap keatas. Dengan gelas objek yang lain
sentuh dengan sedikit penekanan bidang Bayman tadi, 3 sentuhan pada setiap
gelas objek, lalu langsung dimasukan kedalam pewarna sellers.
XVI. PREPARAT ULAS.
Taruh potongan kecil jaringan otak yang
dikehendaki ditengah suatu gelas objek kira-kira berjarak ¼ panjang gelas objek dari salah satu sisi
panjangnya. Ambil gelas objek dari salah satu sisi panjangnya. Ambil gelas
objek yang lain, tekankan pada jaringan dan gerakan ke ujung yang lain sehingga
¾ gelas objek terlapisi dengan bahan pemeriksaan secara merata lalu langsung
dimasukkan ke dalam pewarna seller.
XVII. PREPARAT PUTAR.
Taruh potongan sebesar kacang kedelai
jaringan otak yang dikehendaki ditengah suatu gelas objek, dengan gerakan
berputar, dengan tusuk gigi atau gelas objek guling-gulingkan dan sisa yang
tidak melekat digelas objek dibuang lalu langsung dimasukkan ke dalam pewarna
sellers.
XVIII. KELENJAR LUDAH.
Kelenjar ludah penting artinya untuk
mengetahui resiko pengigitan, karena itu perlu disertakan sebagai bahan
pemeriksaan. Cara mengambil kelenjar ludah yaitu kepala diletakkan terbalik,
yakni bagian ventral menghadap ke atas. Buat sayatan kulit dari cabang
mendibula ke leher, kuakkan sayatan kulit kesamping, maka akan terlihat urat
daging, jaringan ikat longgar, lymphoglandula submaxilaris dan kelenjar ludah
submaxilaris.
Kelenjar ludah submaxilaris terletak
diujung belakang mandibula, dibelakang dan dibawah lymphoglandula submaxilaris,
berwarna kuning atau oranye, berbentuk elip dan terbungkus oleh kapsul.
Keluarkan kelenjar ludah dan masukkan
dalam botol spesimen yang berisi bahan pengawet gliserin. Tutup botol/vial
rapat-rapat dan simpan dalam keadaan dingin.
Tanda pengenal perlu
disertakan/ditempelkan pada kontainer (botol/vial) yang berisi bahan
pemeriksaan. Tanda pengenal berisi: Nama jaringan/organ, bahan
pengawet/fixative yang dipakai, species hewan dan tanggal pengambilan.
XX. KESIMPULAN
Rabies adalah penyakit hewan yang dapat
ditularkan ke manusia melalui gigitan anjing, kucing, atau kera yang positif
rabies. Virus rabies banyak terdapat dalam air liur penderita rabies. Mengingat
bahaya rabies terhadap kesehatan dan ketentraman hidup masyarakat, maka usaha
pengendalian penyakit berupa pencegaban dapat dilakukan dengan jalan
menvaksinasi hewan peliharaan yaitu anjing, kucing dan kera setiap setahun
sekali.
Akibat dari gigitan yang positif rabies
apabila orang yang digigit anjing tersebut tidak divaksinasi sebanyak 14 kali
didaerah pusar, maka dapat menyebabkan gejala rabies. Penderita rabies sekali
gejaJa klinis timbul biasanya diakhiri dengan kematian. Terhadap bahaya rabies
termasuk diatas ini akan mengakibatkan timbulnya rasa cemas atan rasa takut
baik terhadap orang yang digigit maupun masyarakat pada umumnya.
Untuk mencegah penyakit rabies perlu
diberi vaksin pada semua anjing, kucing dan kera biasanya dalam hal ini perlu
kesadaran dari pemilik hewan peliharaan untuk mengvaksinasi secara teratur dan
berkesinambungan, sedangkan dari pihak Dinas Peternakan perlu memberi
penyuluhan tentang rabies melalui media masa.
Mengingat bahaya dan keganasan rabies
terhadap kesehatan dan ketentraman hidup masyarakat, maka usaha pensendalian
penyakit berupa pencegahan, pemberantasan dan penanggulangan perlu dilaksanakan
seinsentif mungkin. Untuk melaksanakan hal tersebut perlu adanya pedoman umum
bagi para petugas Departemen Kesehatan, Departemen Pertanian dan Departemen
Dalam Negeri.
Vaksin Rabies Kering Untuk Manusia (Otak Bayi Mencit - Lyophilized abies Vaccine for Human Suckling Mice Brain)
Deskripsi
|
|||||||||||
|
|||||||||||
Golongan/Kelas Terapi
|
|||||||||||
Obat Yang mempengaruhi Sistem Imun
|
|||||||||||
Nama Dagang
|
|||||||||||
|
|||||||||||
Indikasi
Untuk imunisasi terhadap virus
rabies pada manusia.
Dosis, Cara Pemberian dan
Lama Pemberian
Setiap ml mengandung : suspensi
otak bayi mencit yang telah diinokulasi dengan virus rabies 15 mg; Kanamycin
0,25 mg; Thimerosal 0,05 mg.
Dosis subkutan untuk anak = 3
tahun s/d dewasa : 2 ml.
Dosis intrakutan untuk anak = 3
tahun s/d dewasa : 0,25 ml.
Cara pemberian tergantung pada
tujuan
A. Pengobatan sesudah digigit;
jadwal penanganan yang dianjurkan adalah sebagai berikut :
1. Untuk individu yang belum
pernah mendapatkan pengobatan lengkap terhadap rabies :
1.1. Satu dosis suntikan subkutan
setiap hari selama 7 hari berturut-turut di sekitar pusar, diikuti 2 suntikan
intrakutan di bagian fleksor lengan bawah pada hari ke-11 dan ke-15 sesudah
suntikan subkutan pertama.
1.2. Booster secara intrakutan
diberikan : pada hari ke-25, 35 dan 90 sesudah suntikan subkutan pertama,
bila sebelumnya diberikan juga serum anti rabies.
Pada hari ke-30 dan 90 sesudah
suntikan subkutan pertama bila sebelumnya tidak diberikan serum antirabies
2. Untuk individu yang sudah
pernah mendapat pengobatan lengkap terhadap rabies, bila digigit dalam waktu
:
2.1. Kurang dari 3 (tiga) bulan
setelah suntikan terakhir, tidak perlu mendapat pengobatan
2.2. Lebih dari 3-6 bulan setelah
suntikan terakhir perlu diberikan 2 dosis subkutan dengan interval waktu 1
minggu.
2.3. Lebih dari 6 bulan setelah
suntikan terakhir, dianggap penderita baru.
B. Pencegahan sebelum digigit :
1. Imunisasi dasar : 3 suntikan
intrakutan, masing-masing 0,25 ml dengan interval waktu 3 minggu, kemudian 3
minggu setelah suntikan terakhir titer zat anti netralisasi harus ditentukan.
2. Booster : 0,25 ml intrakutan
diberikan sekali setahun.
Farmakologi
Distribusi (3) : tidak diketahui
apakah vaksin rabies menembus plasenta atau didistribusikan ke dalam ASI.
Eliminasi (3) : disposisi akhir
antigen rabies dan antibodi rabies setelah pemberian vaksin rabies secara
intramuskuler, belum ditentukan.
Stabilitas Penyimpanan
Disimpan pada suhu 2-8°C,
terlindung dari cahaya. Daluwarsa 18 bulan.
Kontraindikasi
Sebelum digigit : hipersensitif
terhadap processed bovine gelatin, chicken protein, neomycin,
chlortetracycline dan amphotericin B dalam jumlah sedikit.
Setelah digigit : tidak ada
kontra indikasi yang spesifik.
Efek Samping
Dapat terjadi reaksi lokal yang
tidak berarti, seperti kemerahan, rasa gatal dan pembengkakan, yang akan
hilang dengan antihistamin.
Interaksi
- Dengan Obat Lain :
Obat-obat imunosupresan
(kortikosteroid, terapi radiasi) : dapat mengganggu respon antibodi aktif
terhadap vaksin rabies, oleh karena itu sebaiknya dihindari selama pemberian
imunisasi setelah digigit. Chloroquine : menurunkan respon antibodi.
- Dengan Makanan :
-
Pengaruh
- Terhadap Kehamilan : Kategori
C. Dapat diberikan, namun perlu dipertimbangkan jika manfaat bagi ibu lebih
besar daripada bahaya pada janin.
- Terhadap Ibu Menyusui :
Risiko pada bayi minimal. Tidak diketahui mengenai distribusi vaksin
ke dalam ASI. US Central for Disease Control and Prevention (CDC) menyatakan
bahwa tidak ada efek samping yang tidak lazim, yang muncul pada pemberian
terhadap ibu menyusui.
Mekanisme Aksi
Vaksin rabies menstimulasi
produksi antibodi rabies. Bukti-bukti menunjukkan bahwa antibodi rabies
menetralkan virus rabies sehingga penyebaran virus dan infeksi atau sifat
patogeniknya dihambat.
|
Memahami Penyakit Top
Rabies adalah penyakit akut dan
mematikan yang disebabkan oleh infeksi virus dari sistem saraf pusat. Virus
rabies paling sering ditularkan melalui gigitan dan air liur dari hewan
(fanatik) yang terinfeksi (misalnya, kelelawar, rakun, sigung, rubah, musang,
kucing, atau anjing). Di Amerika Serikat, rabies paling sering dikaitkan dengan
paparan kelelawar. Namun, ada beberapa kasus langka di mana laboratorium
pekerja dan penjelajah di gua-gua yang dihuni oleh jutaan kelelawar terinfeksi
oleh virus rabies di udara.
Hampir 100% dari mereka terinfeksi
rabies yang tidak menerima vaksin akan mati. Penyakit rabies termasuk cepat
berkembang gejala sistem saraf pusat seperti kecemasan, kesulitan menelan, dan
kejang.
Meskipun kurang dari sepuluh
kematian rabies pada manusia terjadi di Amerika Serikat setiap tahunnya,
sebanyak 40.000 orang Amerika menerima vaksin setiap tahun setelah kontak
dengan binatang yang dicurigai rabies. Sebuah tambahan 18.000 orang mendapatkan
vaksin sebelum pajanan sebagai tindakan pencegahan.
Di seluruh dunia, setidaknya 4 juta
orang yang divaksinasi setiap tahun untuk rabies. Jumlah kematian yang
menyebabkan rabies setiap tahun diperkirakan setidaknya 40.000, dan paling
tinggi 70.000 kasus jika perkiraan lebih tinggi digunakan untuk negara-negara
padat penduduk di Afrika dan Asia di mana rabies mewabah. India, dengan
populasi yang sangat besar liar, anjing tanpa pemilik, memiliki sekitar
setengah dari semua kasus di seluruh dunia rabies. Antara 30-60% kasus rabies
pada manusia terjadi pada anak di bawah 15 tahun.
Perawatan luka Prompt dan
administrasi rabies immune globulin (RIG) ditambah vaksin sangat efektif dalam
mencegah paparan rabies berikut.
Tersedia Vaksin Top
Vaksin rabies tersedia sebagai:
- Diploid manusia sel vaksin (HDCV)
- Dimurnikan cewek embrio sel vaksin (PCECV)
Produk: Imovax
Rabies (HDCV untuk pra atau pasca pajanan)
Produsen: Sanofi Pasteur
Berlisensi Tahun: 1980
Produsen: Sanofi Pasteur
Berlisensi Tahun: 1980
Produk: RabAvert
(PCECV untuk pra atau pasca pajanan)
Produsen: Novartis
Berlisensi Tahun: 1997
Produsen: Novartis
Berlisensi Tahun: 1997
Sejarah Vaksin Top
Vaksin rabies pertama dikembangkan
pada tahun 1960-an. Vaksin rabies semua saat ini tersedia bagi manusia yang
dibuat dari virus rabies dibunuh.
Siapa dan Tidak Harus Menerima Vaksin Top
Siapa yang harus menerima
vaksin prapajanan?
- Vaksinasi sebelum paparan (pre-exposure) harus ditawarkan kepada orang-orang di kelompok risiko tinggi seperti dokter hewan, pawang binatang / pengasuh, atau pekerja laboratorium yang mungkin terkena virus rabies.
Prapajanan vaksinasi dapat
dipertimbangkan untuk:
- Orang yang kegiatannya membawa mereka ke dalam kontak sering dengan virus rabies atau hewan berpotensi rabies (misalnya, kelelawar, rakun, sigung, musang, kucing, anjing).
- Wisatawan yang akan menghabiskan lebih dari satu bulan di negara-negara dengan tingkat tinggi infeksi rabies, jika mereka akan datang dalam kontak dengan hewan rabies dan akses langsung ke perawatan medis yang sesuai terbatas.
Siapa yang harus menerima
vaksin pasca pajanan?
- Vaksinasi sesudah (pasca pajanan) direkomendasikan untuk semua orang yang pernah kontak dengan binatang (misalnya gigitan atau lecet) yang mereka percaya mungkin, atau yang terbukti, fanatik. Vaksinasi harus dimulai segera setelah eksposur mungkin dan harus disertai dengan manajemen luka yang tepat dan administrasi Globulin kekebalan Rabies, manusia (HRIG).
Wanita hamil yang terkena rabies
dapat menerima vaksin.
Siapa yang tidak harus
menerima vaksin?
- Vaksin rabies tidak direkomendasikan untuk penggunaan rutin.
- Orang yang sedang atau sakit parah harus berkonsultasi dengan dokter mereka sebelum menerima vaksin apapun.
Dosis Jadwal Top
Pra-paparan vaksin rabies diberikan
oleh serangkaian tiga suntikan:
- Dosis pertama dapat diberikan setiap saat
- Dosis kedua harus diberikan tujuh hari kemudian
- Dosis ketiga harus diberikan 21 atau 28 hari setelah dosis pertama
- Dosis booster vaksin yang direkomendasikan setiap dua tahun untuk orang-orang yang terus berada pada peningkatan risiko tertular rabies untuk mempertahankan tingkat antibodi protektif. Orang yang bekerja dengan virus rabies hidup dalam pengaturan laboratorium harus diuji setiap enam bulan untuk memastikan bahwa mereka memiliki tingkat antibodi yang memadai, dan menerima penguat yang diperlukan.
- Jumlah dosis yang diperlukan ditentukan oleh status imunisasi sebelumnya individu
- Sebelumnya orang tidak divaksinasi harus menerima vaksin secara intramuskular pada 0, 3, 7, dan 14 hari. Untuk orang dewasa vaksin diberikan di daerah deltoid, karena anak-anak, dapat diberikan pada aspek anterolateral paha. Selain vaksin rabies, orang-orang juga harus menerima immune globulin rabies (HRIG) pada waktu yang sama dengan dosis pertama vaksin untuk memberikan perlindungan cepat yang bertahan sampai vaksin bekerja.
- Orang sebelumnya divaksinasi harus menerima dua dosis vaksin intramuskular-yang pertama segera, tiga lainnya hari kemudian. RIG tidak perlu dan tidak harus diberikan. Orang yang diimunisasi adalah orang yang telah menerima berbagai seri vaksin, atau orang yang telah menerima serangkaian prapajanan atau pasca-paparan dari setiap vaksin rabies yang memiliki tingkat antibodi yang cukup rabies.
Efektivitas Vaksin Top
Tidak ada percobaan terkontrol
vaksin rabies. Di antara orang-orang yang telah digigit oleh hewan yang terbukti
menjadi fanatik dan yang menerima baik HRIG dan lapangan penuh dari salah satu
vaksin rabies modern yang tidak ada kasus rabies. Sebelumnya orang diimunisasi
masih harus menerima dua dosis tambahan vaksin jika terkena virus, dan vaksin
ini hampir 100% efektif dalam kasus-kasus ini juga.
Meskipun semua vaksin rabies
berlisensi di AS mendorong tingkat antibodi pelindung setelah tiga dosis dalam
hampir 100% dari penerima, penting untuk menyelesaikan jadwal dosis yang
dianjurkan untuk keadaan individu (lihat Jadwal Dosis). Sebelumnya, jadwal
vaksin 5-dosis dianjurkan tetapi dosis yang diberikan pada 28 hari tidak lagi
dirasa perlu.
Dikenal Efek Samping Top
Reaksi ringan seperti nyeri,
kemerahan, pembengkakan, atau gatal-gatal di tempat suntikan dilaporkan antara
30% -74% dari mereka yang divaksinasi. Sakit kepala, mual, nyeri perut, nyeri
otot, pusing dan dilaporkan dalam 5-40% dari mereka yang divaksinasi.
Kejadian serius setelah vaksinasi
jarang terjadi. Namun, reaksi alergi termasuk kesulitan bernapas pembengkakan
dan ringan yang dikembangkan di 6% pasien yang menerima dosis booster your
DIPLOID Vaksin Rabies Manusia. Selain itu, tiga kasus penyakit neurologis
menyerupai Guillain-Barre Syndrome, gangguan progresif yang mempengaruhi sistem
saraf, telah dilaporkan pada orang yang menerima Vaksin Rabies your DIPLOID
Manusia. Dalam kasus ini, semua pasien sembuh dalam waktu tiga bulan.
Vaksin ini direkomendasikan oleh:
- Komite Penasehat Praktek Imunisasi Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit
- American Academy of Pediatrics
- American Thoracic Masyarakat
Issue Terkait Top
Apa yang harus Anda lakukan jika
digigit hewan rabies atau mencurigakan?
1) Cuci semua gigitan dan goresan
segera dan menyeluruh dengan sabun dan air dan solusi yang membunuh virus
(seperti solusi povidone-iodine). Pembersihan luka saja nyata akan mengurangi
kemungkinan mendapatkan rabies.
2) Pergi ke dokter untuk penilaian medis tentang kebutuhan untuk suntikan tetanus (jika perlu diperbarui), vaksinasi rabies, dan administrasi RIG, manusia. Dua globulin imun rabies dilisensikan untuk digunakan di AS Setiap tahun sekitar 18.000 orang di AS menerima vaksinasi dan globulin imun, dan tidak satupun dari mereka telah mengembangkan rabies.
3) Beritahu departemen kesehatan negara bagian atau lokal.
2) Pergi ke dokter untuk penilaian medis tentang kebutuhan untuk suntikan tetanus (jika perlu diperbarui), vaksinasi rabies, dan administrasi RIG, manusia. Dua globulin imun rabies dilisensikan untuk digunakan di AS Setiap tahun sekitar 18.000 orang di AS menerima vaksinasi dan globulin imun, dan tidak satupun dari mereka telah mengembangkan rabies.
3) Beritahu departemen kesehatan negara bagian atau lokal.
Vaksinasi dan terapi yang tepat
globulin kekebalan tubuh dapat melindungi Anda setelah Anda telah digigit.
Vaksinasi sebelum paparan hanya menyederhanakan terapi dengan menghilangkan
kebutuhan untuk RIG dan penurunan jumlah dosis vaksin yang dibutuhkan.
Efektif tindakan pengendalian
rabies termasuk imunisasi rutin pada anjing, kucing dan musang, dan pengendalian
anjing liar dan satwa liar yang dipilih. Anjing atau kucing divaksin secara
penuh tidak mungkin menjadi terinfeksi atau mengirimkan rabies.
Rabies
vaksin:
Epidemiologi
Rabies adalah virus zoonosis yang
terjadi pada > 100 negara dan wilayah. Meskipun jumlah karnivora dan spesies
kelelawar sebagai reservoir alami, rabies pada anjing adalah sumber dari 99%
infeksi manusia dan menimbulkan ancaman potensi untuk> 3,3 miliar orang.
Pada manusia, rabies hampir selalu gejala klinis yang fatal sekali telah
dikembangkan. Di sejumlah negara, kematian manusia akibat rabies adalah mungkin
terlalu dilaporkan, khususnya di termuda usia kelompok. Sebagian besar dari
perkiraan 55 000 kematian yang disebabkan oleh rabies setiap tahun terjadi di
pedesaan wilayah Afrika dan Asia. Di India saja, 20 000 kematian (yang ini,
sekitar 2/100 000 populasi yang berisiko) diperkirakan terjadi setiap tahun, di
Afrika, angka yang sesuai adalah 24 000 (sekitar 4/100 000 populasi yang
berisiko). Meskipun semua
kelompok usia yang rentan, rabies
paling sering terjadi pada anak usia <15 tahun; rata-rata 40% dari pasca
pajanan imunisasi diberikan kepada anak usia 5-14 tahun, dan
mayoritas dari mereka diimunisasi
adalah pria.
Di utara- barat bagian dari Republik
Tanzania, di- cidence rabies adalah sampai 5 kali lebih tinggi pada anak usia
<15 tahun dibandingkan orang dewasa. Di negara-negara industri dan di daerah
perkotaan sebagian besar Amerika Latin, rabies pada manusia dekat dengan yang
dieliminasi karena vaksinasi anjing domestik dan implementasi pelaksanaan dari
tindakan pengendalian lainnya. Di negara-negara Asia seperti Thailand,
vaksinasi masal anjing dan luas
imunisasi manusia setelah terekspos
memiliki signifi- signifikan adalah mengurangi jumlahkematian manusia akibat
rabies.
Patogen dan penyakit
Virus rabies (RABV) milik Lyssavirus
genus dalam keluarga Rhabdoviridae. Menurut Interna-
Komite nasional Taksonomi Virus, 11
spesies diklasifikasikan dalam genus Lyssavirus pada 2009. Itu RNA RABV
mengkodekan 5 protein, termasuk G-glyco protein yang membawa situs antigenik
utama. Selain RABV, virus milik semua genotipe lyssavirus lain yang dikenal
telah terbukti, atau diharapkan,
untuk menyebabkan akut pro- progresif ensefalitis pada manusia. Oleh karena
itu, rabies adalah bentuk ensefalitis disebabkan oleh lyssavirus, dan RABV
adalah utama perwakilan spesies virus dari genus. Infeksi pada manusia biasanya
terjadi setelah transdermal menggigit atau mencakar oleh hewan yang terinfeksi.
Transmisi mungkin juga terjadi ketika bahan infeksius, biasanya air liur,
datang ke dalam kontak langsung dengan mukosa korban atau dengan segar kulit
luka. Manusia ke manusia penularan dengan gigitan adalah sangat jarang. Jarang,
rabies dapat dikontrak terhirup virus yang mengandung aerosol atau melalui
trans- perkebunan organ yang terinfeksi. Proses menelan daging mentah atau
jaringan lain dari hewan terinfeksi rabies bukan dikenal sumber infeksi
manusia.
Masa inkubasi biasanya 1-3 bulan,
namun dapat bervariasi dari <1 minggu> 1 tahun. Panjang inkubasi periode
tergantung pada faktor-faktor seperti jumlah virus diinokulasi, tingkat
persarafan di lokasi virus masuk, dan kedekatan gigitan ke saraf pusat
sistem (SSP). Diinokulasi virus
diangkut ke SSP melalui saraf perifer. Setibanya di otak, repli-
Cates dan menyebarkan dengan cepat,
sekali lagi melalui saraf system, untuk jaringan yang berbeda, termasuk
kelenjar ludah. Virus rabies tersebar luas di seluruh tubuh pada saat itu
onset klinis, tetapi biasanya tanpa
induksi dari mendeteksi dapat respon kekebalan pada saat itu.
Gejala awal rabies adalah demam dan
sering sakit atau parestesia di lokasi luka. Sebagai virus menyebar melalui
SSP, encephalomyelitis yang fatal progresif develops, ditandai dengan
hiperaktif dan berfluktuasi kesadaran dan, dalam kasus rabies marah, hydropho-
bia atau aerophobia, atau keduanya.
Kematian terjadi dengan cardiorespi-
pernafasan penangkapan dalam
beberapa hari. Paralytic rabies, yang
dapat mewakili sebanyak 30% dari
jumlah total kasus manusia, berjalan kurang dramatis dan biasanya lagi tentu
saja pada bentuk marah, meskipun masih pada akhirnya
fatal. Bentuk paralitik rabies ini
sering salah didiagnosis dan hal ini berpengaruh kepada tidak dilaporkan dari
dis-mereda. Selama infeksi, virus rabies tersembunyi dari im-
Mune pengawasan oleh lokasi
intraneuronal, dan antibody tanggapan dalam cairan serum dan cerebrospinal
(CSF) tidak bisa ditebak dan jarang terdeteksi sebelum kedua minggu sakit.
6,7,8,9
Tidak ada tes yang tersedia untuk
mendiagnosis ra- Bies infeksi pada manusia sebelum timbulnya klinis kemudahan,
dan kecuali rabies spesifik tanda-tanda penyakit anjing gila
atau aerophobia hadir, diagnosis
klinis mungkin sulit. Pada tahap manifestasi klinis, air liur, urin, folikel
rambut diekstrak dan CSF dapat diuji oleh virus isolasi atau dengan reaksi
berantai polimerase, dan se- rum dan CSF dapat diuji antibodi terhadap rabies
vi- rus.
Biopsi kulit spesimen dapat
diperiksa untuk rabies antigen pada saraf kutaneus di dasar rambut fol- licles.
Postmortem, teknik diagnostik standar untuk mencari antigen virus rabies di
jaringan otak oleh fluores- persen tes antibodi. Sebuah budaya yang cepat
jaringan isolasi uji juga dapat digunakan. Baru-baru ini, yang cepat langsung
immunohistochemical tes untuk mendeteksi antigen virus rabies di sampel otak
beku atau diawetkan-gliserol telah terbukti 100% sensitif danspesifik
dibandingkan dengan neon tes antibodi. Rabies berbeda dari infeksi lain di
bahwa devel- bangan penyakit klinis dapat dicegah melalui tepat waktu imunisasi
bahkan setelah eksposur ke agen menginfeksi. Rabies vaksin Sejak dikembangkan
lebih dari empat dekade lalu, terkonsentrasi dan dimurnikan kultur sel (CCV)
dan embryonated berbasis telur rabies vaksin (EEV) (di sini bersama-sama
disebut sebagai CCEEVs) telah terbukti aman dan efektif
tive dalam mencegah rabies. Vaksin
ini dimaksudkan untuk profilaksis prapajanan serta pasca pajanan profilaksis,
dan telah diberikan kepada jutaan orang di seluruh dunia. Di beberapa negara,
terutama di Asia dan Amerika Latin, populasi berisiko tinggi rabies masih
mungkin
tergantung pada vaksin rabies
berasal dari saraf hewan jaringan untuk profilaksis pasca pajanan. Jaringan
saraf vaksin obatan menyebabkan efek samping yang lebih berat dan
kurangimunogenik dari CCEEVs, sehingga produksi mereka dan penggunaan tidak
direkomendasikan oleh WHO.
Di Afrika dan Asia, pasca pajanan
rabies profilaksis pada tingkat yang sekarang pra-
ventilasi sekitar 272 000 kematian
setiap tahun.
Kultur sel telur berembrio dan
vaksin berbasis
tersedia secara internasional
CCEEVs terdiri dari virus rabies
yang telah disebarkan di substrat sel seperti sel-sel diploid manusia (embrio
fibroblast sel), sel-sel diploid janin rhesus, sel Vero (anak-
sel ney dari monyet hijau Afrika),
primer Suriah hamster sel ginjal, sel-sel embrio ayam primeratau berembrio
bebek telur. Semakin baru ini mengembangkan
vaksin berdasarkan sel embrio ayam
dan sel Vero memiliki keamanan dan kemanjuran sebanding dengan catatan vaksin
sel manusia diploid dan lebih murah. Setelah pertumbuhan dalam kultur sel
masing-masing (atau em- bryonic telur), panen virus terkonsentrasi, dimurnikan,
tidak aktif dan diliofilisasi. Beberapa CCEEVs menggunakan hu- pria albumin
atau olahan gelatin sebagai stabilisator. Tidak vaksin rabies diberikan dalam
botol multidose untuk intra- otot injeksi. Rabies vaksin prequalified oleh WHO
tidak mengandung pengawet seperti thimerosal. Itu kehidupan rak-vaksin ini ≥ 3
tahun, asalkan mereka disimpan pada +2 ° C hingga +8 ° C dan dilindungi dari
sinar matahari. Fol- melenguh rekonstitusi dengan steril terlampir di-
luent, vaksin harus digunakan
segera, atau dalam 6-8 jam jika disimpan pada suhu yang benar. Semua CCEEVs
harus sesuai dengan rekomendasi WHO potensi ≥ 2,5 IU per dosis tunggal
intramuskular (0,5 ml atau 1,0 ml volume setelah dilarutkan, tergantung pada jenis
vaksin).
Intramuskular dan intradermal
administrasi
Biaya CCVs untuk batas administrasi
intramuskular mereka luas digunakan di daerah di mana anjing rabies adalah
lazim. Administrasi intradermal CCVs menawarkan alternatif sama-sama aman dan
imunogenik yang membutuhkan hanya 1-2 botol vaksin untuk menyelesaikan
pendidikan pasca- profilaksis eksposur, sehingga mengurangi volume digunakan
dan biaya langsung dari vaksin dengan 60-80% dibandingkan dengan
standar intramuskular vaksinasi.
Tidak ada bukti bahwa pemberian intradermal membutuhkan vaksin obatan dengan
potensi lebih tinggi dari yang direkomendasikan untuk intramuskuler dikelola
vaksin rabies. Intra- rejimen dermal telah berhasil diperkenalkan untuk
profilaksis pasca pajanan di negara seperti India, Filipina, Sri Lanka dan
Thailand. Namun, dalam iklan- ditionuntuk menggunakan vaksin secara eksplisit
wewenang untuk di- tradermal rute,pengiriman yang tepat vaksin membutuhkan staf
yang memadai pelatihan untuk menjamin penyimpanan yang benar, rekonstruksi
stitution dan injeksi.
Vaksin
efikasi dan imunogenisitas
Karena rabies adalah penyakit fatal,
acak terkontrol manusia percobaan yang melibatkan kelompok pembanding yang
tidak diobati tidak dapat dilakukan karena alasan etika. Langsung sebagai-
asesmen vaksin diinduksi perlindungan didasarkan pada kemanjuran pasca pajanan
kategori berikut profilaksis II atau III eksposur ke hewan dipastikan fanatik
melalui analisis laboratorium. (Untuk informasi tentang pameran- yakin
kategori, lihat Profilaksis pascapajanan bawah ini.) Bulu- thermore,
model hewan yang berfungsi sebagai pengganti manusia telah digunakan untuk
menunjukkan efektivitas perlindungan dari CCEEVs setelah infeksi eksperimental.
Tidak langsung menilai- ment
kemanjuran vaksin dapat dilakukan melalui immuno-
genicity studi. Semua CCEEVs
menginduksi cepat dan tinggi rabies-virus respon antibodi penetralisir G virus
protein. WHO ditentukan titer minimal 0,5 IU / ml serum, diukur dengan
penghambatan fokus cepat neon test (RFFIT) or the fluorescent antibodyvirus
neutralization test (FAVN) adalah referensi banyak digunakan. Dalam sehat
vaksin, tingkat ini harus dicapai dalam sebagian besar individu dengan hari
ke-14 dari rejimen pasca pajanan, dengan atau tanpa simultan pemberian
imunoglobulin rabies dan terlepas dari usia. Ketika vaksin rabies baru
diperkenalkan, mereka immuno- genicity dievaluasi dengan membandingkan rabies
virus neu- tralizing antibodi titer diinduksi oleh vaksin yang diuji dengan
diinduksi mereka oleh vaksin menunjukkan keampuhan. Studi dari Thailand dan
beberapa negara lain di Asia Tenggara telah membentuk imunogenisitas dan
efektivitas CCVs untuk kedua paparan sebelum dan profilaksis pasca pajanan.
Kelayakan menggunakan mereka baik intramuskuler atau intradermally di semua
usia kelompok, termasuk bayi, telah jelas setan- strated. Dalam kedua
penggunaan pra-eksposur dan pasca pajanan, vaksin ini merangsang respon
antibodi yang memadai dalam
hampir semua individu. Prompt pasca
pajanan penggunaan CCEEVs dikombinasikan dengan manajemen luka yang layak dan
simultan pemberian imunoglobulin rabies hampir selalu efektif dalam mencegah
rabies, bahkan mengikuti berisiko tinggi eksposur.
Namun, keterlambatan dalam starting
atau kegagalan untuk menyelesaikan profilaksis yang benar dapat mengakibatkan
dalam kematian, terutama setelah gigitan di bagian dalam yang sangat- vated
wilayah, seperti kepala, leher atau tangan, atau fol-melenguh luka
ganda.Jarang, kegagalan benar memiliki dilaporkan setelah pasien menerima
negara-of-the-art
pengobatan.
Durasi imunitas
Perkembangan memori imunologi
setelah vaksinasi- tion dengan CCEEVs sangat penting untuk pembentukan jangka
tahan kekebalan terhadap rabies pada manusia. Individu yang telah menerima seri
utama mereka 5-21 tahun sebelumnya menunjukkan respon anamnestic baik setelah
booster vaksinasition.
Kekebalan jangka panjang juga
dicapai dengan intradermal imunisasi,
dan dapat bertahan bahkan ketika antiboditidak
lagi terdeteksi. untuk mengembangkan ana-
respon mnestic untuk vaksinasi
penguat terkait tidak untuk rute administrasi dari seri awal (intra-
otot atau intradermal) atau apakah
pasien com- pleted pra-paparan atau pasca pajanan seri.
Untuk pra-eksposur dan pasca pajanan
imunisasi sched- Ules, lihat bagian pada posisi WHO di bawah ini.
Efek samping setelah imunisasi
Secara umum, CCEEVs telah terbukti
aman dan baik
ditoleransi.
Namun, dalam 35-45% dari vaksin,
minor dan eritema sementara, rasa sakit dan / atau pembengkakan dapat terjadi
pada tempat suntikan, terutama setelah intradermal administrasi booster.
Ringan sistemik yang merugikan
peristiwa setelah imunisasi (AEFI), seperti transien
demam, sakit kepala, pusing dan
gejala gastrointestinal, telah diamati dalam 5-15% dari vaksin.
Serius AEFIs (untuk definisi, lihat
http://www.who.int/vaccinesdocuments/DocsPDF05/815.pdf), terutama dari alergi
atau sifat neurologis, jarang terjadi.
Kontraindikasi dan tindakan
pencegahan
Untuk prapajanan, reaksi parah
sebelumnya untuk profilaksis komponen vaksin merupakan kontraindikasi untuk
lebih lanjut penggunaan vaksin yang sama. Karena rabies adalah mematikan
penyakit, tidak ada kontraindikasi ada untuk pasca pajanan pro- phylaxis
mengikuti berisiko tinggi eksposur. Ini juga terjadi untuk profilaksis pasca
pajanan pada masa bayi atau kehamilan, dan untuk individu immunocompromised,
termasuk anak-
Dren dengan HIV / AIDS. Orang yang
memakai klorokuin untuk ma-
laria pengobatan atau profilaksis mungkin
memiliki kembali berkurang
tanggapan untuk vaksinasi rabies
intradermal.
Pasien-pasien ini harus menerima
vaksin secara intramuskular
Bagaimana rabies didiagnosis?
Pada hewan, rabies didiagnosis
dengan menggunakan tes antibodi langsung (DFA) neon, yang terlihat untuk
kehadiran antigen virus rabies di jaringan otak. Pada manusia, beberapa tes
yang diperlukan.
Cepat dan akurat laboratorium
diagnosis rabies pada manusia dan hewan lainnya sangat penting untuk
administrasi tepat waktu profilaksis pasca pajanan. Dalam beberapa jam,
laboratorium diagnostik dapat menentukan apakah seekor hewan itu fanatik dan
menginformasikan tenaga medis yang bertanggung jawab. Hasil laboratorium dapat
menyelamatkan pasien dari trauma fisik dan psikologis yang tidak perlu, dan
beban keuangan, jika hewan tidak fanatik.
Selain itu, laboratorium
identifikasi kasus rabies positif dapat membantu dalam menentukan pola arus
epidemiologi penyakit dan memberi informasi sesuai untuk pengembangan program
pengendalian rabies.
Sifat dari penyakit rabies
menyatakan bahwa tes laboratorium menjadi standar, cepat, sensitif, spesifik,
ekonomis, dan dapat diandalkan.
Diagnosa pada hewan & manusia
Diagnosa pada hewan
Diagnosis rabies dapat dilakukan
setelah deteksi virus rabies dari setiap bagian dari otak yang terkena, tetapi
untuk mengesampingkan rabies, tes harus mencakup jaringan dari setidaknya dua
lokasi dalam otak, sebaiknya batang otak dan otak kecil.
Tes ini mengharuskan bahwa hewan
harus eutanasia. Tes itu sendiri memakan waktu sekitar 2 jam, tetapi
membutuhkan waktu untuk menghapus sampel otak dari hewan yang diduga rabies dan
untuk kapal sampel tersebut untuk sebuah kesehatan publik negara atau
laboratorium diagnostik hewan untuk diagnosis.
Di Amerika Serikat, hasil tes rabies
biasanya tersedia dalam waktu 24 hingga 72 jam setelah hewan dikumpulkan dan
eutanasia. Karena paparan rabies mencurigai hewan merupakan urgensi medis,
tetapi tidak darurat, pengujian dalam periode ini lebih dari cukup untuk
menentukan apakah seseorang terkena layaknya binatang kelinci, dan membutuhkan
vaksinasi pasca pajanan rabies.
Sekitar 120.000 hewan atau lebih
diuji untuk rabies setiap tahun di Amerika Serikat, dan sekitar 6% ditemukan
tidak fanatik. Proporsi hewan positif sangat tergantung pada spesies hewan dan
berkisar dari <1% pada hewan domestik untuk> 10% spesies satwa liar.
Berdasarkan surveilans kesehatan
rutin publik dan studi patogenesis, kita telah belajar bahwa tidak perlu untuk
menidurkan dan menguji semua hewan yang menggigit atau berpotensi mengekspos
seseorang untuk rabies. Untuk hewan dengan probabilitas rendah rabies seperti
anjing, kucing dan musang, observasi periode (10 hari) mungkin cocok untuk
menyingkirkan risiko eksposur rabies potensi manusia.
Konsultasi dengan seorang pejabat
kesehatan setempat atau negara setelah paparan potensial dapat membantu
menentukan tindakan yang terbaik saat ini berdasarkan rekomendasi kesehatan
masyarakat.
Diagnosis pada manusia
Beberapa tes diperlukan untuk
mendiagnosa rabies ante-mortem (sebelum kematian) pada manusia, tidak ada tes
tunggal sudah cukup. Pengujian dilakukan pada sampel air liur, serum, cairan
tulang belakang, dan biopsi kulit folikel rambut di tengkuk. Air liur dapat
diuji dengan isolasi virus atau transkripsi balik diikuti dengan polymerase
chain reaction (RT-PCR). Cairan serum dan tulang belakang diuji untuk antibodi
terhadap virus rabies. Biopsi kulit spesimen diperiksa untuk antigen rabies di
saraf kulit di dasar folikel rambut.
Tes DFA didasarkan pada pengamatan
bahwa hewan yang terinfeksi oleh virus rabies memiliki protein virus rabies
(antigen) yang ada dalam jaringan mereka. Karena rabies hadir dalam jaringan
saraf (dan bukan darah seperti virus lainnya), jaringan yang ideal untuk
menguji antigen rabies adalah otak. Bagian paling penting dari tes DFA yang
flouresecently berlabel anti-rabies antibodi. Ketika antibodi berlabel
diinkubasi dengan rabies tersangka jaringan otak, maka akan mengikat antigen
rabies. Antibodi terikat dapat dibersihkan dan daerah dimana antigen hadir
dapat divisualisasikan sebagai neon-apel hijau daerah menggunakan mikroskop
fluoresensi. Jika virus rabies tidak ada akan ada pewarnaan tidak.
Antigen deteksi oleh DFA
Antibodi rabies digunakan untuk uji
DFA terutama ditujukan terhadap nukleoprotein (antigen) dari virus (lihat Virus
bagian tentang struktur virus). Virus rabies bereplikasi dalam sitoplasma sel,
dan sel yang terinfeksi dapat mengandung inklusi bulat atau oval besar berisi
koleksi nukleoprotein (N) atau koleksi kecil antigen yang muncul sebagai debu
seperti partikel neon jika diwarnai oleh prosedur DFA.
Pemeriksaan histologis
Umum histopatologi
Pemeriksaan histologi jaringan
biopsi atau otopsi adalah kadang-kadang berguna dalam mendiagnosis kasus
terduga rabies yang belum diuji dengan metode rutin. Ketika jaringan otak dari
hewan yang terinfeksi virus rabies yang berlumuran noda histologis, seperti
hematoxylin dan eosin, bukti encephalomyelitis dapat diakui oleh microscopist
terlatih. Metode ini tidak spesifik dan tidak dianggap diagnostik untuk rabies.
Sebelum metode diagnostik saat ini
yang tersedia, diagnosis rabies dibuat menggunakan metode ini dan sejarah kasus
klinis. Bahkan, sebagian besar fitur histopatologi yang signifikan (perubahan
jaringan yang disebabkan oleh penyakit) infeksi rabies digambarkan pada kuartal
terakhir abad ke-19. Setelah percobaan sukses Louis Pasteur dengan vaksinasi
rabies, ilmuwan termotivasi untuk mengidentifikasi lesi patologis dari virus
rabies.
Bukti histopatologi rabies
encephalomyelitis (peradangan) di jaringan otak dan meninges meliputi:
- Mononuklear infiltrasi
- Perivascular memborgol limfosit atau sel polimorfonuklear
- Limfositik fokus
- Babes nodul terdiri dari sel glial
- Negri tubuh
Negri tubuh
Pada tahun 1903, sebagian besar
tanda-tanda histopatologis rabies diakui, tetapi inklusi rabies belum
terdeteksi. Pada saat ini, Dr Adelchi Negri melaporkan identifikasi apa yang
dia yakini menjadi agen etiologi rabies, badan Negri. Dalam laporannya, ia
menggambarkan tubuh Negri sebagai inklusi bulat atau oval dalam sitoplasma sel
saraf hewan terinfeksi rabies. Negri tubuh dapat bervariasi dalam ukuran
0,25-27 pM. Mereka ditemukan paling sering dalam sel piramidal tanduk Amon, dan
sel-sel Purkinje cerebellum. Mereka juga ditemukan dalam sel-sel medula dan
ganglia lainnya. Badan Negri juga dapat ditemukan dalam neuron dari kelenjar
ludah, lidah, atau organ lainnya. Pewarnaan dengan yang Mann, giemsa, atau noda
Penjual dapat mengizinkan diferensiasi inklusi rabies dari inklusi intraseluler
lainnya. Dengan noda, tubuh Negri muncul dalam warna magenta dan memiliki kecil
(0,2 pM sampai 0,5 pM), gelap-biru butiran basofilik interior.
Kehadiran badan Negri adalah
variabel. Pewarnaan histologi bagi tubuh Negri bukan sebagai sensitif atau
spesifik seperti tes lainnya. Beberapa kasus eksperimental terinfeksi rabies
Negri tubuh tampilan dalam jaringan otak, yang lainnya tidak. Pemeriksaan
histologi jaringan dari hewan rabies klinis menunjukkan tubuh Negri di sekitar
50% dari sampel, sebaliknya, tes DFA menunjukkan antigen rabies di hampir 100%
dari sampel. Dalam kasus lain, non-fanatik jaringan telah menunjukkan inklusi
indistinquishable dari badan Negri. Karena masalah ini, kehadiran badan Negri
tidak boleh dianggap diagnostik untuk rabies.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar